JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keberadaan UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PHI) dinilai tidak membuka adanya Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) non-permanen yang mempunyai kekuatan eksekusi. Sebab acapkali proses mediasi dan konsiliasi lewat undang-undang ini hanya menghasilkan anjuran yang tidak punya kekuatan eksekutorial.

" Anjuran mediasi atau konsiliasi sesuai dengan UU PPHI, tidak mempunyai peran penting dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial," ujar Iskandar Zulkarnaen, pemateri dalam Pelatihan Advokasi Hukum Acara Pengadilan Hubungan Industrial, di Hotel Walan Syariah, Surabaya, Sabtu (30/5).
 
Sebab, lanjut Iskandar, ketentuan Pasal 83 ayat (1) UU PPHI, justru yang dibutuhkan dari tidak adanya kesepakatan penyelesaian perselisihan melalui mediasi atau konsiliasi, adalah risalah mediasi atau konsiliasi sebagai syarat formil untuk mengajukan gugatan ke PHI.
 
"Pada prakteknya, tidak sedikit pengusaha yang justru berinisiatif membuat sengketa hubungan industrial, sehingga untuk mendapatkan kepastian hukum, maka pekerja/buruh didorong atau terdorong mengajukan atau melayani pengajuan gugatan ke PHI," kata Iskandar.
 
Selain itu, ketentuan Pasal 13 ayat (2) huruf a, dan Pasal 23 ayat (2) huruf a UU PPHI. Kedua pasal tersebut mengatur hal ihwal terbitnya anjuran sebagai kelanjutan dari tidak adanya kesepakatan antara pihak pekerja dengan pengusaha dalam menjalani proses penyelesaian perselisihan pada tingkat mediasi atau konsiliasi.
 
"Padahal, anjuran mediator tidak pernah dikenal dalam ranah hukum perdata. Selain itu, anjuran dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum, hanya formalitas telah melalui tahapan penyelesaian sengketa hubungan industrial pada tingkat mediasi atau konsiliasi," tegasnya.
 
Karena itu, untuk memeriksa dan menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, harus melalui mekanisme gugatan kontentius sebagaimana yang ditetapkan Pasal 81 UU 2/2004. Hanya saja pekerja/buruh yang pendidikan hukumnya tidak cukup, acapkali justru berhadapan dengan keterbatasannya dalam membuat gugatan, jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan.

Dampaknya buruh yang kerap kali dikalahkan dalam gugatan di PHI.
 

BACA JUGA: