JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang telah menyandera 1.300 orang dari dua desa, yakni Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, ditengarai dari kelompok Organisasi Papua Merdeka.

Meski kelompok itu menolak negosiasi yang dilakukan Satgas Terpadu dari Polri dan TNI, aparat keamanan tetap harus melakukan langkah-langkah persuasif dan preventif agar masyarakat bisa terbebas dari intimidasi dan ancaman kelompok bersenjata, serta tidak menimbulkan korban jiwa.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanudin, terkait sikap keras kepala para penyandera. "Harus diwaspadai juga, karena kelompok bersenjata itu mengurung dua kampung, berarti jumlahnya pasti puluhan atau bisa jadi sampai ratusan," kata Hasanudin, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Minggu (12/11).

Dia menegaskan, untuk melakukan pemetaan agar satgas terpadu bisa melakukan tindakan secara terukur, maka Badan Intelijen Negara (BIN) juga harus terlibat secara penuh. "Sebab, BIN memiliki kisah sukses dalam merangkul tokoh separatis di Aceh," tambah Hasanudin.

Selain itu, kata dia, diplomat RI juga harus melakukan tindakan diplomasi yang efektif. "Saya yakin satgas terpadu dari polisi dan TNI bisa mengatasi persoalan itu. Namun, para diplomat juga jangan tinggal diam," tegas Hasanudin.

Tugas yang harus dilakukan para diplomat, menurut Hasanudin, adalah menjelaskan kasus ini ke dunia internasional  agar tidak menimbulkan image buruk, mengingat persoalan Papua memiliki rentang diplomasi yang amat luas, ada negara yang mendukung Indonesia dan ada juga negara yang amat kritis. "Apalagi, Pak Jokowi sekarang ini sedang berada di Vietnam, menghadiri acara KTT APEC," ujarnya.

Sebagaimana diketahui, setidaknya ada 1.300 orang dari dua desa, yakni Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, yang dilarang keluar dari kampung itu oleh kelompok bersenjata. Mereka tinggal di lokasi yang berdekatan dengan area Freeport. (mag)

BACA JUGA: