JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rancangan Undang-Undang tentang revisi Undang-undang (UU) No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak akhirnya disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengesahan revisi UU ini disetujui oleh seluruh fraksi dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh wakil ketua DPR Priyo Budi Santoso di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (25/9).

Penyusunan perubahan UU tentang Perlindungan anak ini sebelumnya diilhami sejumlah permasalahan kekerasan terhadap anak, termasuk kasus kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS) Jakarta.  Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ledia Hanifa Amaliah yang menyampaikan laporannya dalam rapat paripurna menyatakan UU tersebut lebih memberikan jaminan perlindungan kepada anak-anak.

Ledia juga mengatakan perubahan UU nomor 23 tahun 2002 menjadi kado istimewa bagi anak-anak untuk masa depan mereka. Pembahasan RUU, diakui dilatarbelakangai oleh intruksi presiden untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih terhadap anak-anak.

Ledia menjelaskan dasar pertimbangan RUU perlindungan anak antara lain untuk menjawab persoalan yuridis sehingga mampu membangun sistem perlindungan anak yang komprehensif. Sebab UU yang ada sebelumnya dianggap tidak mampu mengakomodir permasalahan anak yang terjadi saat ini. Sehingga menurutnya perlu perubahan paradigma perlindungan anak.

“UU perlindungan anak sebelumnya belum responsif,  sehingga belum bisa memberikan perlindungan khusus. Pemda juga belum punya political will dalam membangun perlindungan anak di daerah,  baik dari segi APBD dan sumber daya manusia,” ujarnya saat paripurna.

Menurut Ledia,  perlu perbaikan pengorganisasin terhadap perlindungan anak dalam lintas sektor agar tidak terjadi tumpang tindih. Sehingga, perlindungan anak yang holistik, komprehensif dan terintegrasi baik dari daerah hingga pusat bisa dijalankan. Di dalam RUU ini juga dimasukkan aturan untuk memperkuat pemenuhan hak-hak anak yang sebelumnya hanya satu ayat menjadi dua ayat.

“Tambahan ayat ini memerinci hak anak walaupun ada pemisahan dengan orang tua. Hak anak misalnya seperti mendapatkan pengasuhan agar ada proses tumbuh kembang dan memperoleh pembiayaan hidup dari orang tuanya,” jelasnya.

Terkait hal ini, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari mengatakan perubahan UU diharapkan dapat terbentuk regulasi turunannya yang komprehensif dalam perlindungan anak.

Linda menambahkan anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Untuk itu, agar setiap anak kelak dapat memikul beban yang dijalani ketika dewasa, ia harus mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk berkembang secara fisik dan psikologi tanpa perlakuan diskriminatif. UU perlindungan anak telah mengatur beberapa hal diantaranya anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang berada dalam kondisi mengungsi, dan anak dalam situasi konflik dan bersenjata.

Ia menuturkan dalam pelaksanaannya UU perlindungan anak yang ada sebelumnya telah sejalan dengan amanat UUD. Hanya saja dalam perjalanannya UU ini belum dapat dilaksanakan secara efektif karena masih ada tumpang tindih. “Munculnya masalah itu seiring perkembangan jaman dimana dinamika cepat berubah, sementara peraturan tidak sesuai lagi. UU yang sudah ada sebelumnya sudah berjalan 12 tahun dan sudah seharusnya ada perubahan terhadap UU,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

BACA JUGA: