Peristiwa  kecelakaan di perlintasan kereta api yang terus terulang, seperti tragedi tabrakan kereta Commuter Line dengan truk tangki bahan bakar di perlintasan kereta Pondok Betung, Bintaro, Senin lalu  menggugah aktifis di Road Safety Association (RSA) Edo Rusyanto untuk menuliskannya. Ia pun menuliskan pandangannya atas peristiwa yang merenggut 6 nyawa, termasuk masinis kereta api di blognya Edo Rusyanto´s Traffic. Berikut tulisannya;

 Para pengguna jalan kembali diingatkan soal pedihnya kecelakaan lalu lintas jalan yang terkait kereta api (KA) atau kereta rel listrik (KRL). Tragedi memilukan itu terjadi Senin, 9 Desember 2013 pagi, saat kereta api bertabrakan dengan truk pengangkut bahan bakar. Korban tewas berjatuhan, korban luka-luka meradang. Indonesia berduka.

Apa persisnya yang memicu tragedi itu kita tunggu hasil investigasi pihak berwenang. Entah itu pihak kepolisian, PT KAI, maupun Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).

Pastinya, kembali kita dibukakan mata hati dan memori bahwa di perlintasan kereta api tersimpan potensi terjadinya kecelakaan. Apalagi, jika ada pengguna jalan yang nekat menerobos saat palang pintu KA sudah ditutup atau akan ditutup. Padahal, sudah terlalu banyak contoh-contoh memilukan saat pengendara kendaraan bermotor menerobos palang pintu perlintasan KA.

Bahkan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah melakukan investigasi terhadap 44 kecelakaan kereta api sejak 2007 hingga 2012. Seperti dilansir tempo.co, dari 44 kecelakaan kereta api yang diinvestigasi KNKT, ada 73 korban meninggal. Sedangkan 560 korban lainnya mengalami luka-luka.

Saking seriusnya soal kecelakaan di perlintasan kereta, Negara mengaturnya di dalam Undang Undang (UU) No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Dalam pasal 114 UU tersebut ditegaskan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain. Selain itu, mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.

Bagi para pelanggar, dalam pasal 296 digariskan sanksi yang bakal dijatuhkan, yakni penjara paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp 750 ribu.

Bagi kita para pesepeda motor, cara ampuh untuk mereduksi potensi kecelakaan hanyalah dengan mempertebal rasa sabar. Menunggu hingga semua kereta yang bakal melintas sudah lewat semua. Tak perlu menerabas palang perlintasan ketimbang apes dicium sang ular besi.

Di sisi lain, pemerintah selaku penanggung jawab keselamatan pengguna jalan, wajib menyediakan palang perlintasan. termasuk persinyalan dan petugas yang bisa mengingatkan agar pengguna jalan lebih waspada. Kalau perlu, dilakukan razia bagi para penerobos pintu perlintasan kereta api. Kan sudah ada payung hukumnya? 

 

Edo Rusyanto
http://edorusyanto.wordpress.com
- aktif di Road Safety Association (RSA) dan,
- Pendiri Oto Blogger Indonesia (OBI)

BACA JUGA: