Oleh: Atisa Praharini, SH, MH*)

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar. Seberapa kaya dan hebatnya seorang manusia, tidak berarti kehidupannya bila lingkungan dan tubuhnya tidak sehat. Sebagai salah satu hak asasi manusia yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh negara, jaminan menikmati kesehatan bagi setiap warga negara dalam suatu bangsa merupakan hal yang tidak bisa ditawar.

Bila melihat tujuan nasional bangsa Indonesia dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) khususnya tujuan yang kedua yaitu: "... memajukan kesejahteraan umum..", dapat dimaknai bahwa negara bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan, yang salah satunya adalah meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia.

Tujuan ini dipertegas di dalam Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945  yang menjamin hak warganya untuk sehat, yaitu: "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan".

Selain itu, Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: "Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak", juga dapat dimaknai bahwa negara menjamin tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan terhadap seluruh warga negara Indonesia baik yang berada di dalam maupun di luar negeri, di kota maupun hingga pelosok daerah.

Untuk mewujudkan hak warga negara tersebut, pemerintah berkewajiban menyediakan sarana/fasilitas pelayanan kesehatan sebagai tempat penyelenggaraan upaya kesehatan. Sejalan dengan semangat konstitusi, di dalam Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Saat ini, negara-negara di dunia mulai merasakan dampak pemanasan global (global warming) yang dibuktikan dengan berbagai perubahan iklim dan bencana alam. Perubahan iklim dan bencana alam yang secara ekstrim telah memicu meningkatnya berbagai kasus penyakit khususnya penyakit menular. Selain penyakit menular yang telah lama ada, penyakit menular baru juga menunjukan peningkatan sebagai akibat dari perubahan lingkungan.

Perubahan lingkungan hidup dapat mempengaruhi perubahan pola penyakit termasuk pola penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan membahayakan kesehatan masyarakat. Adanya kecenderungan terus meningkatnya penyakit menular di berbagai negara, seperti ebola, perlu diwaspadai oleh Indonesia karena di beberapa negara kawasan benua Afrika sempat menjadi wabah dan kini mulai menjangkiti beberapa negara di kawasan benua Eropa dan Amerika yang mengancam kesehatan dunia.

Pergerakan manusia antar negara yang berlangsung sangat cepat karena perkembangan teknologi transportasi saat ini berpotensi mempercepat penyebaran penyakit menular. Sebagai tindakan antisipasi, sejumlah bandar udara di berbagai negara kini menerapkan pemeriksaan kesehatan yang lebih ketat terhadap penumpang yang datang dari luar negeri khususnya dari negara yang pernah terjangkit wabah.

Mengingat seriusnya dampak yang ditimbulkan dari wabah akibat penyakit menular, membuat pemerintah di berbagai negara perlu mengambil langkah antisipasi sebagai upaya pelindungan bagi masyarakatnya termasuk di Indonesia. Pelindungan dimaksud termasuk pelindungan dalam aspek perundang-undangan sebagai landasan dalam menghadapi wabah penyakit menular. Dengan berubahnya sistem ketatanegaraan di Indonesia dan adanya beberapa produk legislasi yang terkait wabah, perlu dilihat apakah produk legislasi tersebut dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.


Peraturan Perundang-undangan terkait Wabah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (UU Wabah), definisi wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Wabah yang menimbulkan malapetaka dan menimpa umat manusia tetap merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup makhluk hidup.

Selain wabah membahayakan kesehatan manusia karena dapat mengakibatkan sakit, cacat, dan kematian, juga akan menghambat pelaksanaan pembangunan nasional. Maksud dan tujuan dari UU Wabah yakni untuk melindungi penduduk dari malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin, dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.

Beberapa uraian pokok pengaturan dalam UU Wabah, misalnya mengatur bahwa hanya menteri kesehatan yang dapat menetapkan jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Menteri kesehatan juga menetapkan dan mencabut status sebuah daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah. Adapun tata cara penetapan tersebut diatur dalam peraturan pemerintah.

Berdasarkan UU Wabah, upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis; pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat wabah; penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya penanggulangan lainnya.

Dalam UU Wabah, upaya penanggulangan wabah harus dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan melibatkan masyarakat secara aktif. Bahkan, bagi mereka yang mengalami kerugian harta benda yang diakibatkan oleh upaya penanggulangan wabah tersebut dapat diberikan ganti rugi. Begitupula kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah dapat diberikan penghargaan atas risiko yang ditanggung karena pada dasarnya pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya penanggulangan wabah secara maksimal.

Pengaturan lain dalam UU Wabah yaitu mengatur bahwa bagi siapa saja yang mempunyai tanggung jawab dalam lingkungan tertentu serta  mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit menular, wajib melaporkan kepada Kepala Desa atau Lurah dan/atau Kepala Unit Kesehatan terdekat dalam waktu secepatnya.

Selanjutnya, bagi Kepala Wilayah/Daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah di wilayahnya atau adanya tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya.

Dalam UU Wabah juga diatur ketentuan pidana yakni bagi siapa saja baik yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah maupun bagi yang disebabkan kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah akan diberikan hukuman pidana penjara dan/atau denda.

Begitu pula bagi setiap orang yang  dengan sengaja mengelola secara tidak benar bahan-bahan sebagaimana diatur dalam UU Wabah sehingga menimbulkan wabah dapat dikenakan hukuman pidana atau denda. Apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh suatu badan hukum maka diancam dengan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.

Selain UU Wabah, pengaturan mengenai wabah penyakit menular diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1501/MENKES/PER/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya (Permenkes No. 1501/2010).

Permenkes tersebut antara lain mengatur penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah berikut tata cara penemuannya, upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB/wabah) termasuk penetapan daerah KLB dan daerah wabah berikut upaya penanggulangannya, pelaporan termasuk tata cara teknis pelaporannya, sumber daya (pendanaan, ketenagaan, serta sarana dan prasarana), dan pembinaan dan pengawasan terhadap penanggulangan KLB/wabah.

Selain UU Wabah beserta peraturan dibawahnya, peraturan lainnya terkait wabah penyakit menular diantaranya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut (UU Karantina Laut), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara (UU Karantina Udara), dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). UU Karantina Laut bertujuan menolak dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina dengan kapal, sedangkan UU Karantina Udara bertujuan menolak dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina dengan pesawat udara.

Adapun dalam UU Kesehatan, pengaturan penyakit menular diatur dalam bagian khusus mengenai penyakit menular yang memerintahkan kepada pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya.

Permasalahan dan Harapan

Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut memang setidaknya dapat memberikan dasar hukum dalam penanganan penyakit menular. Namun, apakah pengaturan atau materi muatan dalam peraturan perundangan tersebut sudah cukup signifikan bila kejadian yang terburuk wabah penyakit menular akut seperti penyakit ebola yang saat ini sedang merebak di berbagai belahan dunia, terjadi di Indonesia?

Selain dalam UU Kesehatan, bila dilihat secara menyeluruh maka paradigma sebagian besar pengaturan tersebut lebih terfokus pada setelah kejadian dan pada upaya pengobatan, dibandingkan pada sebelum kejadian dan upaya pencegahan preventif.

Misalnya, UU Wabah dan Permenkes No. 1501/2010 cenderung menekankan upaya penanggulangan KLB/wabah sehingga terlihat substansi pengaturan dalam kedua peraturan ini belum sesuai dengan paradigma kesehatan untuk proaktif dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah risiko terjadinya penyakit dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku, dan kewaspadaan dini.

Selain itu, kedua peraturan tersebut belum mengatur mengenai bentuk koordinasi antar instansi bila terjadi wabah. Dalam peraturan yang ada juga belum tergambar bagaimana solusi dalam menghadapi hambatan operasional yang sering terjadi di lapangan, seperti pembagian peran setiap pemangku kepentingan selain menteri kesehatan.

Misalnya apa saja peran sektor perhubungan, apakah terbatas melakukan deteksi dini, menyiapkan informasi cuaca/meteorologi, serta merencanakan kebutuhan transportasi dan komunikasi bila terjadi wabah. Begitupula dengan sektor keuangan, seperti penyiapan anggaran kegiatan penanggulangan wabah penyakit menular baik pada masa sebelum bencana maupun pada masa setelah bencana.


Upaya pencegahan yang dilakukan secara dini dan berkesinambungan belum banyak mendapat penekanan dalam peraturan perundangan yang ada. Padahal, persiapan menghadapi wabah penyakit menular harus dilakukan secara dini dan berkesinambungan.

Pelajaran antisipasi dan pemberantasan penyakit menular dapat dipelajari dari berbagai kasus wabah penyakit menular yang sering terjadi seperti penyakit demam berdarah, malaria, dan sebagainya. Masalah penanganan wabah penyakit demam berdarah dapat menjadi salah satu potret gambaran penanganan wabah penyakit menular.

Implementasi kebijakan wabah penyakit menular juga dipengaruhi oleh kebiasaan atau pola hidup masyarakat dan kebijakan desentralisasi kewenangan pengelolaan pembangunan di berbagai daerah. Koordinasi antara pusat dan daerah  belum dilandasi oleh kebijakan operasional yang jelas mengenai pembagian kewenangan dan tanggung jawab masing-masing.

Selama ini sistem pengelolaan program penanganan penyakit menular memang masih didominasi pusat karena seringkali standar operasional prosedur (SOP) dan peraturan yang sudah ada di setiap pelayanan kesehatan di daerah belum operasional. Akan tetapi, meskipun kondisi sarana dan prasarana untuk kegiatan penyakit menular saat ini belum selalu memadai, hal tersebut dapat diperbaiki ketika sistem sudah berjalan dengan baik.

Selain itu, melalui perbaikan instrumen hukum yang ada terkait wabah penyakit menular ini, diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ketepatan dan kelengkapan data dari kabupaten/kota secara berjenjang sehingga terjadinya wabah penyakit menular dapat diprediksi sedini mungkin untuk kewaspadaan. Begitu pula bagi provinsi yang selama ini belum memberikan peringatan ke kabupaten bila terjadi keterlambatan atau ketidaklengkapan data, harus segera menyiapkan mekanisme tersebut.  

Dengan semakin dinamisnya pergerakan manusia dan perpindahan barang antar negara, perubahan iklim, perubahan gaya hidup manusia, dan kerentanan masyarakat global terhadap kemungkinan munculnya berbagai jenis penyakit baru, keberadaan peraturan perundang-perundangan yang ada untuk mengatasi kondisi kekinian bila terjadi wabah penyakit menular, masih lemah. Mengingat potensi kejadian wabah penyakit menular yang mungkin terjadi, mau tidak mau Indonesia harus tetap waspada dan mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menghadapi ancaman tersebut.

Salah satu alat esensial yang perlu dipersiapkan oleh suatu negara adalah melalui peraturan sebagai dasar bertindak bagi pemerintah agar penyakit menular yang sangat berbahaya tidak masuk ke wilayah Indonesia dan sebagai dasar bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk berbagi peran ketika sebelum dan sesudah wabah penyakit menular itu datang.  

Sistem perencanaan dan penanganan yang komprehensif melalui peraturan perundang-undangan harus segera disusun. Peraturan kekinian yang komprehensif diharapkan akan meningkatkan koordinasi antar pemanggu kepentingan terkait dalam berbagai tingkatan pencegahan dan penanganan wabah yang harus diimbangi dengan percepatan penyusunan kebijakan operasional terkait koordinasi tersebut yang mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan  pelaporan.

Tindak cepat dalam menyusun peraturan yang komprehensif tersebut mutlak diperlukan sebagai upaya pencegahan masuknya penyakit menular yang berpotensi menjadi wabah dan sebagai upaya penanggulangan apabila wabah penyakit menular tersebut menjangkiti wilayah Indonesia. Kelemahan peraturan jangan sampai dijadikan dalih keterlambatan suatu tindakan pencegahan atau penanggulangan wabah penyakit menular.

Artinya jangan sampai baru bertindak ketika terjadi kasus dan semuanya telah terlambat karena dua ratus juta lebih warga negara Indonesia menjadi taruhannya.

*) Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang Bidang Kesra di Sekretariat Jenderal DPR RI.

BACA JUGA: