Oleh: A’an Efendi*)

"It seems nearly impossible to escape plastic in our everyday lives, doesn’t it? And we can’t escape plastic pollution, either". (Ecowatch)

Plastik. Ya, siapa yang tidak tahu dan tidak butuh yang namanya plastik? Manusia sejak masih bayi sudah bersentuhan dan menunjukkan gejala akan ketergantungan terhadap plastik. Botol susu bayi terbuat dari plastik begitu pun plastik menjadi bahan untuk kereta bayi (stroller) meskipun ada yang dari aluminium atau besi atau kombinasinya. Sabun dan sampo bayi semuanya terkemas dalam botol yang dibuat dari plastik.

Beranjak usia anak-anak, plastik kian menunjukkan dominasinya. Mainan anak-anak sebagian besar kalau tidak ingin dikatakan seluruhnya berasal dari bahan plastik. Kebersamaan manusia dengan plastik terus berlanjut sampai dengan usia sekolah. Saat bel “berteriak” pertanda selesainya separuh waktu belajar di sekolah maka berbondong-bondong murid menyerbu kantin atau penjaja makanan di sekitar sekolah mencari sesuatu untuk mengisi perutnya atau sekedar melepas dahaganya. Lagi-lagi plastik yang membungkus si pengganjal perut dan si pelepas dahaga itu.

Pada saat kita sudah bekerja, plastik semakin menampakkan peran pentingnya yang tak mungkin terbantahkan. Sepeda motor dan mobil yang memudahkan kita sampai ke tempat kerja sebagian besar tersusun dari bahan-bahan yang terbuat dari plastik. Helm yang melindungi kepala kita saat berkendara pun asalnya dari plastik. Ketergantungan pada plastik berlanjut saat kita beraktivitas di tempat kerja. Komputer atau laptop, papan ketik komputer (keyboard) dan tetikus (mouse) semuanya terbuat dari plastik.

Peran vital plastik lagi-lagi tidak bisa terelakkan saat manusia harus berkomunikasi dengan sesamanya yang berjauhan jarak. Ya, telepon genggam atau blackberry dan semacamnya sebagian besar komponennya terbuat dari plastik.

Ketika usai bekerja dan kita pulang ke rumah, lagi-lagi aktivitas kita tidak bisa untuk tidak bersentuhan dengan si plastik. Bersantai di ruang tamu sekedar menonton televisi maka di situ plastik kita butuhkan. Ya, bukankah televisi itu materinya banyak berasal dari bahan plastik dan tentu saja si remote control yang memudahkan kita menggonta-ganti chanel sesuai selera kita. Belum lagi kalau udara panas maka kipas angin kita nyalakan dan kipas angin itu pun plastik.

Televisi dan kipas angin itu akan hidup bila terhubung dengan listrik dan itu perlu kabel, colokan listrik (steker) dan socket. Semua itu dibuat dari plastik. Kini bergeser ke ruang makan. Meskipun tidak semuanya tetapi banyak dari kita yang menggunakan piring atau gelas plastik. Tentu pula si galon air yang tidak terbantahkan kalau itu plastik. Bergerak ke kamar mandi maka di situ ada sabun, sampo, dan pasta gigi yang semuanya dikemas dalam wadah-wadah botol plastik. Masih ada sikat gigi dan gayung yang tentu semua orang sudah tahu kalau itu plastik.

Ketika kita harus ke supermarket atau minimarket atau pun pasar tradisional untuk membeli sembako maka 100 persen bahan-bahan itu dibungkus dengan plastik. Untuk memudahkan kita membawa pulang bahan-bahan yang sudah terkemas dalam plastik itu pun dimasukkan dalam tas plastik.

Saat kita jatuh sakit pun plastik memiliki andil sangat penting untuk kesembuhan kita. Infus dan alat suntik sebagai alat untuk proses penyembuhan semuanya terbuat dari plastik. Obat yang kita minum, baik pil, serbuk, sirup, semuanya dikemas dalam bahan plastik. Pada saat manusia meninggal dunia pun ternyata belum putus hubungan dengan plastik. Air minum yang disuguhkan untuk orang-orang tahlilan yang mendoakan si jenazah terkemas dalam gelas atau botol plastik dan berkat setelah tahlilan pun dibungkus dalam plastik.

Tinggginya tingkat ketergantungan manusia pada plastik berimbas pada begitu melimpahnya sampah plastik. Situs berita online www.independent.co.uk pada 12 Februari 2015 memberitakan bahwa sampai 2010 sebanyak 8 juta ton sampah plastik pembungkus makanan dan botol plastik dibuang ke lautan dan jumlah itu akan naik sepuluh kali lipat pada 2020. Sementara itu situs berita online www.telegraph.co.uk pada 13 Februari 2015 melansir berita yang berjudul "Dunia dibanjiri oleh sampah plastik" yang menyebutkan bahwa jumlah produksi plastik naik 4 persen menjadi 299 juta ton pada tahun lalu dan itu telah melebihi kemampuan kita berurusan dengan sampah plastik.

Situs berita online lainnya, www.cbc.ca pada tanggal 12 Februari 2015 mewartakan bahwa 4-12 juta ton sampah plastik tiap tahunnya dibuang ke lautan oleh negara-negara pantai (coastal countries). Dari hasil penelitian oleh ilmuwan pada the University of California Santa Barbara’s National Centre for Ecological Analysis and Synthesis ditemukan 192 negara pantai pada 2010 dan bagaimana mereka mengelola sampah plastiknya. Penelitian itu menemukan 20 negara yang bertanggung jawab atas 83 persen sampah plastik karena salah kelola (mismanaged) sampah plastiknya yaitu China, Indonesia, Filipina, Vietnam, Sri Lanka, Thailand, Mesir, Malaysia, Nigeria, Bangladesh, Afrika Selatan, India, Aljazair, Turki, Pakistan, Brazil, Burma, Maroko, Korea Utara, dan Amerika Serikat.

Sampah plastik yang telah dilepas ke lingkungan secara perlahan akan merusak dan membinasakan bagian terkecil dari proses alam, bakteri, dan lain-lain. Plastik mengandung bahan-bahan aditif beracun seperti flame retardant (bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan produk perdagangan dan konsumsi agar mudah dibakar setelah menjadi sampah), antimicrobials (zat pembunuh mikroorganisme), dan plasticizers (zat tambahan untuk pembuatan bahan-bahan yang lentur dan bisa mencair) yang dapat menggangu sistem kelenjar endokrin yaitu sistem yang menyeimbangkan hormon dan kelenjar yang mempengaruhi hampir setiap organ dan sel dalam tubuh manusia dan hewan (Laura Beans, www.ecowatch.com, 6/8/13).

The Government of Prince Edward Island Canada dalam situs resminya www.gov.pe.ca yang update terakhir 13 Februari 2014 telah memperingatkan bahaya pembakaran sampah plastik karena dapat menghasilkan zat kimia dioxins and furans (nama umum untuk zat kimia beracun yang ditemukan pada bagian lingkungan seperti air, udara atau tanah, dan ditemukan pula pada makanan) yang dapat menyebabkan penyakit kanker atau gangguan hati; pernafasan; pelemahan sistem kekebalan tubuh, sistem repoduksi, dan sistem kelenjar endokrin; dan mempengaruhi sitem saraf.

Ya, Kita sudah terlanjur bergantung pada plastik dan sangat sulit untuk lepas dari ketergantungan itu kalau tidak ingin dikatakan tidak mungkin. Jalan yang dapat kita tempuh adalah mengurangi jumlah plastik yang kita gunakan. Gunakan tas kain yang dapat dipakai berulang-ulang saat belanja untuk mengurangi jumlah sampah plastik yang akan kita hasilkan.

Plastik yang telah menjadi sampah jangan mudah dibuang ke lingkungan tetapi kita daur ulang menjadi barang-barang yang memiliki nilai ekonomis dan itu sekaligus tindakan penyelamatan lingkungan yang nyata. Jangan sampai plastik yang selama ini telah membungkus makanan dan minuman yang kita nikmati pada akhirnya "membungkus" bumi kita yang itu artinya sama dengan "membungkus" hidup kita. Selamat hari bumi, save our earth!

*)Penulis adalah mahasiswa program doktoral Universitas Airlangga.

BACA JUGA: