Oleh: Yusri Usman *)

Kinerja Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) yang diketuai Faisal Basri patut dipertanyakan. Pasalnya banyak pernyataan Faisal kepada publik terkait Petral, yang ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya. Pernyataan-pernyataan Faisal Basri bahwa Petral sarang mafia, ada saham keluarga Cendana di dalamnya, dan lain-lain, malah mengaburkan fakta sebenarnya terkait Petral.

Padahal sebelumnya, pada tanggal 2 Desember 2014, Faisal Basri sudah berdialog dengan Simson Panjaitan sebagai Head of Finances & Risk General Affairs dari Petral Energy Services Ltd (PES) Singapore di kampus Universitas Proklamasi di Yogyakarta yang juga dihadiri penulis. Dalam kesempatan itu, secara detail Simson Panjaitan menguraikan proses bisnis yang selama ini di jalankan oleh Petral Singapore termasuk mendapat kemudahan pajak, fasilitas Perbankan  yang mampu mengeluarkan fasilitas LC per hari US$80 juta s/d US$100 juta dari lembaga Bank yang mempunyai rating A dikalangan Bisnis Perminyakan Dunia.

Dalam kesempatan itu, Simon juga menjabarkan, secara rutin berkala keuangan Petral diaudit oleh akuntan publik yang memiliki reputasi di dunia seperti Ernest & Young, KPMG, PWC dan Deloitte. Selain itu rutin juga di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta dua direksi Pertamina duduk sebagai komisaris di Petral Singapore yaitu Budi Luhur Djatmiko dan Crisna Damyanto.

Disamping itu juga dijelaskan detail hubungan mekanisme kerja dengan Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina. Ternyata terungkap, semua perintah soal impor minyak mentah dan BBM menyangkut jenis volume dan harga perkiraan (Owner Estimated) serta jadwal suplai, semuanya di bawah kendali ISC Pertamina. Jadi prakteknya setiap tender Petral hanya berfungsi mengundang dan merekapitulasikan dan mengusulkan ke ISC untuk dievaluasi mengikuti General Term Condition (GTC) sebagai standard prosedur yang baku.

Hasil evaluasi tersebutlah ditentukan apakah ditunjuk sebagai pemenang pelaksana atau retender, semua di putuskan oleh ISC, setelah itu Petral akan membuat kontrak dengan National Oil Company (NOC), refinery (Kilang), dan produsen (lihat bagan proses kerja antara PES –ISC dengan rekanan terlampir).

Nah mungkin pada faktanya statemen yang telah terlanjur diumbar di ruang publik tersebut berbeda dengan kenyataan yang ada. Khususnya pada saat penjelasan resmi dari Pertamina Petral di hadapan TRTKM di gedung Kementerian ESDM  pada tanggal 17 Desember 2014. Usai pertemuan itu, malahan keluar statemen baru dari Faisal Basri Cs bahwa impor BBM lebih murah dibanding kalau diolah di kilang milik Pertamina.

Sejak awal saya sudah mengkritisi tim TRTKM Faisal Basri ini agar bekerja lebih profesional. Artinya jangan banyak umbar bicara sebelum memiliki fakta-data yang valid dan mengandung kebenaran yang sudah di verifikasikan ke pihak terkait. Jangan seperti istilah NATO (No Action Talk Only).

Atau seperti yang saya duga sejak awal tim ini keliatan seperti macan tulen ternyata menjadi macan sirkus atau ayam jago menjadi ayam sayur. Diduga fakta-fakta yang sempat diumbar ke publik tersebut bersumber dari saudara Daniel Purba yang juga anggota tim TRTKM Faisal Basri  yang adalah "anak emas" dari Ari Sumarno.

Karena pada saat Ari Sumarno jadi Managing Director Petral Singapore pada tahun 2003- Agustus 2004, Daniel Purba adalah sebagai wakilnya (VP). Dan sewaktu Pak Ari Sumarno menjadi Dirut Pertamina, maka dibentuklah pada bulan September 2008 Badan Integrated Supply Chain dan yang penuh kontroversi karena diprotes beberapa para komisaris Pertamina seperti Umar Said, Mayzar Rahman, dan M Abdoh.

Saat itu, ditunjuklah Sudirman Said sebagai SVP ISC Pertamina serta VP-nya adalah Daniel Purba. Dan setelah badan tersebut terbentuk untuk mengambil alih fungsi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran dalam mengimpor minyak mentah dan BBM, terjadi kesalahan kebijakan yang menyebabkan kelebihan pasokan solar dan avtur saat itu yang menurut Tim Pansus BBM DPR RI, Dahlan Nizar dari komisi VII ada kerugian Pertamina yaitu menyewa tanker sebesar US$900 ribu per bulan untuk menampung kelebihan pasokan dan harus membayar tenaga ahli sebesar US$15 juta yang di bebankan kepada ISC Pertamina.

Itulah sebabnya keterangan Ibu Karen Agustiawan di Gedung KPK pada tanggal 19 Maret 2009, Sudirman Said akan di copot dari jabatannya. Akan tetapi, dalam beberapa forum khususnya di Yogyakarta atas pertanyaan saya soal keterangan Bu Karen di atas, Faisal Basri membela dengan mengatakan Sudirman Said dicopot dari jabatan ISC karena ditelepon oleh seorang menteri, bukan karena kesalahan kebijakan tersebut.

Jika memang begitu, sudah sewajarnya kalau memang benar ada intervensi dari seorang menteri pada saat itu, maka Faisal Basri harus menyebutkan siapakah nama Menteri tersebut, karena pada saat kejadian tersebut posisi Menteri BUMN dijabat oleh Sofyan Jalil dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Seharusnya Daniel Purba yang selalu dipuji sebagai orang paling jujur oleh Faisal Basri di dalam forum dialog di Yogya, juga bicaralah yang jujur juga dengan hati nurasi soal proses bisnis di petral sejak tahun 2004 sampai dengan dia menduduki posisi VP ISC tahun 2008 s/d 2009.

Termasuk antara lain penjualan greencoke 300.000 mt melalui Paramount Petrol dan Orion oil (Post Box Company) dan terus melalui Mitsubishi dan Thyssen baru kemudian dijual ke pembeli akhir SSM di Eropa dan Xijiang di China. Dugaan kerugian Pertamina akibat proses ini sebesar sekitar US$2,4 juta akibat tidak langsung ke pembeli akhir.

Begitu juga dengan proses pembelian minyak mentah Sarir dari NOC Sudan dan Champion dari NOC Brunai Shell periode tahun 2006 sd 2008 yang awalnya berhubungan langsung dengan Petral Pertamina. Akan tetapi ditengah jalan sebahagian besar dijalankan oleh trader Concord Energy Pte Ltd dan termasuk juga soal minyak mentah Zatapi, yang dari copy dokumen hasil temuan BPK RI yang sudah beredar luas tergambar ratusan miliar rupiah kerugian Pertamina akibat proses ini.

*) Penulis adalah pegamat kebijakan migas

BACA JUGA: