Oleh: Yeni Handayani, S.H., M.H. *)

Dalih kebebasan berekspresi dan berpendapat memang melenakan. Karena dalih itu, banyak orang terpeleset dan harus berurusan dengan aparat hukum. Meski terkadang pihak kepolisian kerap terasa berlebihan menyikapi keberatan pihak lain terkait kebebasan berekspresi, namun tak bisa dipungkiri bahwa kebebasan berpendapat itu juga diimplementasikan secara berlebihan oleh masyarakat.

Seperti yang dilakukan penyanyi dangdut Zaskia Gotik saat menjadi bintang tamu program Dahsyat di sebuah televisi swasta nasional, Selasa (15/3) lalu. Hari itu, Zaskia mengikuti salah satu segmen "Cerdas Cermat" dalam program Dahsyat. Pembawa acara sekaligus komedian Denny Cagur bertanya tentang lambang sila kelima Pancasila. Dengan maksud melucu, Zaskia menjawab, "bebek nungging." Pada sesi yang sama sebelumnya, Zaskia menyebut Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah "setelah azan Subuh tanggal 32 Agustus".

Penyanyi dangdut Zaskia Gotik mengaku saat ini sedang syok berat, lantaran dirinya dilaporkan oleh sejumlah ormas dan anggota DPD RI, Fahira Idris terkait candaannya soal Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang pernah dilontarkan beberapa waktu lalu di stasiun televisi nasional Indonesia. "Kalau saya pribadi sih belum mendengar secara lengkap tentang laporan itu. Yang pasti dari kemaren Eneng (Zaskia) sudah syok," tutur Darma, manager Zaskia Gotik seperti dikutip dari poskotanews.com.

Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Hal tersebut ditegaskan kembali dalam angka 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, yang menyatakan bahwa Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang Negara Garuda Pancasila merupakan jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Simbol tersebut menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pancasila merupakan way of life yang dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktifitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang. Ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindak/perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila sebagai weltanschauung selalu merupakan suatu kesatuan, tidak bisa dipisah-pisahkan satu dengan yang lain.

Keseluruhan sila di dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis. Pancasila yang harus dihayati adalah Pancasila sebagaimana tercantum didalam Pembukaan UUD Tahun 1945. Dengan demikian, jiwa keagamaan sebagai manifestasi/perwujudan dari sila ketuhanan yang maha esa, jiwa yang berperikemanusiaan sebagai manifestasi/perwujudan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab, jiwa kebangsaan sebagai manifestasi/perwujudan dari sila persatuan Indonesia, jiwa kerakyatan sebagai manifestasi/perwujudan dari sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial sebagai manifestasi/perwujudan dari sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia selalu terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak/perbuatan serta sikap hidup seluruh Bangsa Indonesia.

Berkenaan dengan penghormatan terhadap Lambang Negara Garuda Pancasila, dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur mengenai larangan bagi setiap orang untuk:
a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Terhadap pelanggaran atas larangan tersebut dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dinyatakan bahwa setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Selanjutnya seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang: a. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini. (Pasal 69 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan).

Dari pemidanaan yang dikenakan kepada setiap orang, terdapat perbedaan penjatuhan pidana. Penjatuhan pidana yang tercantum dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan jauh lebih berat dibandingkan dengan penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 69. Terlihat bahwa perbuatan setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 57 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan menimbulkan dampak yang lebih signifikan terkait dengan kehormatan dan martabat lambang negara, daripada perbuatan yang diatur dalam Pasal 57 huruf b, huruf c, dan huruf d. Sebagai warga negara Indonesia wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara.

Selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, larangan pelecehan dan merendahkan kehormatan lambang negara juga diatur dalam Pasal 154 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa barang siapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan Lambang Negara Republik Indonesia, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau pidana denda setinggi-tingginya tiga ribu rupiah. Menurut R Soesilo, makna menodai dalam tindak pidana tersebut adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghina. Di dalam KUHP sendiri tidak terdapat penjelasan mengenai apa yang disebut dengan menodai.

Berkenaan dengan penayangan program acara yang menjadi masalah dalam kasus artis Zaskia Gotik sebagaimana disebutkan diatas, di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dinyatakan bahwa siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. Isi siaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. (Pasal 35 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran).

Selain itu, isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. {Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran}. Berkenaan dengan pelanggaran terhadap isi siaran, Komisi Penyiaran Indonesia sebagai pihak yang diberi wewenang melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, apabila terbukti telah terjadi pelanggaran terhadap isi siaran sebagaimana juga diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia, diharapkan Komisi Penyiaran Indonesia dapat menjatuhkan sanksi kepada lembaga penyiaran yang menayangkan program acara tersebut.

Lambang negara bukan hanya sekadar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia. Turunnya nilai-nilai luhur dan budaya bangsa yang terjadi di era globalisasi ini ditengarai karena lunturnya semangat dan pengamalan anak bangsa akan nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara harus menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Nilai-nilai Pancasila baik sebagai ideologi dan dasar negara sampai hari ini tetap kokoh menjadi landasan dalam bernegara. Pancasila juga tetap tercantum dalam konstitusi negara meskipun beberapa kali mengalami pergantian dan perubahan konstitusi. Ini menunjukkan bahwa Pancasila merupakan konsensus nasional dan dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat Indonesia. Pancasila terbukti mampu memberi kekuatan kepada bangsa Indonesia, sehingga perlu dimaknai, direnungkan, dan diingat oleh seluruh komponen bangsa. Sudah saatnya untuk kemudian mensosialisasikan dan menanamkan kembali pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat, agar dikemudian hari jangan sampai terjadi lagi pelecehan terhadap kehormatan dan martabat lambang negara.

*) Penulis adalah Perancang Peraturan Perundang-Undangan DPR RI

 

 

BACA JUGA: