Oleh: A’an Efendi

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya

Anda yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum atau paling tidak pernah mengenyam kuliah di fakultas hukum dan sudah mengambil mata kuliah hukum administrasi tentu tidak asing kalau saya sebut asas-asas hukum semacam asas legalitas, asas tiada wewenang tanpa pertanggungjawaban, asas praduga rechtmatig, atau asas contrarius actus. Tetapi, bagaimana dengan asas diam itu menolak atau asas diam itu mengabulkan? Wajar kalau ada yang belum tahu karena sepanjang buku-buku teks hukum administrasi yang saya baca belum ada yang mengulasnya. Mungkin ada pembaca yang telah lebih banyak membaca buku menemukan asas itu.

Asas itu ada dan menjadi dasar lahirnya norma dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dua kali masing-masing pada 2004 dan 2009. Pasal yang terdiri atas 3 ayat itu pada intinya mengatur bahwa badan atau pejabat pemerintahan yang tidak mengeluarkan keputusan padahal itu menjadi kewajibannya maka dianggap sama dengan mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan atas keputusan yang domohonkan kepadanya. Keputusan penolakan itu ada setelah melewati tenggang waktu keputusan harus dikeluarkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku atau telah melewati waktu empat bulan jika tidak ditentukan tenggang waktunya oleh peraturan perundang-undangan.

Asas diam berarti menolak menjadi meta norma bagi Pasal 3 yang artinya menjadi asal-muasal adanya norma dalam Pasal 3 tersebut. Contoh lain dari asas hukum misalnya asas tidak seorang pun boleh menikmati kebendaan kepunyaan orang lain tanpa perkenan dari pemiliknya. Dari asas hukum ini telah dilahirkan banyak norma hukum seperti norma larangan mencuri, menggelapkan, menipu, berbuat curang dalam aktivitas bisnis, dan lainnya. Keberadaan asas-asas hukum itu harus dipahami dengan baik supaya tidak menghasilkan norma yang keliru dalam peraturan perundang-undangan.

Asas diam berarti menolak memiliki makna bahwa sikap diam dari badan atau pejabat pemerintahan atas suatu permohonan kepadanya untuk menerbitkan keputusan setelah lewatnya waktu seharusnya keputusan itu diambil maka itu sama dengan menolak permohonan. Penolakan permohonan itu dianggap sama dengan memberikan keputusan yang berisi penolakan. Sikap pasif atau tidak menanggapi dari badan atau pejabat pemerintahan atas suatu permohonan yang diterimanya berarti itu menolak permohonan.

Mudahnya, misalnya jika anda memohon untuk diterbitkan keputusan oleh badan atau pejabat pemerintahan dan sesuai aturan yang ada dalam jangka waktu tujuh hari kerja sudah harus diberikan keputusan dan ternyata badan atau pejabat pemerintahan tersebut diam saja atau tidak menanggapi permohonan anda maka itu berarti permohonan anda ditolak. Jika tidak ada ketentuan tentang tenggang waktu maka tenggang waktu adalah empat bulan sebagaimana UU UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Diamnya badan atau pejabat pemerintahan itu dapat anda gugat di pengadilan tata usaha negara yang tujuannya agar hakim menerbitkan putusan yang isinya memerintahkan badan atau pejabat pemerintahan dimaksud menerbitkan keputusan sesuai yang anda mohon.

Asas diam berarti menolak ini sesungguhnya telah dikenal dan berlaku umum dalam masyarakat. Jika anda mengajukan lamaran kerja pada suatu perusahaan dan tidak ada tanggapan atas lamaran yang anda kirim maka itu artinya perusahaan tersebut telah menolak lamaran anda. Seorang dosen yang mengajukan naskah buku kepada penerbit untuk diterbitkan dan penerbit bersikap pasif terhadap pengajuan naskah buku tersebut maka naskah buku dosen tersebut telah ditolak untuk diterbitkan oleh penerbit.

Dalam perkembangan berikutnya dalam berbagai peraturan perundang-undangan muncul asas baru yang sangat bertolak belakang dengan asas diam berarti menolak yaitu asas diam berarti mengabulkan. Sikap pasif badan atau pejabat pemerintahan atas suatu permohonan yang diterimanya dianggap telah mengabulkan permohonan tersebut setelah habisnya jangka waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Asas diam berarti menolak dapat ditemukan dalam Pasal 10 PP No. 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Pasal 104, 163, dan 165 UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pasal 3 PP No.18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Pasal 72 Perda Provinsi Jawa Timur No. 1 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah, dan yang terbaru Pasal 53 UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Jadi, asas diam berarti menolak dengan asas diam berarti mengabulkan berasal dari sebab yang sama yaitu sikap diam atau pasif badan atau pejabat pemerintahan atas permohonan penerbitan keputusan yang diterimanya tetapi membuahkan hasil yang berbeda. Yang pertama berarti menolak permohonan yang itu sama dengan keputusan penolakan dan yang kedua menerima permohonan yang berarti sama dengan keputusan mengabulkan apa yang diminta oleh pemohon keputusan.

Bila keduanya dipersandingkan, manakah yang lebih tepat menjadi dasar pijakan hukum administrasi kita. Dengan berbagai macam pertimbangan, asas diam berarti mengabulkan menurut saya sulit diterima. Pertama, bagi badan atau pejabat pemerintahan yang menerima permohonan wajib untuk memberikan keputusan atas permohonan yang diterimanya tersebut. Oleh karena itu, ia harus memeriksa kelengkapan persyaratan yang diajukan pemohon (dokumen-dokumen, prosedur, tenggang waktu, dan lain-lain) apakah sudah terpenuhi atau belum.

Jika persyaratan sudah lengkap diterbitkan keputusan yang mengabulkan permohonan atau jika belum lengkap dapat mengeluarkan surat yang memerintahkan untuk melengkapi persyaratan atau keputusan menolak permohonan karena tidak memenuhi sama sekali persyaratan yang telah ditetapkan. Jadi, kalau diam sama dengan mengabulkan maka dapat saja bagi badan atau pejabat pemerintahan tersebut sengaja atau lalai tidak memeriksa permohonan dan kemudian bersikap diam dan itu sama dengan mengabulkan.

Bagimana jika sudah terjadi seperti itu dan ternyata permohonan tidak dilengkapi persyaratan sama sekali? Kedua, jika yang berlaku adalah asas diam berarti mengabulkan, maka apa yang dikabulkan? Apakah sebagian atau seluruhnya? (misalnya pemohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau retribusi sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah).

Ketiga, bagi pemohon keputusan dapat saja ia sengaja tidak melengkapi persyaratan atas permohonannya (karena tidak memiliki persyaratan yang diwajibkan) dan ia berharap badan atau pejabat pemerintahan yang menerima permohonannya tidak memberikan tanggapan sampai lewatnya jangka waktu dan itu sama dengan permohonannya sudah dikabulkan. Keempat, asas diam berarti mengabulkan dapat dijadikan alat persekongkolan antara pemohon dengan badan atau pejabat pemerintahan yang menerima permohonan.

Misalnya, pemohon memberikan sejumlah uang kepada badan atau pejabat pemerintahan karena permohonannya tidak dilengkapi dengan persyaratan dan ia meminta badan atau pejabat pemerintahan tersebut untuk diam sampai tenggang waktu habis dan itu berarti permohonannya dikabulkan.

Jadi, jika badan atau pejabat pemerintahan diam atau bersikap pasif atas permohonan keputusan yang anda ajukan maka itu berarti sama dengan telah menolak permohonan anda dan bukan mengabulkan apa yang anda minta.

BACA JUGA: