Bau asam menyeruak tajam dari balik salah satu ruang bawah tanah Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail.  Disinilah Budi Ismanto, 38 tahun sibuk memilah dan meneliti satu per satu bagian adegan dalam rol film yang tersimpan di dalam kaleng. "Harus teliti melihat mana bagian film yang tergores atau bahkan rusak," kata Budi kepada gresnews.com di sela-sela kesibukannya.

Budi bercerita dirinya sudah sejak awal tahun 1997 bekerja sebagai perawat film-film lama di Sinematek. "Awalnya cleaning service, terus masuk ke bagian data kemudian pindah ke bagian foto dan poster, sampe sekarang ngurusi rol-rol film lama," ujar ayah dua anak ini menceritakan perjalanan karirnya.

Dalam sehari, Budi bersama seorang rekannya biasanya melakukan perawatan 2 judul film dengan jam kerja mulai pukul 9 pagi hingga 4 sore. "Satu judul bisa 4 kaleng rol, gak ditargetin karena kan kita kerja di lingkungan dengan bahan kimia cairan pengawet film jadi harus jaga kondisi juga," ujarnya.

Budi memiliki tugas rutin memeriksa kondisi koleksi film baru yang akan masuk ke gudang dan secara berkala mengecek kondisi koleksi-koleksi film yang sudah lama tersimpan dalam ruangan yang kondisinya dijaga agar tetap stabil pada suhu sembilan derajat Celcius sampai 12 derajat Celcius serta kelembaban antara 45 persen dan 65 persen.

Sementara jika menemui film yang kondisi sedikit lengket atau membutuhkan pembersihan akan dibersihkan menggunakan cairan 1,1,1-trichloroethane atau TCE, baru disimpan kembali. Sedang film-film yang kondisinya masih bagus paling diputar balik gulungan pitanya, lalu disimpan lagi di gudang dingin, tempat rak-rak besi setinggi sekitar  tiga meter berisi tumpukan cakram berisi pita warna hitam dan kelabu. Disini juga ada bentuk koleksi film yang lain.

Kesulitan utama yang sering ditemuinya selama ia bekerja sebagai tenaga perawat film-film lama adalah jika menemui film dengan kondisi kadar asam tinggi berkristal dan bergelombang karena dimakan usia. "Kalau sudah begitu lebih lama proses bersihin atau ngerawatnya bisa sebulan sendiri waktunya," jelas Budi sembari sibuk merapikan gulungan-gulungan rol film.

Bekerja merawat rol-rol film lama bertahun-tahun memberikan keasyikan tersendiri baginya. "Enaknya kita bisa nonton tanpa harus ke bioskop dan saya bisa dapet ilmu cara merawat film-film tanpa sekolah," ujarnya tertawa senang.

Kendati menemukan keasyikan tersendiri bekerja sebagai perawat film-film lawas, namun dirinya kerap terbesit rasa kecewa saat menemukan ratusan film-film lama dan bersejarah yang sudah tidak bisa lagi di selamatkan karena kondisinya yang sudah rusak parah. "Seneng bisa ngerawat film-film lama tapi sedih kalau ada film yang rusak dan gak bisa di selamatkan lagi, kita gak ingin tempat ini di jadiin kuburan film," ujarnya lirih.

Sinematek Indonesia didirikan sineas Misbach Yusa Biran. Lembaga non-profit ini bergerak dalam pengarsipan semua hal yang terkait dengan perkembangan film Indonesia.  Menyimpan koleksi tidak kurang dari 2.700 judul film. Meliputi film-film Indonesia dari masa ke masa, sejak era film hitam putih, film berwarna, hingga film produksi terkini.

Media koleksinya pun beragam, mulai dari rol film (seluloid), Kaset Video Betamax, kepingan VCD, hingga kepingan DVD. Adapun arsip Sinematek Indonesia terdiri dari 84 negatif untuk film hitam putih dan 548 negatif untuk film berwarna. Menyimpan lebih dari 15.000 karya referensi, yang kebanyakan sulit ditemukan di tempat lain, termasuk kliping koran, naskah drama, buku, dan peraturan pemerintah. Kepemilikan lainnya mencakup poster film dan peralatan film. Semoga keberadaan lembaga ini tetap bertahan mengarsipkan perkembangan perfilm Indonesia.

BACA JUGA: