JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Pertamina (Persero) membantah jika pelaksanaan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) untuk menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) Ron88 dan Gasoil 0,35 persen akan merugikan bisnis perusahaan.

Manajer Media PT Pertamina (Persero) Adiatma Sardjito mengatakan jika pemerintah menindaklanjuti hasil rekomendasi TRTKM dan menjadikan jenis BBM Ron92 atau jenis Pertamax sebagai barang subsidi Pertamina tidak akan merugi. Sebab jika Pertamax disubsidi maka beban biaya dibayar oleh pemerintah.

Oleh karena itu, Adiatma mengaku hasil dari rekomendasi dari TRTKM akan segera dievaluasi oleh Pertamina. Sebab rekomendasi tersebut masuk ke dalam program perusahaan selama lima tahun yaitu mengupgrade kilang-kilang minyak tua yang dimiliki Pertamina. Namun jika rekomendasi tersebut sifatnya tidak bertahap maka perusahaan harus segera melakukan impor Ron92.

"Kalau mau langsung dijalankan rekomendasi itu ada kelebihan Naptha dan HOMC. Nah itu harus ada pertimbangan dari suply. Makanya menurut saya masih banyak yang harus diclearkan dulu," kata Adiatma kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (22/12).

Adiatma mengungkapkan hal yang perlu dipastikan diantaranya permasalahan teknis, kemudian pencampuran HOMC apakah perlu diimpor atau tidak. Sebab pencampuran tersebut diperlukan untuk menaikkan oktan BBM.

"Kemudian kalau timbalnya besar kita harus ambil darimana," kata Adiatma.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengungkapkan jika pemerintah memaksakan Pertamina harus menghentikan produksi Ron88 maka akan berdampak terhadap pasar Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina. Sebab hingga saat ini kilang minyak Indonesia hanya mampu menampung Ron88.

Mamit menjelaskan seharusnya sambil menunggu kemampuan kilang-kilang minyak mampu memproduksi Ron92, Pertamina diharapkan tetap mendistribusikan BBM jenis Ron88. Ketika kilang-kilang minyak sudah mampu berproduksi Ron92, pemerintah diharapkan dapat memberikan subsidi untuk BBM jenis Ron92.

"Kedepan subsidi tetap berjalan seperti Malaysia yang memberikan subsidi untuk BBM jenis Ron92," kata Mamit kepada Gresnews.com.


Sebelumnya Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra menilai jika penghapusan Ron88 dilakukan tidak secara  bertahap akan berpotensi "menghancurkan" bisnis BBM Pertamina. Bahkan hal itu justru memberikan peluang bisnis ke pada pihak asing.

Dia mengatakan pemerintah seharusnya mengetahui bahwa saat ini kilang minyak Pertamina merupakan kilang tua yang hanya mampu menghasilkan produksi Ron92 sampai Ron96 sebesar 200.000 barel per bulan.

"Karena itu rekomendasi (TRTKM) harus dikaji lebih dalam dan secara bijak oleh pemerintah," kata Faisal kepada Gresnews.com, Jakarta, Senin (22/12).

Disamping Ron92, Faisal menjelaskan kilang Pertamina juga masih menghasilkan Naptha dengan Ron75 sejumlah 3,5 juta barel per bulan. Dia menjelaskan Naptha merupakan material pokok yang akan diblending dengan Ron92 sehingga menjadi Premium ROn88. Hal itu dikarenakan Ron92 yang dihasilkan Pertamina terbatas, maka perlu melakukan impor Ron92 dan malah menaikan cost produksi BBM Pertamina.

Dia mengungkapkan jika Ron88 dihilangkan, maka product valuable kilang Pertamina akan hancur sehingga akibatnya para pesaing malah merajalela. Apalagi para pesaing Pertamina hanya memilih atau menjual BBM hanya di kota besar sehingga baik asing maupun swasta nasional lebih memikirkan untung dan tidak mengutamakan kepentingan nasional.

"Kami tidak anti asing, tetapi mengingat bahwa BBM adalah produk yang terkait langsung dengan hajat hidup rakyat. Maka pemerintah harus menjauhkan kesan bahwa Pemerintah akan beri kesempatan bagi asing merajalela menguasai bisnis migas di negeri ini," kata Faisal.

Dia mengatakan jika pemerintah ingin menghilangkan Ron88, maka pemerintah harus mendorong Pertamina untuk membangun kilang baru dengan complexity tinggi dan kapasitas kumulatif 1,6 juta barel untuk memenuhi kebutuhan dengan ekonomis. Menurutnya setelah kilang baru dibangun dan distribusi BBM sudah terealisasi secara merata se Indonesia, maka pemerintah dipersilahkan untuk memberikan keputusan terkait penghapusan Ron88.

Menurutnya jika Premium menjadi Ron92 ditetapkan sebagi BBM bersubsidi, maka dapat dipastikan masyarakat ekonomi keatas akan menggunakan Premium Ron92. Begitu juga dengan sepeda motor yang selama ini banyak menggunakan Pertamax biasa Ron92 non subsidi, maka akan beralih ke Premium Ron92 subsidi. Dampaknya BBM Ron92 bersubsidi akan membebani pemerintah.

"Dengan BBM Ron92 bersubsidi pasti pemerintah akan kembali pusing karena akhirnya kembali BBM bersubsidi tidak tepat sasaran," kata Faisal.

BACA JUGA: