JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah pengamat menyayangkan langkah PT Bank Rakyat Indonesia/BRI (Persero) Tbk (BBRI) yang melakukan pembelian satelit untuk pengembangan bisnisnya. Apalagi proses kepemilikan satelit BRI dengan mengambil alih slot orbit 150,5 derajat Bujur Timur (BT) yang sebelumnya dikuasai Indosat.

Pengamat Telekomunikasi Heru Sutadi menyatakan BRI saat hendak menggunakan slot orbit yang sebelumnya dimiliki Indosat hingga kini belum pernah menyampaikan road map-nya. Sehingga dalam proses itu BRI terkesan seperti dikejar setoran oleh pemerintah.

Terlebih, ujar Heru, BRI adalah perusahaan terbuka, sehingga harus memenuhi ketentuan saat hendak mengembangkan usaha di luar inti usaha mereka.  Ia menduga dalam proses pembelian satelit terdapat cara yang tidak sesuai dengan ketentuan pada perusahaan yang sudah go public atau perusahaan terbuka.

Dia menilai seharusnya perusahaan ketika berencana membangun satu jaringan yang berbasis satelit, paling tidak perusahaan memiliki road map yang jelas. Cara kerja satelit yang akan digunakan seperti apa, kemudian operasionalnya seperti apa. Hal seperti itulah yang belum disampaikan oleh BRI.

"Ini kan satelit teknologi tinggi. Apakah tiap orang bisa mengelola satelit ? Kita lihat memang proses ada sesuatu yang tidak pas. BRI seperti dikejar setoran, disisi yang sangat dasar roadmap-nya tidak nampak," kata Heru kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (22/7).

Heru mengatakan dalam pembelian satelit juga seharusnya perusahaan memberitahukan kepada publik, perusahaan juga harus memberitahu operasional perusahaan seperti apa ketika memiliki satelit, juga bagaimana tenaga kerjanya. Hal itu perlu diketahui publik.

Namun sangat disayangkan langkah BRI justru tiba-tiba langsung menandatanganani kerjasama pembelian satelit akhir April lalu setelah mendapatkan slot orbit mulai September 2015. BRI membeli satelit dari perusahaan profesional asal Amerika Serikat, Space Systems/Loral, LLC (SSL). Sementara yang meluncurkannya adalah Arianespace yang merupakan perusahaan dari Perancis.

Di satu sisi pembelian satelit masih sangat prematur karena perusahaan masih belum mengungkapkan jenis bandwidth apa yang akan digunakan, kemudian dalam penggunaannya hanya sedikit transpondernya sehingga tidak efisien. Apabila perusahaan ingin menyewakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak memperbolehkan hal menyewa satelit milik BRI karena satelit tersebut memiliki izin khusus yang hanya digunakan oleh perusahaan.

"Ini terlalu prematur dan tidak sinkron. Ada proses pembelian satelit yang tidak urut oleh perusahaan seharusnya dari A sampai M tapi ini G sampai M," kata Heru.

Pengamat telekomunikasi Budi Rahardjo mengatakan BRI telah salah langkah dengan terjun dalam bisnis satelit. Lantaran perusahaan seperti Indosat saja kini mengalami kerugian secara keuangan.

Dia juga mempertanyakan sikap pemerintah yang membolehkan BRI menggeluti bisnis satelit. Bagaimana dengan bank-bank BUMN lainnya?

"Nanti kalau BNI juga mau bisnis satelit bagaimana?" tanya Budi kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (22/7).

Direktur Operasional BRI Sarwono Sudarto menegaskan BRI punya beberapa alasan sehingga harus memiliki satelit sendiri. Pertama, jumlah kantor dan mesin anjungan tunai mandiri (ATM) milik RI sangat banyak dan memerlukan biaya besar untuk operasionalnya per bulan. Artinya dengan membeli satelit ada biaya efisien yang banyak digunakan oleh perusahaan. "Dengan membeli satelit sesungguhnya perusahaan tidak meninggalkan inti bisnisnya yang sesuai dengan undang-undang perbankan,"ujarnya.

Kedua, kantor cabang perusahaan beredar diseluruh tanah air. Menurutnya dengan kondisi geografis perusahaan yang notabenenya sebagai negara kepulauan, jika mengunakan kabel fiber optik pembangunannya memakan waktu yang sangat lama.

"Kalau ditanam kabel itu mau sampai kapan. Tapi kalau satelit itu kan bisa menjangkau diseluruh kawasan," kata Sarwono kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (22/7).

Ketiga, saat ini kantor cabang yang tersebar di Indonesia sudah lebih dari 10 ribu lebih. Untuk mesin ATM sudah mencapai 20 ribu unit ATM. Oleh karena itu, Sarwono menilai akibat banyaknya kantor cabang dan banyaknya mesin ATM perusahaan membutuhkan alat yang tergolong handal yaitu satelit yang memilik jaringan yang sangat bagus sehingga pelayanan kepada nasabah menjadi lebih baik.

"Kalau kita punya jaringan yang bagus dan cukup kan otomatis pelayanan bagus. Ujungnya kan kepada nasabah. Jadi intinya bisnis kita bukan bisnis satelit," kata Sarwono.

BACA JUGA: