JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penjualan saham negara di PT Bank Tabungan Negara/BTN (Persero) Tbk (BBTN) menuai kecaman dari para karyawan BTN. Mereka bahkan menuding ada oknum yang dekat dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan memanfaatkan atas isu tersebut.

Ketua Majelis Pertimbangan Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latif Algaff mengatakan dihembuskannya isu penjualan saham negara di BTN serupa dengan isu akusisi PT Perusahaan Gas Negara/PGN (Persero) Tbk (PGAS) oleh PT Pertamina (Persero). Tujuan utama mereka sebenarnya mempermainkan harga saham BTN. Begitu harga saham mengalami kenaikan dimanfaatkan para oknum untuk melakukan profit taking (ambil untung).

Bahkan Latif mengungkapkan isu akusisi BTN sudah terjadi sejak 2009, pada saat itu Bank BNI yang direncanakan untuk mengakuisisi BTN. Tetapi saat itu para direksi dan karyawan ´pasang badan´ untuk melakukan penolakkan atas rencana akuisisi tersebut.

"Terkesan ada ambisi Kementerian BUMN sendiri menjadikan Bank Mandiri agar menjadi lebih besar di regional asia. Sama halnya ketika Pertamina akuisisi PGN. Setelah dikaji alasannya ternyata ada orang diluar Pak Dahlan yang bermain," kata Latif, Jakarta, Jumat (17/4).

Kendati demikian, Latif mengakui wacana akuisisi dalam aksi korporasi sangatlah wajar karena negara memiliki aset di BTN. Tetapi saham negara juga merupakan saham milik rakyat dan pemerintah seharusnya memperhitungkan aspek non ekonomi dan aspek politik. Untuk itu, Latif menilai jika pemerintah serius untuk melakukan akuisisi tersebut hendaknya jangan dilakukan mendadak. Pemerintah harus mencoba meyakinkan karyawan karena karyawan merupakan aset terpenting di perusahaan.

Disatu sisi pemerintah juga harus meyakinkan karyawan jika perusahaan diakusisi tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan karena kesejahteraan merupakan program yang krusial dan harus melekat pada janji pemerintah kepada karyawan. Dia mencontohkan seperti transformasi PT Jamsostek (Persero) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, pemerintah memberikan tujuh item pada saat transformasi diantaranya tidak ada Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) massal, pelayanan kepada peserta ditingkatkan dan kesejahteraan karyawan harus ditingkatkan.

"Apakah pemerintah dalam proses akuisis BTN sudah meyakinkan karyawan hal-hal seperti itu atau tidak. Kalau tidak justru kontra produktif karena pasti muncul wacana yang berhubungan dengan tahun politik," kata Latif.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan BTN diguncang isu akuisisi beberapa waktu yang lalu, memang agak berbeda dari kondisi BTN saat ini. Pada saat itu, direksi BTN memberikan perlawanan menolak dan pasang badan atas rencana akuisisi karena akan melemahkan visi BTN ke depan.

Berbeda direksi, berbeda pula cara memimpin hingga sampai saat ini belum terlihat perlawanan dari pihak BTN sendiri. Kondisi ini yang memunculkan spekulasi bahwa memang BTN sudah diatur sedemikian rupa sehingga akuisisi ini dapat berjalan mulus. Belum lagi bila melihat saat ini terdapat 3 orang direksi BTN pun merupakan eks dari Bank Mandiri, dimana 2 orang baru merupakan pergantian dari direksi lama yang tidak lulus fit dan proper test.

"Apakah memang ada tekanan dari pihak tertentu untuk mengganti direksi yang tidak menyetujui akuisisi tersebut ? Yang menjadi pertanyaan spekulasi kemudian adalah mengapa seakan-akan akusisi ini ingin dipercepat bahkan sebelum pilpres 2014?" kata Ali kepada Gresnews.com, Jakarta, Jumat (18/4).

BACA JUGA: