JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keinginan Pertamina EP untuk mengelola Blok Mahakam dinilai sebagai sebuah anomali. Pasalnya, Pertamina malah menjalin kerjasama operasi (KSO) dalam eksploitasi migas di 40 wilayah kerja dengan mitra asing. Lapangan itu antara lain adalah Sungai Lilin, Sumatera Selatan dan Lapangan di Area Cepu. Pertamina menjalin kerjasama dengan Geo Minergy Corporation untuk mengeksploitasi di Sungai Lilin dan Cepu itu. Geo Minergy menunjuk Gunawan Hadi Saputro sebagai General Manajer Geo Cepu untuk mengeksploitasi minyak di empat struktur di Cepu itu. Keempat struktur itu adalah Ledok, Semanggi, Nglobo dan Kawengan yang berlokasi di Kabupaten Blora Jawa Tengah. Lapangan itu seharusnya sudah mulai disedot minyaknya pada 2 Desember lalu, namun kemudian diundur dalam tiga bulan ke depan. KSO antara Pertamina EP dan Geo Cepu Corporation pada 16 Agustus 2013.

Pemerhati kebijakan energi nasional Yusri Usman menilai langkah Pertamina yang menyerahkan aset potensial itu kepada swasta patut dipertanyakan. Sebab selama ini Pertamina EP mampu mengelola lapangan migas itu dengan baik. Malahan terjadi peningkatan produksi misalnya di di Struktur Semanggi sebesar 625 persen, sebelum mitra swastanya yaitu Geo Cepu masuk. "Kita dukung Blok Mahakam untuk Pertamina, tapi kenapa lapangan Pertamina EP yang masih potensial malah dikasihkan ke orang lain?" kata Yusri kepada Gresnews.com, Kamis (12/13).

Yusri Usman sendiri adalah salah satu penandatangan petisi Blok Mahakam untuk Pertamina. Di dalam petisi itu Yusri mendukung agar pengelolaan Blok kaya migas di Delta Mahakam, Kalimantan Timur, yang saat ini dikelola Total Indonesie dan habis kontrak pada 2017 mendatang diserahkan ke Pertamina. Tetapi Yusri mengaku sangat terganggu dengan sikap Pertamina yang di satu sisi menginginkan Blok Mahakam, namun di sisi lain malah melepas aset berharga miliknya ke pihak lain yang berpotensi merugikan Pertamina.

Sebelumnya Direktur Hulu Pertamina Muhamad Husen menyatakan bahwa bahwa KSO Pertamina EP dengan mitra swasta itu dilakukan karena Pertamina EP tak mampu mengelolanya. "Kalau tak mampu kenapa mau mengelola Blok Mahakam," kata Yusri. Ia khawatir setelah kasus KSO itu, nantinya Pertamina akan melakukan hal serupa di Blok Mahakam. Dia bilang, KSO Pertamina EP-Geo Cepu itu juga patut dipertanyakan karena adanya dugaan campur tangan pajabat tinggi pemerintah yaitu Menteri BUMN Dahlan Iskan.

Yusri menerangkan bahwa General Manajer Geo Cepu adalah Gunawan Hadi Putro, adalah kolega Dahlan. Sewaktu Dahlan menjadi Direktur Utama Panca Wira Usaha, Gunawan menjadi General Manajer Petrogas Wira Jatim, anak usaha Panca Wira Usaha. Ia mengatakan, kerjasama Pertamina dengan perusahaan yang terafiliasi dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan itu sudah melanggar hukum dan sepatutnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan. "Berdasar Undang-undang BUMN, Menteri BUMN adalah pemegang saham BUMN sehingga tidak sepatutnya berbisnis dengan Pertamina yang adalah BUMN," ujar Yusri.

Sementara itu desakan agar Blok Mahakam dikelola oleh Pertamina juga semakin menguat. Ketua Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM) Binsar Effendi Hutabarat mengatakan, Pertamina sebaiknya fokus untuk mengambil Blok Mahakam agar bisa dikelola sekaligus menjadi operatornya pasca 2017. Sebab sampai saat ini belum diketahui, apakah tetap dikelola Total dan Inpex yang sudah berulang kali dilobu oleh Pemerintah Prancis dan dikunjungi Pengusaha Migas Jepang, atau diserahkan kepada Pertamina. "Atau malah diberikan ke kontraktor asing lainnya oleh Pemerintah?" kata Binsar dalam pernyataan tertulis yang diterima Gresnews.com.

Ia mengatakan, jika mayoritas blok migas Indonesia diserahkan hak pengelolaanya kepada asing, sama artinya pemerintah mengkhianati tujuan kemerdekaan Indonesia. Pemerintah juga melanggar konstitusi negara yang diamanatkan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, sekaligus mengerdilkan Pertamina. Di sisi lain kata Binsar, jika blok migas banyak yang dikelola asing, itu juga berarti pemerintah telah mengabaikan pencapaian ketahanan dan kedaulatan energi, serta menyakiti hati rakyat Indonesia. "Sebab itu jangan bicara Indonesia mendunia, sebelum blok-blok migas di Indonesia oleh Pertamina mayoritas produksi domestiknya dikuasai," kata Binsar.

Koordinator GNM Muslim Arbi mengatakan, sekarang ini perlu diwaspadai justru adanya segala macam bentuk rekayasa alasan dan opini yang dikembangkan kontraktor asing dan pejabat-pejabat Pemerintah Indonesia kolaboratornya, untuk mengkondisikan blok-blok migas itu pengelolaannya jatuh kepada asing. Termasuk rekayasa dan opini yang digulirkan oleh anggota Komisi VII DPR yang membidangi energi dan yang punya inisiatif merevisi UU Migas No. 22 Tahun 2001, yang tidak suka Pertamina dan berupaya menyingkirkannya untuk mengelola migas nasional dalam RUU Migas.

Salah satu upaya mendiskreditkan Pertamina itu, kata Muslim Arbi, pernah dilontarkan mantan Bendahara Umum Demokrat M Nazaruddin. Nazaruddin pernah bilang Ani Yudhoyono pun menerima uang darinya sejumlah US$ 5 juta yang berasal dari kas Demokrat dan merupakan pemberian Pertamina. Akibat ucapannya itu Nazaruddin sampai dipanggil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ke Cikeas untuk datang ke rapat Dewan Kehormatan pada 23 Mei 2011. Ketika itu, SBY sampai menggebrak meja karena tersinggung oleh ucapan Nazar.

Karena itulah GNM berharap Pertamina berani melawan tindakan beberapa oknum pemerintah agar ladang migas yang menguntungkan seperti Blok Mahakam tidak diserahkan ke Pertamina. "Jika semua yang last resource oleh Pemerintah dikasih ke Pertamina, artinya yang rugi-rugi dikasih ke Pertamina tapi kalau yang bagus oleh Pemerintah di tahan dulu. Artinya agar ada pemasukan fee atau rente bagi kepentingan penguasa, kelompok atau partai politiknya, harus Pertamina lawan," kata Arbi.
 

BACA JUGA: