JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana menjual saham milik negara di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN). Namun rencana itu ditentang sejumlah pihak karena terkesan prematur dan ada muatan politis di tengah-tengah situasi Pemilu 2014.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, isu akuisisi BTN akan dimanfaatkan secara politis untuk mencari dana bagi orang-orang yang memiliki kepentingan. Karena isu tersebut secara otomatis membuat harga saham BTN mengalami kenaikan. "Dan isunya ada yang siap memborong," kata Ali kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (16/4).

Ali mengatakan akuisisi bank BTN merupakan bukti pemahaman pemerintah sangat minim terhadap perumahan nasional. Sehingga BTN dijadikan obyek untuk mengeruk dana di pasar modal dan tidak melihat fungsi sebenarnya yakni membantu masyarakat memiliki rumah lewat penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR).  Akibatnya fungsi BTN untuk penyaluran KPR bisa terganggu.

Di saty sisi dengan diakusisinya BTN, secara otomatis akan mengubah status perusahaan yang awalnya perusahaan negara menjadi perusahaan swasta. Artinya peranan negara untuk mengendalikan harga rumah menjadi tidak ada.  BTN akan memiliki otoritas penuh untuk memainkan harga, tak menutup kemungkinan harga rumah akan menjulang tinggi.

Ali pun mengkhawatirkan jika BTN diakuisisi penyaluran KPR ke rumah murah tidak fokus. Ditambah lagi core bisnis (bisnis inti) sebagai housing bank menjadi hilang. "Kita khawatir BTN akan menjadi tidak fokus untuk penyaluran KPR rumah murah," kata Ali.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI Hendrawan Supratikno mengatakan seharusnya pemerintah membeli saham-saham yang dimiliki pemodal asing di perusahaan negara, bukan malah menjual saham negara kepada pemodal asing karena globalisasi keuangan perbankan mempunyai peranan sentral dan urat nadi perekonomian nasional. Apalagi kebijakan-kebijakan moneter diimplementasikan melalui kebijakan perbankan nasional. Jika perbankan tidak dikuasai, artinya kebijakan dalam moneter menjadi lumpuh.

"Otomatis kan menjadi tidak berfungsi atau menjadi impoten kebijakan moneternya," kata Hendrawan kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (16/4).

Apalagi, Hendrawan mengatakan saat ini DPR sedang menyusun draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang menjadi BTN sebagai fungsi sentral penyaluran rumah. Dengan adanya akuisisi BTN maka instrumen tangan negara yang difungsikan untuk mensejahterakan rakyat menjadi hilang.

Hendrawan mengaku fraksi PDIP menolak keras privatisasi Bank BTN karena fraksinya cenderung sangat hati-hati jika berhadapan dengan permasalahan privatisasi. Fraksinya dapat menerima keputusan pemerintah untuk melakukan privatisasi jika dilandasi dengan alasan yang kuat, argumentasi yang kuat dengan pertimbangan matang.

Untuk itu, Hendrawan mengaku Komisi VI dan Komisi XI DPR RI sedang menganalisis alasan kebutuhan pemerintah untuk menjual sahamnya di BTN. Apalagi ditengah-tengah kekhawatiran dan keprihatinan bank-bank nasional yang dicaplok oleh pemodal aaing karena dalam pasar keuangan nasional peran perbankan sudah sangat dominan. "Kami sedang mengerahkan tenaga ahli kami untuk menilai dan menyimak urgensi-urgensi kemendesakan kebutuhan penjualan saham BTN," kata Hendrawan.

BACA JUGA: