JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Tetap Energi dan Pertambangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) keluhkan minimnya dukungan pembangunan infrastruktur. Meski pemerintah sebelumnya menggalakan hilirisasi industri dalam rangka mencapai pertumbuhan industri nasional.

Ketua Komisi Tetap Energi dan Pertambangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang menyatakan, pasca-penetapan undang-undang Mineral Batubara (UU Minerba), pemerintah belum memaksimalkan pembangunan infrastruktur dasar dalam mendorong kegiatan hilirisasi sektor tambang. Akibatnya kegiatan hilirisasi pun tak berjalan maksimal.
 
Akibat minim infrastruktur, sektor tambang pun kesulitan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) sebagaimana disebutkan dalam kenetentuan Undang Undang Nomor Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Ini juga yang menjadikan alasan program hilirisasi tidak  berjalan mulus sesuai yang diharapkan pemerintah.
 
“Pada saat kita diwajibkan membangun smelter ternyata pemerintah tidak menyediakan listriknya yang sebelumnya telah dijanjikan ada listrik. Akibatnya pengusaha harus mencari partner untuk mempersiapkan power plant (pembangkit listrik),” kata Poltak dalam diskusi Perspektif Indonesia dengan topik "Ekonomi-Politik Kabinet Jokowi-JK" di Jalan Mahakam Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (25/10).
 
Belum lagi, soal 3 juta tenaga kerja harus kehilangan pekerjaan di bidang pertambanagan akibat terhentinya produksi barang mentah. Sementara pembangun smelter tidak berjalan karena listriknya belum ada.
 
Contoh lainnya adalah program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I). Menurut Poltak, program MP3 ini adalah program semu. Alasannya, tidak ada MP3I yang benar-benar berjalan. “Ini kan suatu fakta seolah-olah semua program pemerintah sudah tertata dengan baik, yang pada akhirnya sangat mengganggu tumbuhnya dunia usaha dan ketidakpastian hukum berinvestasi,” jelasnya.
 
Karena itu, ia berharap pemerintahan Jokowi-JK bisa belajar dari pemerintahan masa lalu. Sebagai pengusaha Wakil Presidennya, Pak Jusuf Kallla akan sangat mengerti dengan problem yang kita hadapi. “Hal tersebut sama dengan MP3I yang digaungkan. “Dimana MP3I itu yang bisa berjalan dan bisa menjadi trigger. Sebagai pelaku usaha, saya melihat MP3I itu tidak berjalan dengan baik. Misalnya di Kalimantan Barat, Sulawesi dan banyak tempat lain lantaran tidak didukung infrasturuktur,” tegasnya.
 
Sementara Pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto berpendapat, banyak hal yang bisa diselesaikan Pemerintahan Jokowi-JK dalam waktu dekat ini. Misalnya menyelesaikan last mile problem. Seperti persoalan banjir di Jakarta tidak bisa diselesaikan gara-gara  pembangunan sodetan antara kali Ciliwung dengan Banjir Kanal Timur (BKT) yang belum kelar.
 
“Ini kan hanya persoalan sodetan yang hanya 1,4 kilometer dibandingkan dengan yang sudah selesai sepanjang 30 kilometer,” jelas Nico memberikan perbandingan.
 
Kemudian ada juga persoalan interkoneksi antara pelabuhan dengan kawasan industri di sekitarnya atau antara bandara dengan pusat kota. Proyek jalur ganda (double track) kereta api dari Jakarta ke Surabaya telah rampung, tapi tidak bisa digunakan karena ada sekitar 300 meter yang belum selesai di Surabaya. “Hal-hal sperti ini harus bisa diselelasaikan dalam hitungan bulan agar leadership itu nyata ada dan pemerintah terbukti hadir. Termasuk menyelesaikan persoalan birokrasi atau proses politik,” jelasnya.

BACA JUGA: