JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim Reformasi Tata Kelola Migas menyatakan penyakit yang paling mendasar dalam dunia migas di Indonesia adalah harga produksi bahan bakar minyak (BBM) yang sangat mahal. Bahkan harganya lebih mahal daripada impor yang dilakukan oleh Pertamina.

Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Agung Wicaksono menjelaskan mahalnya ongkos produksi BBM di Indonesia disebabkan belum direnovasinya kilang-kilang minyak milik Pertamina. Baik yang paling tua di Plaju, Sumatera Selatan dan paling muda di Sorong, Papua. Menurutnya tingginya ongkos produksi tersebut merupakan penyakit yang mendasar. Sehingga Tim Reformasi Tata Kelola Migas berencana memasukkan masalah kilang minyak ke dalam rekomendasi kepada pemerintah.

"Soal energi kan bukan hitung-hitungan harga tapi juga ketahanan energi," kata Agung, Jakarta, kemarin.

Sementara itu, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengatakan kondisi kilang minyak di Indonesia memang sangat memprihatinkan. Namun berdasarkan keterangan dari Pertamina, perusahaan berencana melakukan renovasi kilang minyak untuk lima tahun ke depan, dengan kebutuhan dana sebesar US$25 miliar.

Faisal mengharapkan Pertamina dapat lebih fleksibel dan bisa menurunkan ongkos produksinya secara signifikan. Hal itu dipengaruhi adanya kilang minyak yang tua dan sudah kehilangan flesibilitasnya. Bahkan terdapat kilang minyak yang sudah dibangun sejak tahun 1940, secara teknologi kilang tersebut sudah tertinggal sangat jauh dengan kondisi saat ini. "Disamping ekspansi, Pertamina sudah menyampaikan untuk melakukan renovasi kilang minyak," kata Faisal.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir membenarkan salah satu alasan biaya produksi minyak lebih mahal dari harga impor karena kilang minyak Indonesia sudah dibangun sejak tahun 1940. Kilang yang dibangun sejak tahun 1940 masih menggunakan design mengolah crude yang sweet dan light.

Dia mengungkapkan jika  Pertamina berhasil merealisasikan kilang minyaknya maka kilang-kilang tersebut bisa mengolah kandungan sulfur yang lebih tinggi, sehingga ongkos produksinya menjadi jauh lebih murah. Menurutnya jika dari bahan baku bisa ditekan, maka bisa dilakukan efisiensi di sektor biaya pengadaan. "Jangan sekali-sekali melupakan sejarah bahwa kilang ini warisan. Kalau kita tergantung suply dari luar, tidak bagus juga untuk bangsa," kata Ali.

BACA JUGA: