JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah telah menggunakan berbagai cara untuk mengendalikan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Namun pada pelaksanaannya ternyata harus mengalami kegagalan, salah satunya penerapan alat Radio Frequency Identification Device (RFID).

Pada awalnya, pemerintah menugaskan PT Pertamina (Persero) dengan bekerjasama PT INTI (Persero) untuk pembuatan pengontrol konsumsi BBM Subsidi. Fungsi dari RFID untuk mencegah kebocoran penyaluran BBM subsidi.

Pemasangan RFID merupakan bagian program sistem monitoring dan pengendalian (SMP) BBM yang dilaksanakan Pertamina. Program pemasangan RFID mengacu kepada Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2013 dan Peraturan BPH Migas No 6 Tahun 2003. SMP BBM dilakukan dengan membangun dua sistem teknologi informasi yakni di SPBU dan kendaraan.

PT INTI (Persero) sebagai perusahaan yang ditunjuk untuk memasang RFID. Berdasarkan data yang dimiliki perusahaan, jumlah kendaraan yang ada di Jakarta atau berplat B mencapai 15 juta unit. Jumlah itu terdiri atas sepeda motor 10,5 juta unit dan roda empat atau lebih 4,5 juta unit.

Namun pada pelaksanaannya, program pengendalian BBM bersubsidi tersebut terancam gagal karena pada saat pelaksanaan nilai rupiah merosot dan dolar pun melejit. Sehingga perhitungan kerjasama antara Pertamina dan INTI sudah tidak cocok lagi. Akibatnya INTI tidak mungkin meneruskan kerjasama tersebut kecuali jika Pertamina setuju diadakan perhitungan ulang.

Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan peristiwa berakhirnya kerjasama akibat fluktuasi mata uang sudah terjadi di seluruh BUMN. Dahlan pun mengaku tidak bisa campur tangan akibat terancamnya kerjasama antara INTI dengan Pertamina.

Dahlan menjelaskan jika dirinya campur tangan nantinya akan berdampak tidak adil terhadap kedua perusahaan BUMN. "Kalau saya bela Pertamina dikira menyusahkan INTI, kalau saya bela INTI dikira menyusahkan Pertamina. Ga boleh itu, urusan mereka (INTI-Pertamina) berdua," kata Dahlan, Rabu (30/7) kemarin.

Dahlan mengatakan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah tersebut dapat diselesaikan dengan mengubah kontrak antar perusahaan. Namun bisa diupayakan melalui jalur hukum atau arbitrase. Kendati demikian Dahlan meminta kedua perusahaan tersebut harus menghormati kontrak yang sudah dibuat.

"Dari segi INTI, rupiah dan dollarnya kan beda. Kalau mau menyalahkan kan kenapa dollarnya menjadi menguat. Semua ini kan karena dollarnya menguat di luar dugaan," kata Dahlan.

Sementara itu, Vice President Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir mengatakan prinsipnya kontrak antara Pertamina dan INTI adalah kontrak sistem atau kontrak jasa. Untuk itu Ali meminta agar perjanjian kontrak kedua perusahaan agar dikaji secara legal formal. "Ini masih dicari terobosannya. Jadi masih dalam kajian," kata Ali.

BACA JUGA: