JAKARTA, GRESNEWS.COM - Putusan Mahkamah Konstitusi menolak uji materi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara tidak ditanggapi dengan panik oleh pihak Kementerian BUMN. Justru bagi Menteri BUMN Dahlan Iskan, putusan itu memberikan perkembangan baru lantaran meski menolak pengujian Pasal 2 huruf g UU tersebut, MK justru memberikan ketegasan jika ada fraud di BUMN yang terjadi akibat pengambilan keputusan berdasarkan mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) alias murni keputusan bisnis, maka Dirut BUMN tidak bisa begitu saja dipersalahkan melakukan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan hasil konsultasi antara Forum Biro Hukum BUMN selaku penggugat dengan MK, diketahui meski keuangan BUMN adalah keuangan negara, namun jika ada fraud akibat keputusan bisnis yang disetujui dalam RUPS, maka asas yang dipakai adalah asas pemeriksaan bisnis alias business judge rule. Artinya jika ada kesalahan maka yang akan dikedepankan lebih dulu adalah pemeriksaan berbentuk audit kepada BUMN dan jika ada kejanggalan maka keputusannya akan dikembalikan kepada mekanisme RUPS dan bukan ditangani langsung lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan atau KPK.

Dahlan sendiri menegaskan akan segera membuat surat edaran terkait hal ini agar para direksi BUMN tidak lagi ragu-ragu dalam mengambil keputusan bisnis baik untuk pengadaan maupun investasi. "Jadi putusan MK itu bagus untuk BUMN. Minggu ini akan ada surat edaran," kata Dahlan di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (20/10).

Sebelumnya Forum Biro Hukum BUMN mengajukan gugatan pada UU Keuangan Negara dengan alasan para Direksi BUMN menjadi ketakutan mengambil keputusan bisnis. Pasalnya selama ini berlaku asas government judge rule di pengelolaan keuangan BUMN dimana jika ada fraud, maka dianggap jajaran direksi BUMN telah melakukan korupsi. Asas itu tidak mengindahkan apakah keputusan yang mengakibatkan terjadinya fraud itu apakah murni keputusan bisnis lewat mekanisme RPUS atau tidak.

Akibatnya terjadilah kasus seperti pemidanaan terhadap mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Hotasi Nababan terkait penyewaan pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006. Padahal ketika itu keputusan tersebut dibuat Hotasi berdasarkan mekanisme RUPS. Namun di tengah jalan ada pihak menggugat Hotasi ke pengadilan dengan tuduhan wanprestasi sehingga akhirnya ditangani kejaksaan.

Karena itulah Forum Biro Hukum BUMN meminta adanya pemisahan keuangan BUMN dengan keuangan negara sehingga lembaga negara manapun tidak bisa mengaudit keuangan BUMN termasuk BPK. Permohonan ini ditolak MK, namun MK menegaskan dalam pemeriksaan terhadap BUMN akan diterapkan asas business judge rule bukan lagi government judge rule.

Kepala Biro Hukum Hamra Samal mengatakan setelah putusan tersebut, MK memang telah membuat garis khusus untuk BUMN dalam pemeriksaannya harus berbeda dengan instansi pemerintah lainnya yaitu berdasarkan asas bisnis. Selama ini, Hamra menilai lembaga pemerintahan seperti KPK dan Kejaksaan Agung selama ini menggunakan pendekatan pidana korupsi dalam memeriksa BUMN. Jika kpeutusan bisnis yang diambil salah, direksi BUMN bisa terancam dipenjara karena tuduhan korupsi.  

Kini dengan penegasan MK tersebut, cara penanganan terhadap fraud di BUMN berbeda yaitu melalui mekanisme audit BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Artinya ketika terjadi kejanggalan dalam keuangan negara yang dikelola oleh BUMN maka kasus tersebut dikembalikan kepada pemegang saham melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham.

"Jadi ada batas. Jika tindakannya belum ada persetujuan RUPS maka langsung dipidanakan. Tapi kalau ada dalam persetujuan RUPS, lalu ada tindakan melanggar maka harus dikembalikan kepada RUPS. Nah RUPS-nya mau terima atau tidak. Ini yang perlu disepakati," kata Hamra di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (20/10).

Hamra mengaku sepakat dalam pengelolaan keuangan negara melalui perusahaan BUMN jika terjadi unsur kesengajaan (fraud) maka penanganannya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tetapi, jika dalam pengelolaan administrasi yang sudah dituangkan dalam RUPS harus dikembalikan kepada perusahaan.

Misalnya, dalam kasus PLN Belawan. Menurutnya dalam kasus PLN Belawan tersebut, tentunya perusahaan mengingingkan alat yang murah dan menghasilkan untung yang banyak. Tentunya dalam memperoleh alat yang murah perusahaan sudah memperkirakan keuangan yang dimiliki perusahaan.

"Jadi mindsetnya yang berbeda. Dari sisi korporasi bukan mengutamakan mahal atau tidak. Tapi yang dihitung kalau saya beli alat dapat untung atau tidak, mahal atau tidak. Kalau dapat murah, lalu dapat untung lebih banyak ya bagus," kata Hamra.

BACA JUGA: