JAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan-badan usaha milik negara saat ini masih mengkaji surat edaran Menteri BUMN Dahlan Iskan terkait rekomendasi Panja Outsourcing DPR. Karena itu mereka belum mengambil keputusan apapun terkait surat edaran tersebut. Perusahaan pelat merah tersebut mengaku masih harus mengklasifikasikan antara pekerjaan core business (bisnis inti) dan non core business (bukan bisnis inti) untuk menentukan adakah pekerja outsourcing di lini bisnis inti yang wajib diangkat sebagai karyawan tetap.

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) misalnya, menilai saat ini di perusahaan setrum negara itu tidak ada pekerja outsourcing di lini bisnis inti. Para pekerja outsourcing PLN menurut Sekretaris Perusahaan PT PLN Adi Supriono kebanyakan mengerjakan pekerjaan di luar inti seperti pemeliharaan kabel dan jaringan listrik.

Adi mengatakan saat ini jumlah tenaga kerja outsourcing di PLN ada di atas 20 ribu orang. Menurutnya pekerjaan di lapangan seperti pemeliharaan kabel listrik tidak termasuk pekerjaan core bisnis. "Pekerjaan core business menurut perusahaan adalah pekerjaan di bagian proses produksi," kata Adi kepada Gresnews.com, Kamis (13/3).

Soal pekerjaan pemeliharaan itu selama ini memang masih menjadi perdebatan. Para pekerja outsourcing di PLN berkeras pekerjaan pemeliharaan kabel listrik dan jaringan listrik di lapangan merupakan pekerjaan inti perusahaan. Mengacu kepada Permenakertrans No 19 Tahun 2012 pekerjaan tersebut tidak termasuk didalam kategori pekerjaan outsourcing yaitu lima jenis diantaranya jasa pembersihan (cleaning service), keamanan, transportasi, katering dan jasa migas pertambangan.

Menurut Adi persoalan itu memang bisa multitafsir, namun perusahaan sejauh ini berpegang bahwa pemeliharaan bukanlah bagian dari produksi meski belum ada keputusan final. "Ya memang pekerjaan dilapangan itu multitafsir. Kita belum membahas sampai pekerjaan itu dimasukkan kedalam core business atau tidak," kata Adi.

Saat ini menurut dia, perusahaan sedang melakukan persiapan-persiapan untuk memenuhi ketentuan didalam surat edaran. Pada intinya, menurut Adi, perusahaan harus mengikuti sesuai dengan UU Ketenagakerjaan di pasal 65 dan pasal 66. Dari hasil kajian itu perusahaan akan melapor kepada Kementerian BUMN jika ada salah satu poin dalam surat edaran tersebut yang tidak sesuai dengan perusahaan.

Adi bilang PLN masih perlu waktu untuk mengevaluasi surat edaran tersebut. "Jadi yang kami lakukan dengan surat edaran bunyinya seperti itu, ya kami harus mengikuti. Jika ada yang kami anggap sulit, nanti kami akan lapor ke Kementerian," katanya.

Sementara itu Vice Presiden Corporate Communication PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Ridha Ababil mengatakan sebagai perusahaan yang sudah terbuka tentunya perusahaan harus memenuhi standarisasi good corporate governance (GCG). Perusahaan pun juga tidak bisa menyatakan menolak terhadap aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengingat disamping perusahaan terbuka, PGN merupakan perusahaan BUMN.

Ridha mengatakan PGN bukanlah kategori perusahaan yang susah secara keuangan karena PGN juga sudah ada yang mengangkat pegawai outsourcing menjadi pegawai tetap. Meskipun ada aturan yang berdampak kepada perusahaan tentunya perusahaan harus menanggung segala konsekuensinya.

Bahkan Ridha memastikan perusahaan tidak akan memberhentikan para tenaga outsourcing secara sepihak dan perusahaan tidak akan bermain akal-akalan terhadap tenaga kerja outsourcing. Dia mengaku PGN ingin menjadi contoh bagi perusahaan BUMN lainnya dengan cara memenuhi aturan-aturan dari pemerintah. "Kalau untuk kesejahteraan masyarakat, ya ayo kita kerjakan bersama. Apapun keputusan pemerintah ya kita ikut, tidak bisa tidak," kata Ridha kepada Gresnews.com, di Jakarta, Kamis (13/3).

Sebagaimana diketahui, Isi dari Surat Edaran tersebut menyatakan dalam rangka melakukan penataan praktek Outsourcing BUMN, dengan ini kami meminta kepada masing-masing BUMN untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Direksi BUMN segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan Outsourcing telah sesuai dengan ketentuan pasal 65 dan pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Bagi pekerjaan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 65 dan Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dihapus dan tidak diperbolehkan untuk dilakukan secara Outsourcing.

3. Dalam melaksanakan kebijakan tersebut butir 1 dan 2 diatas, Direksi dapat berkoordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Asosiasi masing-masing dan atu Satuan Tugas (Satgas) yang akan dibentuk bersama oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri BUMN.

4. Penataan secara kompherensif masalah praktek outsourcing di BUMN akan diselesaikan secara bertahap dan dikoordinasikan oleh Satuan Tugas sebagaimana kesepakatan Raker.

5. Selama proses penataan praktek Outsourcing dilakukan, upah proses dan hak-hak normatif lainnya agar tetap dibayarkan selama sesuai dengan peraturan perundang-perundangan serta tidak ada PHK kecuali dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

6. Direksi melaporkan pelaksanaan Surat Edaran ini termasuk kendala yang dihadapi apabila ada kepada Menteri BUMN.

7. Kebijakan terkait Outsourcing yang ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-06/MBU/2013 tanggal 22 November 2013, tetap berlaku.

BACA JUGA: