JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah akhirnya menunda rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjual saham milik negara di PT Bank Tabungan Negara (BTN) ke PT Bank Mandiri. Namun keputusan tersebut tidaklah permanen. Isu akuisisi BTN bisa saja muncul kembali jika Presiden terpilih tidak paham terhadap sistem perumahan nasional.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda isu akuisisi BTN akan sangat ditentukan oleh pemerintah yang akan memimpin negeri ini ke depan. Jika presiden yang terpilih nantinya tidak mengerti maka kemungkinan isu akuisisi BTN akan dimunculkan kembali. Isu akuisisi BTN, menurut  Ali, sering terjadi lima tahunan sekali sama seperti banjir di Jakarta.

Ali mengaku keputusan pemerintah untuk menunda akuisisi BTN sangatlah memuaskan bagi kalangan masyarakat karena kebijakan akuisisi BTN tidak bisa dibuat secara asal-asalan dan akuisisi BTN harus mendapat masukan dari stake holder properti mengingat akuisisi tersebut menyangkut perumahan rakyat. "Tidak bisa kayak seperti sekarang cuma surat dari Menteri BUMN," kata Ali kepada Gresnews.com, Jakarta, Kamis (24/4).

Ali menilai dari semua calon presiden yang kompeten dan paham terhadap sistem perumahan nasional adalah calon presiden dari PDIP  Joko Widodo (Jokowi). Kebijakan Jokowi seperti bank tanah itu tepat sekali dan sudah diterapkan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurutnya dengan kebijakan bank tanah dapat membangun rusun di waduk yang memanfaatkan tanah negara. "Model tersebut harus diakomodir di skala negara," kata Ali.

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menyayangkan keputusan pemerintah menunda akuisisi BTN oleh Bank Mandiri,  karena momentum yang sangat baik tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh pemerintah. Padahal akuisisi BTN oleh Bank Mandiri sangatlah penting untuk meningkatkan daya saing Indonesia.

"Tapi ya sudahlah. Saya kan cuma Menteri. Harus tunduk pada putusan yang di atas. Kita kehilangan waktu lagi untuk langkah yang strategis dan kita sering kehilangan momentum seperti ini," kata Dahlan.

Sebelumnya, pemerintah melalui Surat Edaran No 5 Tahun 2014 yang dikeluarkan Sekretariat Kabinet Republik Indonesia melarang jajaran Kementerian, Kepala Lembaga Pemerintahan dan Non Lembaga Pemerintah mengambil kebijakan strategis menjelang dan pasca Pemilihan Presiden yang akan dilaksanakan pada 9 Juli 2014.

Menurut Sekretaris Kabinet Dipo Alam surat edaran merupakan bentuk tanggapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap rencana pemerintah ingin menjual saham BTN ke Bank Mandiri. Dia mengatakan dirinya menulis surat kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri BUMN dan Direktur Utama Bank Mandiri agar tidak mengambil kebijakan strategis yang bisa membebankan masyarakat.

"Maka pengalihan saham BTN dan Mandiri yang berpotensi meresahkan masyarakat untuk ditunda sampai ada penjelasan yang kompherensif," kata Dipo di Kantornya, Jakarta, Rabu kemarin.

BACA JUGA: