JAKARTA, GRESNEWS.COM - Ombudsman Republik Indonesia akhirnya mempertemukan Koalisi Organisasi Disabilitas Indonesia (KODI) yang memprotes persyaratan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2014 karena dinilai mendiskriminasikan penyandang disabilitas dengan panitia penyelenggara SNMPTN. Pertemuan dua pihak itu dilakukan menyusul surat pengaduan KODI ke ombudsman terkait persoalan tersebut pada 14 April lalu.

Mereka sebelumnya mempersoalkan persyaratan panitia SNMPTN yang tidak memperkenankan penyandang tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa, dan buta warna mengikuti SNMPTN.
Persyaratan itu dinilai bertentangan dengan hukum dan melanggar  Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal para penyandang disabilitas menganggap dirinya mempunyai hak yang sama dalam menuntut ilmu melalui pendidikan.

Menanggapi surat pengaduan itu kemarin Ombudsman mempertemukan KODI dengan panitia SNMPTN 2014 dan Majelis Rektor PTN. Ketua panitia SNMPTN Ganjar Kurnia mengatakan, meminta maaf atas keluarnya syarat-syarat yang dicantumkan dalam formulir pendaftaran. Menurut dia syarat-syarat itu dimaksudkan untuk memberikan pelayanan bagi penyandang disabilitas yang nantinya akan bergabung. "Jadi kalo dia mengalami cacat tuna netra misalnya, kami akan menyiapkan teman untuk penerjemah. Saat mereka ujian juga nanti ada pendampingan secara khusus," kata Ganjar di Ombudsman, Selasa (29/4).

Atas kejadian tersebut, Wakil Ketua Majelis Rektor Universitas Padjajaran (Unpad) ini mengaku akan memberikan kesempatan kepada teman-teman penyandang disabilitas untuk bisa mendaftar di perguruan tinggi, yang akan dimulai saat ini hingga 10 Mei dan akan diumumkan pada 27 Mei mendatang . "Tentunya sesuai kapasitas yang perguruan tinggi miliki," katanya.

Mekanismenya,  kata dia, pendaftaran dibuka secara Offline di perguruan tinggi negeri terdekat dari tempat tinggal pendaftar. Formulir bisa dititipkan ke PTN, kemudian pihak universitas yang akan mengirim atau memproses ke panitia penyelenggara SNMPTN.

Kurnia mengatalan alasan memilih mekanisme pendaftaran secara offline, lantaran pihaknya tak dapat memastikan siapa peserta yang benar-benar sebagai penyandang disabilitas. "Soalnya kalo online nanti banyak yang ikut, sementara kita kan gak tau siapa yang sebagai penyandang disabilitas," katanya.

Sementara, mengenai kapasitas jumlah peserta kata Ganjar bukanlah wewenang panitia penyelenggara. Melainkan kebijakan dari perguruan tinggi masing-masing. Sejauh ini, Ganjar mengaku belum mengetahui berapa banyak jumlah yang telah mendaftar. "Nanti kita akan koordinasi dan segera umumkan siapa saja peserta yang telah mendaftar," katanya.

Sekjen Federasi Kesejahteraan Cacat Tubuh Indonesia Mahmud Fasa menyambut baik keputusan pihak penyelenggara dengan membuka kembali pendaftaran bagi penyandang disabilitas sampai 10 Mei mendatang. Meski begitu, dia tetap akan memantau sampai pendaftaran selesai.

"Apakah ada informasi dari teman-teman seperti yang dia (Ganjar) sampaikan lewat website atau sebagainya, benar atau tidak. Itu tetap kita pantau," kata Mahmud.

Sebab, Ia menilai persoalan ini sangat melanggar HAM dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas. Sementara alasan pemerintah (Kemendikbud) sangat normatif, hanya menyatakan ketidaksengajaan dan sebagainya. "Kami tidak mengerti. Seakan-akan tidak melakukan diskriminasi. Makanya akan tetap kita awasi pernyataan Ganjar dalam forum ini," ujarnya.

Menurut dia, kalau janji tersebut tidak benar-benar direalisasikan. Maka pihaknya sepakat akan membawa persoalan ini ke jalur hukum. Mengingat hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang.  "Setelah mereka merasa melakukan diskriminasi dan ingin membuka kembali, kami membuka pintu maaf. Tapi kalo nanti dia tidak sesuai, kita akan gugat Mendikbud-nya, karna dia dinilai lalai," ujarnya.

Sementara itu Komisioner Bidang Penyelesaian dan Pengaduan Pelaporan Ombusman Budi Santoso menyambut baik atas solusi dan komitmen dari pihak-pihak yang hadir. Khususnya dari panitia seleksi, termasuk para rektor yang hadir.

Sebab kata dia, persoalan yang dituntut Koalisi  Penyandang Disabilitas karena mereka ingin diberi akses untuk bisa mendaftar dan bisa berkompetisi secara obyektif dan fair dengan calon SNMPTN yang lain. Kemudian hal ini telah dijawab oleh pihak panitia. "Solusinya mereka memberi peluang lagi bagi penyandang disabilitas, sampai 10 Mei," kata Budi.

Dalam hal ini menurut Budi, hal yang terpenting adalah mensosialisasikannya kepada mereka (penyandang disabilitas). Pasalnya mereka harus tahu kalau ada peluang pendaftaran baru tersebut.

BACA JUGA: