JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mensomasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait kebijakan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas untuk dapat mengikuti Ujian Saringan Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Sebelumnya melalui situs SNMPTN 2014 Kementerian menetapkan syarat bagi siswa peserta ujian SNMPTN tidak boleh tuna netra, tuna daksa, tuna rungu, tuna wicara dan tidak buta warna.    

Menyusul protes sejumlah pihak atas kebijakan tersebut, website resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 10 Maret 2014 sempat mempublikasikan alasan  kenapa penyandang difabel tidak boleh mengikuti Ujian SNMPTN. Dalam penjelasannya Kementerian menyebutkan bahwa larangan tersebut merupakan upaya untuk menjamin keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan studi yang diminati.

Menanggapi kebijakan diskriminatif tersebut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta merespon dengan mengirimkan somasi kepada menteri pendidikan dan kebudayaan pada 11 Maret 2014. Somasi tersebut juga dikirimkan pada Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri se-Indonesia, Ketua SNMPTN 2014, dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Dalam somasinya LBH menyebutkan bahwa kebijakan menteri pendidikan dan kebudayaan telah melanggar hukum dan HAM penyandang disabilitas. Peraturan yang dilanggar dengan adanya kebijakan tersebut yaitu pasal 28C ayat (1) UUD 1945 Jo. Pasal 1 angka (1), Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Jo. Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan di atas berisi bahwa setiap orang berhak mendapatkan layanan pendidikan dan pengembangan diri dimanapun tanpa dibatasi dengan alasan apapun.

Sehingga mereka mendesak kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sejak 7 hari dari somasi ini dilayangkan , harus mencabut persyaratan diskriminatif dalam SNMPTN 2014 bagi difabel, meminta maaf kepada seluruh difabel atas adanya kebijakan yang menghalangi difabel memperoleh hak atas pendidikan, serta menyatakan menjamin bahwa difabel dapat memperolehakses pendidikan tanpa ada persyaratan apapun.

Namun menurut pengacara publik LBH Jakarta Tigor Gempita Hutapea baru beberapa universitas yang mengubah syarat-syarat itu  seperti,  Universitas Gajah Mada, UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Brawijaya. "Tapi kalau secara keseluruhan, majelis rektor tidak mengubah. Di banyak universitas itu masih berlaku," ujar Tigor.

Tigor mengakui hingga saat ini somasi yang dikirimkan LBH belum mendapatkan balasan dari Kemendikbud dan majelis rektor. Pihaknya berencana mengajukan gugatan dan membuka posko, hanya saja hingga saat ini belum ada laporan dari penyandang disabilitas akibat larangan tersebut.

Menanggapi hal di atas, TB. Dedi S. Gumelar, anggota Komisi pendidikan, pemuda, dan kebudayaan menyayangkan kebijakan menteri yang melarang penyandang difabel mengikuti SNMPTN. "Tidak boleh ada larangan seperti itu karena mereka (difabel) harus mendapatkan hak yang sama di bidang pendidikan," ujarnya.

BACA JUGA: