JAKARTA - Putusan uji materiil Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5/2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum melanggar prinsip dalam beracara.

"Seharusnya putusan itu berlaku sejak diucapkan bukan sejak diumumkan. Berbeda dengan peraturan yang berlaku sejak diumumkan. Dalam hal ini istilahnya diundangkan," kata ahli hukum tata negara Universitas Brawijaya (Unibraw) Aan Eko Widianto kepada Gresnews.com, Rabu (8/7/2020).

Aan mengkritik MA lantaran putusan pada 28 Oktober 2019 tapi baru diumumkan 3 Juli 2020.

Kritiknya ini istilahnya kritik administrasi agar tidak menciptakan kondisi gaduh dalam masyarakat agar tidak menambah masalah.

"Tapi ini terlepas dari masalah keabsahan soal presiden tadi ya. Ini masalah kritik terhadap proses di Mahkamah Agung," ujarnya.

Kalau dilihat dari sisi hukumnya putusan MA tersebut memutuskan atau menyatakan tidak berlaku PKPU. "Padahal penggunaan peraturan itu ya untuk menentukan presidennya, itu kan sudah berlalu. Jadi pada waktu penentuan presiden itu kan sudah lewat," tutur Aan.

Dengan demikian maka secara hukum tidak punya kekuatan untuk bisa mengubah karena sudah lewat batas waktunya.

"Jadi itu memang ranahnya Mahkamah Agung untuk menguji. Tapi kalau keputusan untuk mengangkat presiden itu bukan ranahnya uji materi," terangnya.

Menurutnya tidak ada implikasi terhadap perhitungan suara Jokowi-Ma`ruf. "Nggak ada dampaknya," cetusnya.

Sekarang kalau dilihat perolehan suara Jokowi-Ma`ruf dalam ketentuan Pasal 6a ayat (3) Undang-Undang Dasar jelas hanya mensyaratkan dua, siapa yang akan dilantik jadi presiden. Satu syaratnya adalah mendapat 50% plus satu suara. Yang kedua menang di 20% minimal di setengah lebih jumlah provinsi.

Sekarang perolehan Jokowi-Ma`ruf di atas 50% bukan 50% plus 1. Itu sudah memenuhi Pasal 6a Ayat (3). Kemudian syarat sebaran, Jokowi-Ma`ruf mendapat sebaran 21 provinsi yang menang lebih dari 20%.

Terkait dengan putaran kedua di Pasal 6 huruf a Ayat (4) UUD 1945. Di sana digunakan kata "dalam hal". Kalau "Dalam Hal" itu berarti ketika fase ketentuan yang dua hal tadi. Yaitu Pasal 6a Ayat (3) tidak dipenuhi maka baru masuk ke proses di Pasal 6a Ayat (4).

"Jadi kalau di putaran kedua itu `Dalam Hal`. `Dalam Hal` tidak terpenuhi 50% plus 1 atau menang di lebih dari setengah provinsi nilai kemenangannya 20%, nah itu maksudnya," jelasnya.

Dilihat dari implikasi politik, keabsahan presiden yang ada sekarang tetap sah. Tidak tergantung atau tidak terpengaruh dengan adanya putusan MA tersebut.

"Kalau menurut saya itu. Jadi tidak kemudian bisa mempengaruhi karena dengan alasan tadi," tandasnya.

MA angkat bicara mengenai baru dipublikasikannya putusan nomor 44/2019 terkait pengujian norma Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5/2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.

Salinan putusan yang mengabulkan sebagian gugatan Rachmawati Soekarnoputri dan enam orang pemohon lainnya itu diunggah di situs MA pada 3 Juli 2020, padahal perkara itu telah diputus pada 28 Oktober 2019 atau setelah lebih dari delapan bulan.

"Permohonan tersebut diputus oleh majelis hakim pada tanggal 28 Oktober 2019. Putusan a quo di-upload di web MA pada tanggal 3 Juli 2020. Timbul pertanyaan, kenapa putusan tersebut baru di-upload pada tanggal 3 Juli 2020. Sebenarnya tidak ada apa-apa. Lantas, kalau kami mengatakan karena alasan kesibukan mengingat banyaknya perkara yang ditangani MA, tentu alasannya alasan klasik," kata juru bicara MA yang juga hakim agung, Andi Samsan Nganro, dalam keterangan tertulis, Rabu (8/7/2020).

Andi mengatakan, penanganan gugatan Rachmawati masih sesuai koridor penanganan perkara di MA.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Ketua MA Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 Tanggal 31 Desember 2014 tentang Jangka Waktu Penanganan Perkara pada MA, penanganan perkara ditargetkan 250 hari sejak perkara didaftar sampai dikirim ke pengadilan pengaju.

"Kalau dipedomani SK ketua itu, maka jangka waktu tersebut masih dalam koridor. Apalagi dalam beberapa bulan terakhir ini kami menaati protokoler kesehatan menghadapi pandemi," katanya. (G-2)

 

BACA JUGA: