JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Dadang Suganda, tersangka pengadaan tanah di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pemerintah Kota Bandung pada 2012-2013. Dadang adalah seorang makelar tanah yang memperoleh keuntungan Rp30,18 miliar dari proyek ini yang ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus suap RTH ini.

Penahanan Dadang baru dilakukan setelah delapan bulan KPK menetapkannya sebagai tersangka yakni pada 16 Oktober 2019. "Untuk kepentingan penyidikan, KPK juga melakukan penahanan tersangka kepada DSG (Dadang)," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers yang dihadiri Gresnews.com, Selasa (30/6/2020) sore.

Lanjut Lili, DSG ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Cabang KPK, Jakarta. Sebagai protokol kesehatan untuk pencegahan COVID-19 tahanan akan lebih dahulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 Hari di Rutan KPK kavling C1.

"Perkara ini merupakan pengembangan dari dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah untuk ruang terbuka hijau pada pemerintahan Kota Bandung pada tahun anggaran 2012-2013," terangnya.

Sebelumnya KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu HN mantan kepala Dinas pengelolaan keuangan dan Aset daerah kota Bandung. Lalu ada CDQ dan HDS yang sebelumnya adalah anggota DPRD kota Bandung periode 2009-2014. Ketiganya kini menjalani proses persidangan pada Pengadilan Negeri Tipikor Bandung.

"Bagaimana konstruksi perkaranya? Pada tahun 2011 yang lalu Walikota Bandung atas nama Dada Rosada menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk ruang terbuka hijau atau RTH kota Bandung, " tuturnya.

Usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah ruang terbuka hijau untuk tahun 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.

Setelah rapat pembahasan dengan badan anggaran DPRD Kota Bandung diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan penambahan lokasi untuk pengadaan ruang terbuka hijau.

"Besar penambahan anggaran dari yang semula sebesar Rp15 miliar menjadi Rp57,21 miliar untuk anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD murni tahun 2012," jelasnya.

Lili mengatakan penambahan anggaran ini diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan itu adalah lokasi yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu dengan dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya ini juga diduga dilakukan supaya beberapa pihak itu untuk memperoleh keuntungan.

Dalam proses pembelian tanah pemerintah Kota Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah tetapi melalui makelar tanah, yang antara lain itu melalui tersangka KS selaku anggota DPRD kota Bandung dan sekaligus sebagai anggota Banggar.

"Tersangka DSG yang merupakan seorang wiraswasta berperan sebagai makelar yang memanfaatkan kedekatannya dengan sekretaris daerah pemerintah Kota Bandung. Para pemilik tanah itu dibuatkan surat kuasa menjual dari pemilik tanah kepada makelar dan orang-orang suruhannya," ungkapnya.

Hal ini dilakukan agar pihak pemerintah Kota Bandung terlihat tidak tahu bahwa transaksi tanah itu adalah melalui makelar. Padahal yang terjadi adalah kesengajaan yang diketahui oleh pemerintah Kota Bandung.

Dalam beberapa pertemuan antara tersangka DSG dan beberapa pihak, DSG mengatakan keinginannya untuk mengikuti pengadaan fakta tanah ruang terbuka hijau. Dan ini disambut oleh pihak pemerintah Kota Bandung yang kemudian mempersilakan DSG untuk ikut menawarkan tanahnya.

Tersangka DSG kemudian diduga membeli langsung dari pemilik atau dari ahli warisnya dengan harga di bawah nilai jual objek pajak/NJOP dan menjualnya kembali kepada pemerintah Kota Bandung untuk pengadaan tanah ruang terbuka hijau dengan harga rata-rata tiga sampai empat kali lipat harga yang dibayar DSG kepada pemilik asli atau kepada ahli warisnya.

"Jumlah tanah yang dibeli oleh DSG untuk pengadaan tanah ruang terbuka hijau pada Kota Bandung adalah sebanyak 50 bidang yang seluruhnya berada pada Kecamatan Cibiru," imbuhnya.

Namun, kata Lili, sebagian besar tanah milik DSG yang dibeli oleh pemerintah Kota Bandung tersebut lokasinya berada di luar surat keputusan Walikota Bandung tentang persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan ruang terbuka hijau.

"Metode DSG dalam memberikan tanah ini adalah dengan mengerahkan orang-orang kepercayaannya untuk mencari tanah di Kecamatan Cibiru dengan harga murah tanpa memberitahu bahwa tanah itu akan digunakan sebagai ruang terbuka hijau," terangnya.

Setelah sepakat, jelas Lili, DSG sendiri yang akan membayar pelunasannya kepada pemilik tanah atau ahli waris dan kemudian akan dibuatkan akta kuasa menjual.

Upaya tindakan pemerintah Bandung kepada DSG dalam pengadaan tanah untuk ruang terbuka hijau untuk tahun 2012 adalah sebesar Rp43,64 miliar setelah dipotong pajak.

Sedangkan jumlah uang yang dibayarkan kepada pemilik tanah atau pada para ahli warisnya adalah sebesar Rp13,45 miliar. Terdapat selisih pembayaran antara uang yang diterima di DSG dari pemerintah kota Bandung dengan pembayaran kepada pemilih atau kepada pewarisnya sebesar Rp30,18 miliar. "Sehingga DSG diduga memperkaya atas selisih pembayaran tersebut, " terangnya.

Atas perbuatannya tersangka DSG disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHAP Pidana.

Dalam proses penanganan perkara ini secara keseluruhan KPK telah menerima pengembalian uang dan aset kurang lebih sejumlah Rp7 miliar.

KPK juga akan mengejar aliran dana lain yang diduga dinikmati oleh sejumlah pihak dalam perkara ini untuk memaksimalkan aset recovery.

"KPK juga mengingatkan kepada pihak-pihak yang pernah menikmati aliran ini agar kooperatif dan mengembalikan segera uang tersebut kepada KPK," tandasnya. (G-2)

 

BACA JUGA: