JAKARTA - Bentrokan antara anggota TNI dan Polri terjadi di Kasonaweja, Kabupaten Mamberamo Raya (Mama), Papua, pada Minggu (12/4). Diduga, bentrokan dipicu karena kesalahpahaman antara anggota Polres Memberamo Raya dan anggota Satgas Pamrahwan Yonif 755/20/3-Kostrad. Sebanyak tiga anggota Polri tewas: Briptu Alexander Ndun, Briptu Marcelino Rimaikewi dan Bripda Yosias.

"Jadi, tolong disebutkan, kalau misalnya ada sipil maka sipil itu harus disebutkan. Nama orang dan profesinya. Profesi yang dijalankan oleh aktor orang pertama yang melakukan tindakan konflik dengan anggota polisi itu, misalnya kalau ada. Itu berprofesi orang sipil yang berprofesi sesuatu, misalnya sebagai apa," kata mantan anggota Komisi Nasional HAM asal Papua, Natalius Pigai, kepada Gresnews.com, Senin (13/4).

Ia meminta dibentuk tim investigasi untuk mengungkap motif utama masalah itu, termasuk menelusuri pelaku awal yang memicu bentrokan berprofesi sebagai apa. "Apakah sopir mobil, sopir angkutan, tukang ojek? Tertibkan itu semua di seluruh Papua," kata Pigai.

Pigai mencontohkan, kalau dia adalah sopir angkot maka konflik awal itu anggota polisi dengan seorang sopir angkot. Kemudian sopir angkot itu lapor ke anggota TNI, yang lantas membantu dia sehingga terjadi konflik.

"Kalau misalnya ditemukan begitu di lapangan, kalau ini dibiarkan, nanti akan menjadi pola yang sama. Terjadi di mana-mana, di daerah-daerah lain di Papua bisa terjadi hal sama," katanya.

Ia pun mengaku prihatin dengan adanya bentrokan di Memberamo. TNI dan Polri seharusnya menjadi garda terdepan yang membantu aparat pemerintah dan petugas pelayanan kesehatan untuk mempelancar penanganan COVID-19. Ia juga meminta agar pimpinan Komando Daerah Militer dan Markas Besar TNI menghukum para pelaku yang telah menghilangkan tiga nyawa anggota Polri.

"Tidak boleh hanya dihukum administrasi saja. Dan itu bukan di dalam medan pertempuran, bukan dalam menjalankan tugas negara. Tapi itu adalah tindakan kriminal," ujarnya.

Sementara itu anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin juga menyesalkan bentrokan itu, apalagi terjadi di tengah pandemi COVID-19.

"Ini benar-benar melukai hati rakyat, apalagi dilakukan oleh institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan pembela bangsa kok malah berseteru," kata Hasanuddin melalui keterangan tertulis diterima Gresnews.com, Senin, (13/4).

Menurut purnawirawan TNI itu, bentrokan tak perlu terjadi jika semua pihak menahan diri. Ia berharap para komandan dua satuan itu lebih mendekatkan diri dengan anak buah masing-masing. Pengawasan langsung dari para perwira lapangan amatlah menentukan.

Politisi PDI Perjuangan itu juga mengimbau agar insiden itu segera diredam. Ia mewanti-wanti jangan sampai peristiwa itu meluas dan memicu aksi saling membela korps. "Selesaikan dengan segera, jangan sampai kejadian ini terulang kembali," ujarnya.

(G-2)

 

BACA JUGA: