JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembalikan berkas hasil penyelidikan Komisi Nasional HAM dalam kasus Paniai, Papua. Tim jaksa penyidik pada Direktorat HAM Berat Kejagung menyatakan berkas belum memenuhi kelengkapan atau syarat-syarat suatu peristiwa dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan pelanggaran HAM berat, baik pada syarat-syarat formil maupun materiil.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyu Wagiman mengatakan Kejagung tidak menyebutkan secara rinci mengenai syarat formil dan materiil yang tidak dapat dipenuhi dalam hasil penyelidikan Komnas HAM.

"Diperlukan terobosan dan keinginan yang kuat dari Komnas HAM untuk mendorong proses penyelesaiaan kasus Paniai secara adil dan bermartabat," kata Wahyu dalam keterangan diterima Gresnews.com, Rabu (25/3).

Menurutnya, selama ini, berkas hasil penyelidikan Komnas HAM selalu dikembalikan oleh Kejagung dengan alasan yang kurang lebih sama. Narasi repetitif seperti itu sama persis dengan pola mandegnya 13 kasus pelanggaran HAM masa lalu yang diselidiki oleh Komnas HAM. Dalam kasus-kasus itu, berkas penyelidikan Komnas HAM berulang kali dikembalikan dan dinyatakan tidak lengkap oleh Kejagung dengan alasan kurangnya bukti wawancara, kurang jelasnya konstruksi peristiwa, dan masih kurangnya bukti-bukti lain.

Alasan tersebut juga tidak berbeda dari petunjuk-petunjuk pengembalian berkas kasus-kasus HAM yang lain. Perdebatan yang belum jelas ujungnya selalu muncul, hingga akhirnya kasus HAM lagi-lagi tenggelam di meja kejaksaan. Kejagung sendiri sudah mengulur waktu yang cukup lama menyikapi berkas masuk Kasus Paniai, terhitung lima pekan sejak 11 Februari 2020.

Sebelumnya Kejagung telah dua kali menjanjikan akan menjawab dan memberi sikap serta tanggapan atas berkas tersebut pada 18 dan 24 Februari 2020. Alasan Kejagung tersebut seharusnya tidak perlu muncul, jika Kejagung memiliki kemauan (willingness) dengan memberikan supervisi terhadap Komnas HAM dalam proses penyelidikan sejak awal.

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (1) UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM, Komnas HAM telah menjalankan mandatnya dengan menemukan bukti permulaan yang cukup bahwa peristiwa Paniai Berdarah merupakan pelanggaran HAM berat. Pengembalian berkas hasil penyelidikan Komnas HAM oleh Kejagung tersebut mesti disertai petunjuk yang lengkap dan jelas.

Namun, lanjut Wahyu, sayangnya Kejagung pada posisi institusi yang ingin mengubur kasus-kasus HAM di mejanya. Hal ini justru memperlihatkan keengganan pemerintah untuk menyelesaikan Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia yang terjadi pada masa lalu.

Persoalan Pelanggaran berat Hak Asasi Manusia merupakan persoalan politik negara, yang diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan kekuatan, dan dalam posisi ini proses penyelesaiannya sangat penting kehadiran dan iktikad baik dari negara. Sikap Kejagung yang menjadikannya sekadar soal remeh temeh prosedural hanya akan membebani komitmen negara dalam penyelesaian Pelanggaran Berat HAM.

Di satu sisi, Komnas HAM juga harus melengkapi bukti-bukti yang dianggap kurang lengkap oleh Kejagung. Komnas HAM harus melalukan komunikasi yang intensif dengan Jaksa Agung dalam menangani kasus Paniai. Diperlukan terobosan dan keinginan yang kuat dari Komnas HAM untuk mendorong proses penyelesaiaan kasus Paniai secara adil dan bermartabat.

Ia menegaskan Jaksa Agung perlu memberikan arahan yang jelas dan tepat mengenai kekurangan hasil penyelidikan Komnas HAM. Selain itu Komnas HAM juga harus melakukan komunikasi secara intensif dengan Jaksa Agung untuk melengkapi bukti-bukti yang diperlukan dalam penyelesaian peristiwa Paniai.

(G-2)

BACA JUGA: