JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sedang mempertimbangkan opsi melakukan lockdown (mengunci total seluruh akses) wilayah Jakarta untuk penanggulangan pandemi virus korona (COVID-19), meskipun Presiden Joko Widodo menyatakan kebijakan tersebut merupakan wewenang pemerintah pusat dan belum terpikirkan hingga sekarang. Tapi, jika itu terjadi maka akan berdampak pada perekonomian, termasuk penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sebagian besar bersumber dari pajak daerah.

Direktur Policy Research Institute Democracy (PRIDE) Muhammad Maulana menjelaskan butuh pemimpin yang memiliki kemauan politik (political will) untuk dapat meningkatkan PAD, sehingga dapat memberikan dorongan positif kepada aparatnya untuk bekerja optimal.

"Nah, pimpinan daerahnya siap tidak memberikan instruksi kepada para petugas pajak di lapangan untuk melakukan ekstensifikasi dan optimalisasi penerimaan pajak?" kata Maulana kepada Gresnews.com usai diskusi publik pekan lalu di Jakarta.

Ia menjelaskan, terdapat beberapa masalah dalam untuk meningkatkan pajak daerah, yakni tingkat rata-rata pajak rendah di mana penghasilan dan jumlah orang kaya relatif kecil, yang itu berarti tidak ada alternatif lain kecuali mengenakan pajak pada masyarakat miskin.

Masalah lainnya adalah kurangnya data yang akurat berkaitan dengan dasar pengenaan pajak. Kemudian ketidakakuratan penilaian ditambah dengan adanya tax evasion (menghindari pajak secara ilegal dengan tidak melaporkan penghasilan atau melaporkan tetapi bukan nilai penghasilan yang sebenarnya) yang dilakukan oleh orang kaya, menyebabkan apapun bentuk dan sistem pajak cenderung akan memberikan beban lebih berat pada masyarakat miskin.

Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional Jakarta (UNAS) itu menjelaskan, untuk DKI Jakarta, PAD terbesar masih berasal dari dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan & Perkotaan dan Pajak Kendaraan Bermotor. Pada 2019, upaya inovasi dilakukan dengan menargetkan kenaikan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) hingga 22%.

Maulana menjelaskan untuk meningkatkan PAD perlu ada peningkatan pajak, namun bukan berarti untuk semua pajak. Ada pajak yang semestinya diturunkan namun ada juga pajak yang harus dinaikkan. Pajak yang harus dinaikkan, misalnya, pajak air tanah serta bumi dan bangunan. Pajak air tanah itu ditujukan bagi para pengelola apartemen, mal, dan lain-lain. Selama ini pajak air tanah rendah, hanya Rp100 miliar pada 2018.

"Padahal dampak dari air tanah itu dirasakan oleh masyarakat yang ada di sekeliling apartemen dan mal. Mereka menjadi lebih susah untuk mendapat akses air tanah," imbuhnya.

Menurutnya, ada beberapa tantangan penerapan untuk peningkatan pajak daerah, yakni sistem pajak harus dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat netral, yaitu meminimalkan distorsi harga relatif, dan untuk menghindari terjadinya insentif dan disinsentif yang tidak diharapkan. Di sisi lain, penerapan pajak seharusnya tidak mengganggu perekonomian daerah. Lalu kemampuan eksekusi kebijakan perpajakan yang seharusnya bisa diterima secara politis. Hal penting lainnya adalah kapasitas administratif berupa peningkatan keahlian, keterampilan, dan kejujuran sumber daya manusia dari suatu negara untuk mengelola pajak.

"Tantangan lainnya untuk meningkatkan PAD adalah dalam hal menentukan tarif pajak. Hal lain yang tak kalah penting adalah kehati-hatian dalam merancang instrumen pajak," ujarnya.

Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Sri Hayati menuturkan, target penerimaan 13 jenis pajak daerah tahun ini ditetapkan sebesar Rp50,01 triliun.

"Selama ini kerja sama yang dilakukan cukup efektif, sehingga kami akan terus berupaya agar target penerimaan pajak tahun ini bisa terealisasi," ujar Sri, Selasa (28/1/2020).

Bapenda juga mengajukan revisi tiga peraturan daerah (Perda) pada tahun ini. Sekretaris Bapenda Provinsi DKI Jakarta Pilar Hendrani mengatakan, ketiga Perda tersebut yakni, Perda Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); Perda Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan; dan Perda Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir.

(G-2)

BACA JUGA: