JAKARTA - Perekonomian Indonesia telah memasuki masa krisis. Saat ini yang dibutuhkan bukan lagi kebijakan pertumbuhan (growth) ekonomi melainkan kebijakan yang berorientasi solidaritas sosial.

"(Fokusnya) bagaimana menyelamatkan bangsa. Kita tidak usah berpikir growth. Jadi tidak lagi berorientasi pada growth. Kita berorientasi pada social solidarity," kata Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan kepada Gresnews.com seusai acara diskusi di Gedung Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (13/3).

Doktor lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) dengan disertasi berjudul Analisa Pengaruh Jaminan Upah Layak, Jaminan Sosial dan Solidaritas Sosial Terhadap Kesejahteraan Buruh pada 2015 itu menyebut krisis yang dialami Indonesia sekarang ini berada pada fase awal. Gejala-gejalanya mulai terlihat. Pemerintah kesulitan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemasukan pajak berkurang dan tidak mencapai target. Apalagi tengah terjadi kelambatan ekonomi dunia yang diperparah dengan adanya pandemi COVID-19.

"Sumber pembiayaan makin tidak ada. Artinya, sekarang sudah mulai tidak bisa bertahan," kata aktivis mahasiswa yang getol menentang rezim Orde Baru semasa menjadi mahasiswa S-1 di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Pemerintah, kata dia, justru menunda program yang penting dan mendesak, seperti Kartu Pra Kerja, yang seharusnya diluncurkan Maret ini. Ia menyarankan pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan yang fokus untuk meringankan beban masyarakat seperti yang dilakukan oleh Presiden III Bacharuddin Jusuf Habibie pada 1998-1999, semacam program Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan Kredit Usaha Tani (KUT). 

"Kalau ada stimulus fiskal maka seharusnya diarahkan untuk hal tersebut (meringankan beban rakyat). Kalau sekarang kan agak beda, yang mau diselamatkan pegawai negeri, kemudian pariwisata dan lain-lain. Jadi stimulus fiskalnya itu sudah tidak berorientasi (pada rakyat menengah ke bawah). Harusnya orientasi pada rakyat kecil, supaya bisa tenang sekarang," tuturnya.

Untuk menjaga usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pemerintah harus mengarahkan subsidi kepada mereka, sehingga rakyat memiliki kemampuan daya beli yang cukup. "Daya beli pemerintah itu dikerahkan ke sana. Jadi belanja pemerintah itu dialihkan untuk usaha mikro dan rakyat kecil," kata Syahganda.

(G-2)

BACA JUGA: