JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia (LPSK-RI) berharap hakim Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang, Jawa Timur lebih jernih dalam mendudukkan perkara pembunuhan begal oleh seorang pelajar. ZA adalah pelajar SMA yang melakukan pembelaan diri saat dibegal oleh Misnan. Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengatakan latar belakang dan niat ZA sampai melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya harus ditelusuri secara mendalam. Bila dilihat secara sekilas, tidak terlihat niat ZA untuk melakukan perbuatan tersebut, apalagi sampai direncanakan.

Karena itulah, kata Maneger, tidak heran jika persidangan kasus ini sempat mencuat dan menarik perhatian publik, bahkan sempat dibahas pada saat Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung akibat dakwaan jaksa penuntut umum yang dinilai berlebihan.

"Dakwaan Pasal 340 KUHP terhadap ZA mengagetkan kita. Wajar jika publik bersuara. Kita berharap hakim yang menyidangkan perkara ini melihat lebih jernih alasan ZA melakukan perbuatan yang didakwakan kepada, apalagi yang bersangkutan (anak) masih bawah umur," ungkap Maneger kepada Gresnews.com, Rabu (22/1).

Hal lain yang dapat menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan adalah alasan pemaaf, yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Maksud dari alasan pemaaf yaitu perbuatan yang dilakukan terdakwa tetap bersifat melawan hukum dan tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi terdakwa tidak dipidana karena tidak ada kesalahan.

Alasan pemaaf diatur dalam Pasal 49 KUHP. Di situ disebutkan, tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, misalnya, pelaku melakukan pembelaan atas diri atau orang lain secara berlebihan sehingga menyebabkan pelaku yang mengancam diri atau orang lain tersebut terbunuh. "Jika hakim yakin akan keterangan terdakwa di dalam persidangan, alasan pemaaf bisa menjadi dasar pertimbangan putusan," kata Maneger.

Seperti banyak diberitakan media massa lokal di Jawa Timur maupun nasional, jaksa penuntut umum mendakwa ZA dengan dakwaan primer Pasal 338 KUHP tentang tindakan pembunuhan berencana, subsider Pasal 338, Pasal 351 KUHP dan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Namun, pada sidang pembacaan tuntutan, Selasa (21/1/2020), Pasal 340 dan Pasal 338 KUHP tidak dapat dibuktikan oleh jaksa penuntut umum, sehingga ZA hanya dituntut oleh jaksa dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.

Saat ini ZA dalam status penahanan kota. Ia disangka menikam salah satu dari empat orang begal yang akan memperkosa teman perempuannya. ZA didakwa pasal berlapis, meliputi pembunuhan berencana dan kepemilikan senjata tajam.

Jenazah begal itu ditemukan di perkebunan tebu sehari sebelum ZA ditangkap. Sejak berstatus tersangka, ZA tak ditahan karena pertimbangan anak di bawah umur dan berstatus pelajar. (G-2)

BACA JUGA: