JAKARTA - Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia (SSYI) menegaskan mereka bukan sekadar sebuah organisasi melainkan sebuah agama yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen (Bimas Kristen) Kementerian Agama (Kemenag).

Demikian disampaikan oleh Yoga Ario Bimo Sulistiono dari Bagian Humas (Public Information) SSYI kepada Gresnews.com di Kantor Administrasi SSYI, Central Park Agung Podomoro Land Office Tower, Lantai 31, Jl. S. Parman, Kav. 28, Jakarta, Jumat (29/11).

Reporter Gresnews.com Mohamad Fikri Hamidun menyambangi kantor SSYI itu untuk melakukan verifikasi dan konfirmasi berkaitan dengan pemberitaan yang tengah hangat mengenai adanya siswa SMP di Batam yang menolak melakukan sikap hormat terhadap bendera merah putih. Kedua siswa itu sekarang dikeluarkan dari sekolah. Orang tua siswa tersebut adalah penganut Saksi Yehuwa dan menyatakan sikap itu merupakan bagian dari keyakinan yang dianutnya.

Namun, Ario menolak memberikan penjelasan ketika ditanyakan lebih jauh apakah menolak memberikan sikap hormat terhadap bendera negara Indonesia adalah merupakan bagian dari keyakinan Saksi Yehuwa. Ario meminta pertanyaan itu dikirimkan saja melalui surat elektronik (e-mail) dan akan segera ditanggapi. Gresnews.com telah mengirimkan pertanyaan itu melalui e-mail, namun hingga berita ini diturunkan, belum mendapatkan balasan.

Dalam laman resminya, SSYI menjelaskan posisi politiknya. Melalui sebuah artikel berjudul Mengapa Saksi-Saksi Yehuwa Netral dalam Urusan Politik? terdapat poin tentang Merespek Pemerintah.

“Meskipun tidak terlibat dalam urusan politik, kami merespek wewenang pemerintah di mana kami tinggal. Ini sesuai dengan perintah Alkitab, `Hendaklah setiap jiwa tunduk kepada kalangan berwenang yang lebih tinggi.` Kami mematuhi hukum, membayar pajak, dan mendukung upaya pemerintah untuk menyejahterakan rakyatnya. Kami tidak ikut dalam gerakan untuk menggulingkan pemerintah, tapi mengikuti nasihat Alkitab untuk berdoa bagi raja-raja dan semua orang yang berkedudukan tinggi`, khususnya sewaktu mereka membuat keputusan yang bisa memengaruhi kebebasan beribadat.”

“Kami juga merespek hak orang lain untuk membuat keputusan dalam urusan politik. Misalnya, kami tidak mengganggu pemilihan umum atau memengaruhi mereka yang ingin memberikan suara.”

Apakah kenetralan politik SSYI mengancam keamanan negara?

Tidak. Kami adalah warga negara yang suka damai dan pemerintah tidak perlu khawatir. Perhatikan laporan dari National Academy of Sciences of Ukraine tahun 2001. Ketika mengomentari kenetralan kami, laporan itu menyatakan, ‘Dewasa ini, beberapa orang bisa jadi tidak suka dengan pendirian Saksi-Saksi Yehuwa; itulah sebabnya mereka dituduh oleh rezim Nazi dan Komunis yang totaliter di masa lampau.’ Tapi, bahkan di bawah penindasan Soviet, Saksi-Saksi ‘tetap menjadi warga negara yang taat. Mereka dengan jujur dan tidak mementingkan diri bekerja di ladang dan di pabrik dan sama sekali bukan ancaman bagi rezim Komunis.’ Begitu pula dewasa ini, kepercayaan dan kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa tidak ‘mengganggu keamanan dan persatuan bangsa mana pun’ sebagaimana disebutkan dalam penutup laporan itu.”

SSYI menegaskan, “Agama yang terlibat dalam urusan politik menyebabkan umatnya terpecah belah.”

Polemik mengenai Saksi Yehuwa di Indonesia memang memiliki sejarah panjang. Perbedaan pandangan dengan pihak Katolik dan Protestan terjadi, terutama dipicu oleh doktrin teologi Saksi Yehuwa yang tidak mengakui ketuhanan Yesus.

“... Kami juga percaya bahwa Yesus sekarang berkuasa sebagai Raja atas Kerajaan surgawi Allah, yang akan segera membawa perdamaian ke seluruh bumi. Tetapi, kami memercayai Yesus saat ia mengatakan, ‘Bapak lebih besar daripada aku.’ Jadi kami tidak menyembah Yesus, dan juga tidak percaya bahwa ia adalah Allah Yang Mahakuasa.”

Selama ini pemerintah telah mengeluarkan sejumlah keputusan terhadap Saksi Yehuwa. Sempat dilarang, namun larangan itu dicabut lagi. Mengutip buku Direktori Kasus-Kasus Aliran, Pemikiran, Paham, dan Gerakan Keagamaan di Indonesia (2010) yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Latihan Kementerian Agama, Puslitbang Kehidupan Beragama, berikut ini adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan Saksi Yehuwa:

  1. Surat Keputusan Jaksa Agung No: Kep-129/JA/12/ 1976, Tentang Pelarangan Aktivitas Saksi-Saksi Yehuwa dan Siswa-Siswa Alkitab di Indonesia;
  2. Surat Keputusan Jaksa Agung No: Kep-255/A/JA/06/ 2001, tanggal 1 Juni 2001, Tentang Pencabutan SK Jaksa Agung RI No 129/JA/12/1976, Tentang Pelarangan Aktivitas Saksi-saksi Jehova dan Siswa Alkitab di Indonesia;
  3. Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Nomor F/KEP/HK 00.5/22/1103/2002, tanggal 22 Maret 2002, Tentang Pendaftaran Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia;
  4. Surat Tanda Terima Pemberitahuan Keberadaan Organisasi Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia, Nomor 08/D.I/I/2003, tanggal 13 Januari 2003, di Dep. Dalam Negeri;
  5. Surat Dirjen Bimas Kristen Nomor DJ III/BA.02/27/662/2004, tanggal 9 Maret 2004, Tentang Pembinaan dan Bimbingan Terhadap Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia.

Secara organisasi, terdapat Badan Pimpinan Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka adalah sebuah kelompok kecil yang berpengalaman. Mereka menyediakan petunjuk bagi Saksi-Saksi Yehuwa di seluruh dunia. Dua tugas utama mereka yaitu:

  1. Mengawasi persiapan untuk menyediakan petunjuk dari Alkitab yang ada di publikasi, pertemuan ibadah, dan sekolah bagi Saksi-Saksi Yehuwa;
  2. Mengawasi pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa di seluruh dunia, seperti mengarahkan penginjilan dan mengawasi penggunaan sumbangan.

Sejak Januari 2018, para anggota Badan Pimpinan adalah Kenneth Cook, Jr., Samuel Herd, Geoffrey Jackson, Stephen Lett, Gerrit Lösch, Anthony Morris III, Mark Sanderson, dan David Splane. Mereka melakukan tugas di kantor pusat di Warwick, New York, Amerika Serikat.

Berkaitan dengan keberadaan umat Kristen di Indonesia, data Direktorat Jenderal Bimas Kristen 2018-2019 menunjukkan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) adalah yang terbesar dengan 236 anggota, sementara itu Gereja Orthodox Indonesia (GOI) adalah yang terkecil dengan hanya dua anggota.

Jumlah gereja PGI pun terbanyak, yakni 5.160 gereja, sedangkan yang paling sedikit adalah GOI dengan hanya lima gereja di seluruh Indonesia.

(G-1/G-2)

 

BACA JUGA: