JAKARTA - Indonesia belum bisa mengail keuntungan dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Investor justru lebih memilih untuk menanamkan modal di negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Sejumlah perusahaan multinasional bahkan telah merelokasi pabrik ke negara-negara itu.

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menjelaskan setidaknya ada dua faktor yang membuat investor asing malas untuk menanamkan modalnya di Indonesia. "Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diperbaiki dalam kemudahan melakukan investasi di Indonesia," ujar Esther pekan lalu kepada Gresnews.com (07/11).

Pertama, lamanya perizinan baik dalam kemudahan mengawali bisnis, perizinan konstruksi hingga registrasi properti. Data Ease of Doing Business 2019 menunjukkan, Indonesia ada di peringkat 134 dalam memulai bisnis. Waktu yang diperlukan investor untuk membangun bisnisnya di Indonesia 19,6 hari.

Sementara perizinan konstruksi memakan waktu hingga 200,1 hari. Registrasi bisnis juga butuh waktu lama sekitar 27,6 hari. Kemudian untuk administrasi pertanahan Indonesia berada di posisi 14,5 dari skala 0-30.

Menurutnya, masalah lainnya adalah perpajakan yang menyebabkan Indonesia tak menarik di mata para investor. Selain itu, pembayaran pajak. Investor bayar pajak hingga 42 kali dalam satu tahun, dengan rerata waktu 207,5 jam atau sekitar 8-9 hari. "Itu kan banyak dan lama sekali," ujarnya.

Ditambah lagi, investor juga merasa biaya listrik masih mahal, sekitar 252,8% dari total pendapatan per kapita dan waktunya relatif lama (34 hari).

Transparansi informasi kredit semakin baik, namun kemudahan memperoleh kredit masih kurang bagi investor. Peringkat kredit Indonesia masih di posisi 44, dengan credit registry coverage sebesar 58,2% dan credit bureau coverage sebesar 38,1%.

Oleh karena itu Esther menilai dibutuhkan insentif yang lebih tepat bagi para investor yang ingin berinvestasi dan membuka pabrik di Indonesia agar bisa menyerap tenaga kerja. Harapannya Indonesia tak hanya menjadi pasar dengan beroperasinya pabrik hingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih besar lagi. (G-2)

BACA JUGA: