JAKARTA - Media sosial kini semakin mendapatkan peran penting mengingat dampaknya pada kehidupan sosial politik masyarakat yang kian penting. Namun dalam dunia sosial rentan terjadi pembelokan isu yang dilakukan oleh para pendengung (buzzer) termasuk dalam isu korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi menjelaskan dalam dunia sosial tak lepas dari adanya buzzer, sekelompok orang yang mendengungkan, mempromosikan, mengkampanyekan suatu tema. Para buzzer ini sejatinya netral dan tidak bisa dihilangkan selama ada yang punya kepentingan.

"Yang justru menjadi masalah besar adalah bias, propaganda dan disinformasi," kata Ismail kepada Gresnews.com, Senin (14/10).

Ia menjelaskan dalam hal analisis media sosial terkait dengan pemberantasan korupsi dan KPK, belum ada gagasan signifikan yang mendukung penguatan KPK. Misalnya dituangkan secara secara jelas dalam bentuk tagar (hashtag) dalam medsos. Lantaran itu tidak dilakukan sehingga kalah secara narasi oleh mereka yang kontra-KPK. "Padahal, hashtag menjadi bagian yang cukup penting dalam membentuk narasi di media sosial," katanya.

Ismail mengatakan ketika sebuah hashtag muncul, lalu media membuat artikel, dibaca oleh banyak orang dan dipahami sebagai sebuah fakta atau kebenaran dan isu. Seperti itu cara kerjanya, sangat sederhana.

Menurutnya saat ini kelompok pro-KPK bergerak tanpa pola, tanpa gagasan, dan konten yang teratur. Untuk melawan itu perlu bermain gagasan dalam melawan hoaks dan disinformasi. Perlu ada kontra narasi untuk melawan hastag atau pun narasi yang dibuat oleh pihak lawan KPK.

Penelitian di Indiana University menyebutkan ketika masyarakat dibiarkan tanpa pengingat akan mudah tenggelam dalam lautan hoaks. "Akan ada banyak sekali proganda dan bias, jalan kita masih panjang, melawan korupsi di dimensi keenam (media digital)," ungkapnya. (G-2)

BACA JUGA: