JAKARTA - Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menyerahkan barang rampasan negara kepada Dana Pensiun (Dapen) Pertamina senilai Rp46,2 miliar sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 2088 K/Pid.Sus/2018 tanggal 30 Oktober 2018 atas nama terdakwa Muhammad Helmi Kamal Lubis. Kejari Jakpus bertindak selaku eksekutor putusan terhadap mantan Presiden Direktur Dapen Pertamina itu.

Helmi dipidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp250 juta serta pidana tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp46.212.842.853. Dia dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Edward S. Soeryadjaya—putra sulung pendiri Grup Astra William Soeryadjaya—selaku Direktur Ortus Holding Ltd dalam kegiatan penempatan investasi pengelolaan dana pensiun Pertamina 2014-2015. Menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2 Juni 2017, kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp612 miliar.

Beberapa barang rampasan yang diserahkan antara lain berupa mobil, tanah, dan perkantoran level 12 A.6 seluas 250 meter persegi yang terletak di Menara Sentrajaya, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Diserahkan pula uang tunai Rp800 juta.

“Barang-barang tersebut dinilai cukup signifikan dan diharapkan mampu menutup kerugian yang dialami Dapen Pertamina,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jakpus Istu Catur Widi Susilo melalui keterangan yang diterima oleh Gresnews.com, Rabu (18/9).

Penyerahan barang rampasan dihadiri oleh Kepala Kejari Jakpus Sugeng Riyanto dan kuasa hukum Dapen Pertamina Dewi Djalal.

Istu menjelaskan penyerahan itu selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Dapen Pertamina dengan melakukan perhitungan apakah cukup untuk menutupi kerugian yang diderita. Bila belum mencukupi, kata Istu, Dapen Pertamina dapat mengajukan kepada Kejari Jakpus selaku eksekutor untuk dilakukan sita eksekusi selanjutnya.

Sementara itu, pertimbangan hakim kasasi adalah kekayaan dan keuangan Dana Pensiun Pertamina merupakan kekayaan Negara atau keuangan Negara karena sumber dana berasal dari iuran peserta yakni  pegawai Pertamina yang dipotong gaji sesuai dengan ketentuan dan  bersumber dari kontribusi pemberi kerja yaitu PT Pertamina (Persero) yang merupakan BUMN. Pengelolaan yang dilakukan oleh Terdakwa sebagai Presiden Direktur  DP Pertamina menurut penilaian profesional (professional judgement rule) jelas tidak dilakukan dalam rangka mencapai tujuan DP Pertamina  melainkan didasari perbuatan melawan hukum sehingga menimbulkan kerugian keuangan Negara yang sangat besar.

Di sisi lain, Edward Soeryadjaya telah dijatuhi vonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, denda Rp500 juta, serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp25,6 miliar, pada 23 April 2019. (G-1)

BACA JUGA: