JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan ketentuan pencantuman label dan sertifikat halal tetap diberlakukan sebab pemerintah berkewajiban melindungi konsumen muslim di dalam negeri yang merupakan mayoritas di Indonesia.

Kewajiban pencantuman label dan sertifikat halal diatur dalam Pasal 4 UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Jaminan Produk Halal.

“Setiap  produk yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib bersertifikat halal. Sertifikat halal tersebut diterbitkan oleh lembaga halal dari luar negeri dan wajib diregistrasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal sebelum produk tersebut diedarkan di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana, di Jakarta, pekan lalu.

Menurut Wisnu, pemenuhan jaminan halal juga dipersyaratkan ketika produk hewan akan diperdagangkan di dalam wilayah NKRI melalui kewajiban pencantuman label halal sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PP Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan dan Pasal 2 Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

Kemendag juga mensyaratkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian yang mewajibkan pemasukan daging yang memenuhi persyaratan halal. Hal ini diatur dalam Permendag Nomor 29 Tahun 2019 Pasal 13 Ayat (1), Ayat (2) serta Ayat (3) yang menyebutkan bahwa “importir dalam mengajukan permohonan Persetujuan Impor harus melampirkan persyaratan Rekomendasi dari Kementerian Pertanian”.

Penerbitan rekomendasi pemasukan karkas, daging dan atau olahannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia diatur di dalam Permentan Nomor 34 Tahun 2016 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Permentan Nomor 23 Tahun 2018, yang mempersyaratkan pemenuhan halal (untuk produk yang dipersyaratkan) untuk penerbitan rekomendasinya.

“Meskipun tidak mencantumkan ketentuan label dan sertifikat halal, Permendag 29 Tahun 2019 tetap mengatur persyaratan halal melalui persyaratan rekomendasi. Permendag No 29 Tahun 2019 nantinya fokus mengatur tata niaga impor hewan dan produk hewan. Ketentuan ini sama sekali tidak terkait dengan sengketa yang dilayangkan oleh Brasil (DSS 484)," kata Wisnu.

Dorong Revisi
Wakil Ketua Halal Institute SJ. Arifin mengapresiasi penjelasan Kemendag tersebut. Kendati demikian, dia mendorong dilakukannya revisi atas Permendag Nomor 29 Tahun 2019 dengan mencantumkan kewajiban label halal dalam produk hewan yang diimpor.

“Ketentuan halal diperlukan bukan hanya untuk menanggapi komplain masyarakat yang merasa dirugikan, tetapi juga agar Permendag sesuai dengan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal,” kata Arifin kepada Gresnews.com, Selasa (16/9).

UU Jaminan Produk Halal akan segera diberlakukan satu bulan lagi, tepatnya 17 Oktober 2019,yang meliputi pemberlakukan kewajiban label halal untuk semua produk yang dikonsumsi atau dipergunakan masyarakat muslim, meskipun pemberlakuan ini akan dilakukan secara bertahap dimulai dari makanan dan minuman.

“Revisi menunjukkan adanya komitmen Kemendag pada kebijakan negara yang tertuang dalam undang-undang. Ketentuan ini harus menjadi arus utama kebijakan, termasuk di Kemendag. Makanya tidak boleh hanya menjadi rekomendasi dari instansi lain,” kata dia.

Ekonomi halal dan industri halal dunia sedang berkembang pesat. Diperkirakan mencapai US$3 triliun pada 2023. Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sekaligus konsumen produk halal terbesar. Di tengah ancaman resesi yang menghantui dunia, justru Indonesia harus memanfaatkan momentum dan peluang yang ditawarkan oleh ekonomi halal. “Dipandang dari sudut manapun, secara keagamaan maupun murni ekonomi, Indonesia tak boleh lagi mengabaikan ekonomi halal,” kata Arifin. (G-1)

BACA JUGA: