JAKARTA - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai rumusan RKUHP sekarang yang digarap pemerintah dan DPR justru membangkang pada Konstitusi, membungkam kebebasan berekspresi dan memberangus demokrasi. RKUHP seharusnya dibahas dengan semangat reformasi, berbasis data dan pendekatan lintas disiplin ilmu, serta pelibatan bersama seluruh pihak, lembaga terkait, dan masyarakat sipil.

Informasi terkait pengesahan RKUHP terdengar kencang akan dilakukan pada pertengahan September 2019. Pada akhir Agustus ini, pemerintah dan DPR berencana memaksakan selesai membahas seluruh rumusan RKUHP yang dianggap masih sangat bermasalah.

"Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengapreasi kerja Pemerintah dan DPR yang telah mengupayakan untuk melakukan pembahasan secara terbuka sehingga masyarakat sipil dapat berperan dalam pembahasannya," kata Direktur Program Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu kepada Gresnews.com, Senin (26/8).

Namun, lanjutnya, patut disayangkan, selama kurun waktu setahun terakhir (sejak rapat terbuka dengan DPR terakhir pada 30 Mei 2018 lalu), pembahasan RKUHP selanjutnya cenderung tertutup. Pemerintah dan DPR lantas begitu saja mengklaim bahwa RKUHP siap segera disahkan. Padahal rumusan yang ada sampai dengan draf terakhir per 25 Juni 2019 masih menyisakan setidaknya ada tujuh masalah.

Presiden Joko Widodo harus berhati-hati karena apabila RKUHP saat ini disahkan oleh DPR, Pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat dianggap sebagai rezim yang membangkang pada Konstitusi, membungkam kebebasan berekspresi dan memberangus demokrasi. Presiden Joko Widodo justru juga akan mengingkari Nawacita karena gagal memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, tidak terwujudnya reformasi penegakan hukum, tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat, dan tentu saja, tidak akan terjadi revolusi mental sebagaimana salah satu tujuan utama Presiden Joko Widodo.

Pertama, RKUHP berperspektif pemenjaraan dan sangat represif, membuka ruang kriminalisasi melebihi KUHP produk kolonial (over-criminalization). Kedua, RKUHP belum berpihak pada kelompok rentan, utamanya anak dan perempuan. Ketiga, RKUHP mengancam program pembangunan pemerintah, utamanya program kesehatan, pendidikan, ketahanan keluarga, dan kesejahteraan masyarakat.

Keempat, RKUHP membangkang pada Konstitusi, mengancam kebebasan berekspresi dan memberangus proses berdemokrasi. Kembalinya pasal penghinaan presiden, yang hadir dalam suasana penjajahan kolonial, adalah bukti RKUHP bertentangan dengan Konstitusi. Kelima, RKUHP memuat banyak pasal karet dan tak jelas yang mendorong praktik kriminalisasi, termasuk intervensi terhadap ruang privat warga.

Keenam, RKUHP mengancam eksistensi lembaga independen. Ketujuh, berdasarkan 6 (enam) poin permasalahan yang telah disebutkan di atas, telah nyata terlihat bahwa RKUHP dibahas tanpa melibatkan sektor kesehatan masyarakat, sosial, perencanaan pembangunan, pemasyarakatan, dan sektor-sektor terkait lainnya. (G-2)

BACA JUGA: