Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuat kejutan dengan menangkap sejumlah direksi dan pejabat badan usaha milik negara (BUMN) lewat operasi tangkap tangan (OTT). Sebelumya, ada nama Wisnu Kuncoro sebagai Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) yang kena OTT KPK dengan dugaan pengadaan barang dan jasa. Jauh ke belakang, masih ada beberapa nama petinggi BUMN yang terseret kasus serupa.

Terbaru dan bikin heboh, tangkapan KPK pada Rabu, 27 Maret 2019 yang menjaring 7 orang termasuk jajaran direksi PT Pupuk Indonesia itu. Belakangan KPK menangkap pula seorang anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar yaitu Bowo Sidik Pangarso.Bowo diduga memanfaatkan pengaruh jabatannya untuk mendapatkan fulus sebesar Rp8 miliar dari PT HTK dan PT Pilog. Uang tersebut diduga digunakan untuk pencalonan maju kembali sebagai caleg DPR RI.

Bowo diduga diberi suap untuk membantu proses perjanjian penggunaan kapal milik PT PT Humpuss Transportasi Kimia dengan PT Pupuk Indonesia Logistik untuk keperluan distribusi pupuk. Dugaan suap diterima Bowo dari bantuannya itu berjumlah sekitar Rp 1,6 miliar yang diterima dari 7 kali pemberian. Selain itu, KPK menduga Bowo menerima gratifikasi sekitar Rp 6,5 miliar. Nah, uang sekitar Rp 8 miliar itulah yang diduga berada dalam 400 ribu amplop yang kini telah disita KPK.

Yang menarik adalah keberadaan 400 ribu amplop dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu ini diduga akan digunakan dalam serangan fajar saat pemilihan presiden dan DPR/DPRD/DPD pada 17 April mendatang. OTT KPK ini semakin meneguhkan bahwa hingga kini BUMN masih saja menjadi sapi perahan para pejabat maupun partai. Tentu saja patut diduga juga ada mafia pejabat pada jajaran BUMN hingga bisa dengan leluasa memeras BUMN.

Pemerintah harus memberi perhatian lebih soal ini. Terlebih selama ini petinggi BUMN cukup banyak juga yang diorbitkan menjadi menteri dan berkinerja cukup baik. Bisa dikatakan pemasok para menteri sebagian besar berasal dari para petinggi BUMN. Sebut saja Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, yang kenyang bekerja di BUMN bidang telekomunikasi, Semen Gresik hingga PLN. Ada pula pengubah wajah PT Kereta Api Indonesia (Persero) Ignasius Jonan yang kini menjadi Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, dan sejumlah nama lainnya.

Sudah saatnya mengubah BUMN sebagai lembaga profesional hingga dapat mengeliminir peluang mafia bermain. Mulai dari transparansi pemilihan petinggi BUMN berdasarkan penilaian yang seobjectif mungkin. Penilaian yang subjektif dapat menyebabkan munculnya mafia pejabat. Terlebih lagi, kini masa jabatan direksi dan komisaris BUMN tidak konsisten lima tahun. Mereka bisa saja diberhentikan kapan saja dengan ragam alasan. Para direksi dan komisaris BUMN yang ingin bertahan, harus `menyetorkan` sejumlah uang agar jabatannya bertahan lama. Hal ini yang membuat sejumlah pihak menghalalkan segala cara untuk bisa bertahan di jabatannya.

OTT KPK kali ini bukan hanya berhasil mengungkap sebuah tindak pidana korupsi semata di BUMN. Namun juga sukses mengungkap sebuah rencana atau skenario politik uang atau serangan fajar. Ini merupakan suatu informasi yang penting bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memperkuat fungsi pengawasannya. udah saatnya pemerintah berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan BUMN dari posisi sebagai sapi perah dan menjadi pusat korupsi. Upaya itu harus datang dari Presiden untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sebagai presiden wajib melarang seluruh politikus partai berkuasa bermain dalam proyek pemerintahan. Tanpa ketegasan itu, sulit membersihkan BUMN dari korupsi.

Agar proses demokrasi kita semakin baik maka serangan fajar harus bisa dieliminir. OTT ini juga menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah dari Kementerian BUMN membenahi lembaga usaha milik negara ini. Jangan biarkan BUMN kembali menjadi sapi perah dari pejabat dan politikus.

 

BACA JUGA: