Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018 tentang Besaran Gaji dan Fasilitas Lain buat Pimpinan dan Staf Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang diteken Presiden Joko Widodo pada 23 Mei lalu menuai polemik. Keputusan presiden memberi gaji ratusan juta per bulan pada pengelola BPIP pada saat tahun politik ini sungguh disayangkan dan berpotensi menjadi blunder bagi elektabilitas Jokowi pada pemilihan presiden 2019. 

BPIP adalah badan baru yang didirikan melalui Perpres Nomor 7 Tahun 2018. Salah satu tugasnya sebagaimana dikutip dari Perpres itu, yakni membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. Awalnya, pada Mei 2017 lalu, Jokowi membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Namun, Februari 2018, Jokowi meningkatkan statusnya menjadi BPIP. 

Perubahan status dari “Unit Kerja” menjadi “Badan” itu menunjukkan betapa pemerintah memandang penting urusan Pancasila ini. Tapi, bukannya memancing diskusi publik yang produktif tentang Pancasila itu sendiri, malahan yang terjadi, polemik soal gaji pimpinan BPIP. Amat disayangkan.

Dalam Perpres Nomor 42 Tahun 2018 tercantum besaran hak keuangan setiap jabatan di BPIP. Yang paling tinggi adalah hak Ketua Dewan Pengarah BPIP, Megawati Soekarnoputri, yang mencapai Rp 112.548.000 setiap bulannya. Sementara Kepala BPIP yang dijabat Yudi Latif hanya mendapatkan Rp 76.500.000. Pola penggajian seperti ini janggal dan tak lazim dimana pejabat pelaksana justru mendapat gaji lebih kecil dari dewan pengarah. Ini masalah kedua: struktur penggajian dalam organisasi. Benarkah telah sesuai dengan azas manajemen organisasi yang patut dan mempertimbangkan sensitivitas sosial, mengingat gaji dan tunjangan para pejabat itu berasal dari pajak rakyat?

Terlebih lagi mengingat posisi Megawati adalah Ketua Umum PDIP yang merupakan partai politik tempat bernaung Presiden Jokowi, menimbulkan syak wasangka yang dilakukan sekadar balas jasa politik. Jokowi, bagi PDIP, adalah petugas partai dan PDIP kembali mengusung Jokowi sebagai calon presiden 2019. Memang baik Megawati maupun pejabat BPIP lainnya tentu tak meminta gaji sebesar itu, karena itulah perlu sikap kenegarawanan Megawati selaku mantan presiden untuk menegaskan sikap. Jika dipandang perlu, dihitung ulang sesuai azas kepatutan dan kepantasan.  

Langkah Megawati itu tentu akan menyelamatkan citra PIDP yang kerap menegaskan dirinya sebagai partai wong cilik. Terlebih di tengah kondisi ekonomi dengan utang mencapai Rp 4.000 triliun lebih dan tekanan nilai rupiah yang terus merosot hingga Rp14.000. Seyogyanya Presiden Jokowi bercermin pada kebijakan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad yang memangkas gaji para menterinya. Perdana Menteri terpilih Mahathir melakukan gebrakan untuk mengurangi utang Malaysia yang mencapai 1,087 triliun ringgit.

Sementara itu agar tak berlarut-larut masyarakat yang tak setuju dengan peraturan presiden tersebut dapat mengajukan langkah hukum seperti yang dilakukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). MAKI akan mengajukan gugatan ke pengadilan agar Perpres Nomor 42 Tahun 2018 dicabut dan revisi. Ini tentu langkah yang baik dan beradab. 

BACA JUGA: