JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pejabat Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kemenko Polhukam Agus Sriyono mengemukakan pendapatnya mengenai MEA. Dia mengatakan, MEA nantinya akan membuka jalur strategis bagi Indonesia untuk memerangi kejahatan lintas batas negara (transnational crimes) di lingkup regional Asia Tenggara.

Jelang bergulirnya MEA awal tahun 2015, Agus mengungkapkan, Indonesia jangan menganggap remeh pilar politik dan keamanan di ASEAN. "Masyarakat ASEAN akan terwujud apabila situasi dan kondisi kawasan stabil dan aman. Dalam konteks ini, politik dan keamanan menjadi dasar sekaligus penentu daya tawar Indonesia di lingkup kawasan," ujar Agus di Gedung Nusantara Kemenlu, Jakarta, Rabu (17/12).

Di dalam agenda MEA, jelas Agus, sektor politik dan keamanan tergabung bersama dua pilar utama lainnya yaitu bidang ekonomi serta sosial budaya. Agus menekankan arti penting di bidang politik dan kemanan mengingat posisi geografis Indonesia yang cukup krusial dan rawan terjadinya kejahatan lintas batas.

Dalam rangka pencapaian bidang politik dan kemanan, Mantan Dubes RI untuk Swiss ini mengatakan, hingga saat ini pemerintah telah berhasil menuangkan 125 dari total 147 perjanjian ke dalam cetak biru MEA. "Capaian konkritnya sejauh ini, Indonesia sudah melampaui scorecard yang ditetapkan MEA yaitu 85%," papar Agus

Beberapa bentuk nyata perjanjian pemberantasan kejahatan lintas batas yang menjadi tujuan pemerintah antara lain meningkatkan kerjasama dan koordinasi lintas sektoral terkait transnational crime khususnya di bidang counter terrorism, illicit drugs trafficking, human trafficking, money laundering, arms smuggling, sea piracy, international economic crime dan cyber crime.

Tidak hanya fokus pada transnational crimes, langkah serupa juga ditempuh pemerintah dengan kebijakan yang pro pada kemanan nasional dimana hal itu terlihat dalam inisiatif Treaty of Amity and Cooperation (TAC). Perjanjian ini berkaitan langsung dengan penciptaan kawasan yang damai dan harmonis.

Kemudian, Declaration of the Conduct of Parties on the South China Sea (DOC) dimana kerjasama ini memiliki orientasi pada penyelesaian Code of Conduct (COC) guna meningkatkan rasa saling percaya (common sense) dan mencegah terjadinya insiden atau gejala konflik serta menciptakan integrasi kawasan.

Adapun, upaya lain yang menjadi perhatian pemerintah dalam mendorong gagasan Indonesia soal operasional ASEAN Institute for Peace and Reconciliation (AIPR). "Tujuan dirintisnya kebijakan ini adalah untuk memperkuat legitimasi ASEAN dalam proses menempuh upaya-upaya resolusi konflik," kata Agus.

Sebelumnya, Asisten Deputi Regional dan Sub Regional Kementerian Koordinator Perekonomian Rizal Edwin memastikan pada tahun 2015 Indonesia siap menghadapi bergulirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Rizal menjelaskan, hingga saat ini Indonesia sudah melakukan berbagai langkah penting dalam rangka mempersiapkan diri menyambut pembentukan MEA.

Pernyataan Rizal tersebut didukung dengan aksi nyata pemerintah pada bulan Agustus 2014 yang berhasil membuat cetak biru (blue print) MEA ditingkat nasional. "Kesiapan cetak biru MEA untuk Indonesia sendiri sejauh ini sudah mencapai 85,5 % sementara ketentuan scorecard rata-rata ASEAN dalam pencapaian MEA adalah 82,1%. Artinya kita sudah siap terjun ke MEA," kata Rizal di Gedung Nusantara Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Selasa (16/12) kemarin.

Menurut Rizal, selain cetak biru MEA, Indonesia juga telah meratifikasi 115 perjanjian dari total 138 perjanjian ekonomi ASEAN yang meliputi bidang perdagangan barang dan jasa serta investasi. Saat ini, lanjut Rizal, Indonesia sedang dalam proses untuk meratifikasi 23 perjanjian terkait perdagangan jasa.

Persiapan Indonesia tidak hanya sampai disitu, Rizal menambahkan, Indonesia juga telah menggalakkan 43 proyek infrastruktur dan logistik melalui program MP3EI serta sistem logistik nasional. "Proyek-proyek tersebut sudah termasuk dengan pembangunan rel kereta api di 5 pulau besar dan sistem transportasi masal di 6 kota besar Indonesia," papar Rizal.

BACA JUGA: