JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tentara Nasional Indonesia (TNI) "menendang" pihak militer Australia atau Australia Defence Force (ADF) dari segala bentuk kerjasama militer. Langkah penghentian (moratorium) kerjasama militer dengan Australia ini diambil lantaran pihak Australia diduga telah melakukan pelecehan terhadap dasar negara Republik Indonesia, Pancasila.

Dugaan pelecehan terhadap Pancasila yang dilakukan tentara Australia terungkap saat melaksanakan latihan bersama TNI. Terkait kejadian ini, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Kharis Khamisari meminta agar pihak TNI segera memberikan penjelasan atas keputusan moratorium kerja sama militer dengan Australia.

Ia meminta TNI agar membeberkan alasan-alasan yang jelas sehingga langkah moratorium harus diambil. "Saya menduga keputusan moratorium ini hanya terbatas pada latihan bersama," ujar Abdul Kharis Khamisari melalui pesan yang diterima gresnews.com, Kamis (5/1).

Karena moratorium dilakukan terbatas seputar latihan bersama, menurut Abdul Kharis, keputusan moratorium ini tidak akan memiliki dampak yang akan meluas pada hubungan bilateral kedua negara. Ia juga meyakini bahwasanya kebijakan-kebijakan bilateral antara Indonesia dan Australia tidak akan mengalami perubahan yang berarti.

Tetapi, Komisi I akan tetap mendesak agar pihak militer Australia segera melakukan investigasi secara internal terkait keberatan-keberatan yang disampaikan TNI dan berujung pada keputusan dilakukannya moratorium kerjasama militer kedua negara tersebut. Investigasi harus pula menyangkut hal-hal teknis yang menjadi salah satu alasan TNI melakukan moratorium karena menjadi hambatan pelaksanaan kerja sama militer.

Lebih lanjut ia menyatakan apabila nantinya diketemukan bahwa pihak militer Australia telah melakukan penghinaan ataupun pelanggaran terhadap simbol dan lambang negara Indonesia, dirinya akan mendesak Australia melalui Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri agar militer Australia segera memberikan penjelasan dengan sejelasnya-jelasnya kepada Pemerintah Indonesia. "Tentunya harus pula meminta maaf baik lembaga maupun perseorangan," ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Fadli mengatakan, DPR memberikan dukungan penuh kepada sikap pemerintah agar mengedepankan kepentingan nasional. Dia percaya, bahwa TNI telah melalui pertimbangan yang matang dalam mengambil kebijakan penangguhan kerjasama militer dengan Australia. "Kita dukung sikap pemerintah untuk mengedepankan kepentingan nasional," papar Fadli, dalam keterangan persnya, Kamis (5/1).

Dia juga menjelaskan, DPR melalui Komisi I akan meminta keterangan resmi dari TNI, mengenai masalah penangguhan kerjasama militer antara Indonesia dan Australia. "Kita tunggu keterangan lebih detail dari pihak TNI. Dalam hal ini, DPR melalui Komisi I akan meminta keterangan secara resmi kepada TNI soal penangguhan kerjasama militer dengan Australia," ungkap Fadli.

Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, tindakan yang diambil oleh TNI penting dilakukan, agar terbangun mutual trust dalam hubungan kerjasama Indonesia-Australia. Sebab hubungan bilateral yang baik, tak hanya didasarkan unsur saling menguntungkan, tapi juga kesetaraan dan saling percaya.

Terkait alasan ditemukannya materi pelatihan militer Australia di pangkalan militer di Perth, yang bermuatan negatif tentang TNI serta adanya unsur penghinaan terhadap Pancasila, Fadli menilai pemerintah harus menegaskan sikapnya. "Jika terbukti benar, maka harus ada pernyataan resmi pemerintah Indonesia untuk meminta keterangan dan penjelasan kepada pemerintah Australia. Sebab hal ini, telah menyangkut ideologi dasar negara," ujar Fadli menyarankan.

Meski begitu, Fadli berharap kerjasama militer Indonesia dan Australia dapat kembali berjalan baik. Hubungan kerjasama kedua negara memang strategis dan harus stabil. "Sebab, dengan letak geografis berdekatan, kedua negara sama-sama memiliki tantangan keamanan yang tak mudah dan butuh kerjasama kuat, seperti melawan terorisme, human trafficking, keamanan maritim, dan ancaman keamanan kawasan lainnya," terang Fadli.

ALASAN TEKNIS - TNI sendiri melalui Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto telah menyatakan ada beberapa hal yang menyebabkan TNI memberhentikan sementara kerja sama militer dengan Australia. "Ada beberapa hal teknis yang perlu diperbaiki agar kerja sama militer antar kedua negara sama-sama menguntungkan," ujar Wuryanto dalam keterangan persnya.

Walau tak menyebut secara gamblang perihal penghinaan, ia tak menampik adanya pelecehan terhadap Pancasila, dugaan pelecehan tersebut diketahui saat prajurit Kopassus tengah berlatih dengan pasukan komando Australia (Special Air Service) di salah satu unit mereka di Perth, Australia Barat pada Desember 2016 lalu. Seperti laporan dari Australian Broadcasting Corporation, hal ini dipicu oleh insiden ditemukannya beberapa materi pelatihan militer Australia yang bermuatan negatif terhadap TNI serta penghinaan terhadap Pancasila.

Sementara itu, pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyatakan, tindakan panglima TNI menghentikan kerja sama militer dengan ADF adalah langkah tepat. Menurutnya, insiden di pusat pendidikan pasukan khusus Australia ada tiga hal.

Pertama pendiskreditan peran Sarwo Edhie dalam menumpas Gerakan 30 September PKI. Kedua esai yang ditulis peserta didik terkait masalah Papua. Terakhir tulisan "Pancagila" di ruang Kepala Sekolah yang melecehkan ideologi Pancasila. "Tindakan panglima TNI sudah tepat," ujar Hikmahanto melalui pesan yang diterima gresnews.com, Kamis, (5/1).

Lebih lanjut ia menyatakan, Panglima ADF telah menjanjikan akan melakukan investigasi atas kejadian tersebut, sehingga penangguhan kerja sama militer harus dilakukan selama investigasi berlangsung sampai dengan keluarnya hasil investigasi dan dapat diumumkan ke publik. Hikmahanto juga memperkirakan kemungkinan hasil investigasi yang dilakukan oleh ADF adalah penghinaan tersebut adalah kesalahan yang dilakukan oleh oknum personel militer ADF, dan perbuatan tersebut bukanlah sikap resmi dari militer Australia maupun sikap resmi dari pemerintah Australia.

Dengan begitu, hasil dari investigasi akan menyelematkan kerja sama antara TNI dan ADF, dengan begitu, ADF dan Australia tentu akan mengutamakan mengutamakan hubungan baik dengan Indonesia ketimbang melindungi personel milternya. Peristiwa ini menurutnya adalah sebuah preseden baik bagi Indonesia.

"Hal ini tentunya menjadi pelajaran bagi Australia serta pejabat-pejabatnya agar tidak mudah melakukan tindakan-tindakan yang melecehkan ataupun merendahkan Indonesia maupun tokoh-tokohnya. "Jangan merendahkan apalagi isu yang sensitif bagi Indonesia," pungkasnya.

Terlepas dari insiden kerjasama militer ini, hubungan Indonesia dan Australia memang kerap penuh gejolak. Dalam masalah militer, kejadian buruk sempat menimpa TNI yang dilucuti senjatanya saat mengikuti kompetisi menembak di Australia. Australia juga sempat membuat Indonesia geram saat ketahuan telah menyadap telepon seluler beberapa pejabat tinggi di Indonesia termasuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kejadian lain yang cukup membuat hubungan kedua negara ini bersitegang adalah isu penyuapan yang dilakukan aparat Australia terhadap kru kapal yang membawa 65 pencari suaka asal Bangladesh, Myanmar, dan Sri Lanka saat dalam perjalanan menujua Selandia Baru. Aparat Australia meminta enam kru kapal yang mengangkut pencari suaka agar kembali ke perairan Indonesia dengan memberikan uang masing-masing US$5.000 (sekitar Rp66,7 juta). Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi ketika itu langsung meminta Dubes Australia untuk Indonesia Paul Grigson agar Australia mengklarifikasi hal terebut.

Australia sendiri pernah kebakaran jenggot saat kedua warga negaranya yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Indonesia terkait kasus narkoba. Pemerintah Australia bahkan mengancam akan menyerukan kepada warganya agar memboikot Bali sebagai destinasi wisata jika hukuman mati tetap dilaksanakan. Perdana Menteri Australia, Tony Abbott juga mengungkit bantuan tsunami yang diberikan Australia dengan harapan Indonesia membalas budi dan menangguhkan eksekusi.

Walaupun sering bersitegang, hubungan kedua negara ini tidak bisa dibilang buruk. Indonesia adalah mitra perdagangan terbesar ke-12 Australia, sebagian besar barang ekspor yang dikirim Australia ke Indonesia ialah sapi, gandum, gula, katun, dan aluminium. Sementara itu, transaksi jasa kedua negara mencapai AUS$3,7 miliar.

Indonesia juga diketahui adalah adalah negara penerima bantuan terbesar dari Australia. Pada tahun 1976-1979, Australia telah menggelontorkan bantuan sebesar AUS$86 juta untuk Indonesia.

Bantuan tersebut berupa proyek, bantuan pangan, dan program pelatihan. Pada tahun 2013, alokasi bantuan Australia untuk Indonesia tercatat sebesar Rp5,5 triliun atau AUS$540 juta. Sektor pendidikan menjadi prioritas utama Australia bagi Indonesia, selain juga sektor kesehatan, infrastruktur, perlindungan sosial.

AUSTRALIA MENYESAL - Terkait masalah ini, pemerintah Australia telah menyatakan penyesalan dan menjanjikan penyelidikan menyeluruh atas material pelatihan yang menghina Indonesia, yang ditemukan di pangkalan militer di Perth. Temuan material pelatihan itu memicu Indonesia menghentikan sementara kerja sama militer dengan Australia.

Menteri Pertahanan (Menhan) Australia Marise Payne hari ini menyatakan, penyelidikan atas material ofensif yang ditemukan di Barak Campbell di kota Perth, Australia barat, akan segera selesai. "Kami telah menyatakan penyesalan kami bahwa ini terjadi dan bahwa kesalahan telah terjadi. Saya pikir sudah tepat ketika mitra penting menyampaikan kekhawatiran mereka pada Anda," ujar Payne kepada para wartawan di Sydney, Australia seperti dilansir kantor berita Reuters, Kamis (5/1).

Dikatakan Payne, Australia akan menyampaikan hasil penyelidikan atas masalah ini kepada pemerintah dan militer Indonesia. Payne menolak menjelaskan lebih detail mengenai material yang menghina tersebut. Namun disebut-sebut salah satunya adalah mengenai poster yang mempertanyakan kedaulatan Indonesia atas Papua Barat.

Menurut Payne, material yang menghina tersebut telah disingkirkan dan semua dokumen pelatihan akan ´sesuai dengan budaya´."Kami, tentu saja... mengakui kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia dan itu merupakan sikap tegas dan jelas kami," tandas Payne.

Selain soal penghinaan, Australia juga membantah isu akan mereksrut tentara terbaik Indonesia. Hal itu ditegaskan terkait tayangan ABC pada Kamis (5/1) pagi yang merekam kuliah yang diberikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pada November 2016 lalu. Isinya menyuarakan kekhawatiran Australia berupaya merekrut anggota TNI yang dikirim ke Australia untuk pelatihan.

"Setiap kali ada program pelatihan, lima terbaik atau 10 prajurit terbaik akan dikirim ke Australia. Itu terjadi sebelum saya menjadi panglima jadi saya membiarkannya terjadi," ucap Jenderal Gatot saat itu seperti ditayangkan ABC.

"Begitu saya menjadi Panglima TNI, itu tidak akan terjadi lagi. Mereka tentu akan direkrut. Mereka tentu akan direkrut," imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Marise Payne membantah pihaknya menargetkan TNI sebagai agen potensial untuk militer Australia. "Tidak, bukan itu masalahnya dan tentu, itu hal yang tidak bisa kita terima," tegasnya.

Payne menambahkan, penyelidikan soal material pelatihan yang memicu ketegangan hubungan bilateral Australia-Indonesia, hampir rampung. Ditegaskan Payne, Australia menanggapi persoalan ini dengan serius.

"Kami bekerja dengan saksama bersama mitra-mitra kami, baik level militer maupun level politik untuk menangani setiap kekhawatiran, untuk mengatasi setiap kekhawatiran dan untuk melanjutkan hubungan secara keseluruhan sesegera mungkin," terang Payne. (dtc)

BACA JUGA: