JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perilaku berbeda ditunjukkan oleh kelompok ekstremis Filipina Abu Sayyaf saat melakukan penyanderaan terhadap kapal tongkang milik Malaysia, Massive 6. Kelompok bersenjata yang ingin mendirikan negara Islam di Filipina Selatan itu membebaskan tiga awak kapal berkewarganegaraan Indonesia yang ada di kapal itu.

Kapal tongkang Malaysia itu sendiri dibajak di sekitar perairan Ligitan, Jumat (1/4) sekitar pukul 18.15. Kapal ini diawaki oleh sembilan orang anak buah kapal (ABK): empat warga negara Malaysia, dua warga negara Myanmar dan tiga orang warga negara Indonesia.

Tiga WNI yang sempat disandera yakni Harwandi (38), warga Jakarta yang juga kapten kapal tug boat itu. Petrus Karel Eduard Kaya (44), awak kapal, warga Surabaya, dan Ismail Birahim (22), warga Makassar. Tiga WNI yang mengawaki kapal itu bersama dua warga negara Myanmar telah dibebaskan dan hanya empat warga negara Malaysia yang masih disandera.

"Dari sembilan ABK hanya empat yang masih ditahan, dan keseluruhan ABK yang ditawan adalah warga negara Malaysia," ujar Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, melalui pesan yang diterima gresnews.com, Sabtu (3/4).

Saat ini ABK yang telah dibebaskan tengah berada di Tawau dan dalam perlindungan otoritas Malaysia untuk dimintai keterangan. Pihak Malaysia sendiri masih berupaya mengkonfirmasi apakah para pembajak tersebut adalah kelompok Abu Sayyaf. Namun diperkirakan kelompok yang membajak kapal Malaysia itu memang dari kelompok Abu Sayyaf yang saat ini masih menahan kapal beserta kesepuluh ABK Indonesia yang dibajak pada Minggu lalu.

"Acting Konsul RI Tawau sejak awal berita diterima sudah koordinasi dengan otoritas setempat dan akan memberikan bantuan yang diperlukan," kata Lalu.

Tindakan kelompok Abu Sayyaf ini terhitung anomali, sebab dalam kasus pembajakan kapal tunda Brahma 12, mereka belum juga membebaskan 10 WNI yang menjadi awak dalam kapal itu. Mereka malah meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp15 miliar.

Sampai saat ini otoritas Malaysia masih menyelidiki pembajakan serta penculikan empat warga negaranya. Apakah pembajakan tersebut dilakukan oleh kelompok Abbu Sayyaf atau yang lain.

Kepolisian Sabah mengungkapkan pihak kepolisian Malaysia masih menelusuri apakah penculikan dilakukan di perairan Malaysia atau di perairan internasional. "Kami sedang menginvestigasi apakah penculikan ini terjadi di wilayah kami atau perairan internasional, karena area yang luas dan aset kami pun berada di sana," ujar Abdul Rashid Harun, Kepala Kepolisian Sabah.

Perlakuan berbeda atas WNI ini ditengarai karena faksi yang melakukan penculikan adalah faksi yang berbeda dengan faksi yang menyandera kapal Brahma 12. Mereka diduga berasal dari salah satu faksi kelompok Abu Sayyaf pimpinan Muktadil.

Kelompok penyandera warga Malaysia ini berbeda dengan penyandera 10 WNI yang merupakan faksi dari dua pemimpin senior, yakni Alhabsy Misaya dan Uddon Hassim. 10 WNI kini berada di kawasan Kepulauan Sulu di tangan seseorang bernama Jim Dragon.

Anggota Abu Sayyaf ini memang biasa melakukan penyanderaan untuk meminta uang tebusan. Dan pemerintah Filipina tidak pernah mengizinkan uang tebusan dibayarkan karena uang itu akan dibelikan senjata oleh kelompok Abu Sayyaf.

UPAYA PEMBEBASAN JALAN TERUS - Sementara itu, terkait nasib 10 orang WNI yang berada di tangan kelompok yang diduga dipimpin Alhabsy Misaya dan Uddon Hassim, pemerintah masih terus berupaya melakukan pembebasan.

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Senin (4/4), menghadap Presiden Joko Widodo untuk melaporkan hasil pertemuan di Manila, Filipina terkait 10 WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. "Mengenai upaya pembebasan 10 ABK kita dan laporan hasil kunjungan saya ke Manila. Saya sudah semuanya sampaikan kepada Presiden dan saya mohon maaf untuk detailnya tidak dapat saya sampaikan di depan publik," kata Retno.

Dia mengatakan, pemerintah RI dan Filipina terus berkoordinasi terkait misi penyelamatan. Tetapi detail dari koordinasi tersebut tidak dapat disampaikan ke publik. "Satu intinya adalah bahwa kami dari pemerintah semua secara terkoordinir bekerja terus bersama dengan pemerintah Filipina untuk upaya pembebasan 10 ABK tersebut. Sekali lagi keselamatan ABK menjadi acuan utama dari semua opsi yang masih terbuka ini," tutur Retno.

Selain itu Retno juga melaporkan soal tiga WNI yang dilepaskan dari kapal Massive 6 berbendera Malaysia yang juga dibajak kelompok Abu Sayyaf. Ketiga WNI tersebut dalam kondisi selamat dan masih berada di Malaysia.

"Saya sudah melakukan kontak dengan konsulat RI yang ada di Tawau, konfirmasi bahwa tiga WNI tersebut dalam kondisi selamat. Konsulat RI di Tawau sudah mendapatkan akses dan bertemu dengan ketiga WNI," imbuh dia.

Kini ketiga WNI tersebut tengah dimintai keterangan oleh kepolisian Malaysia. KJRI Tawau sudah mendapatkan izin untuk bertemu ketiga WNI tersebut.

Terkait upaaya pembebasan itu sendiri, Jokowi berpesan agar opsi dialog didahulukan. "Tapi sekali lagi, yang terakhir opsi dialog tetap didahulukan untuk menyelamatkan yang disandera," jelas Jokowi di GBK, Senayan, Jakarta, Minggu (3/4).

Meski begitu, lanjut Jokowi, pemerintah juga menyiapkan pasukan TNI yang bisa bergerak cepat melakukan pembebasan. "Yang kedua, kita juga sudah menyiapkan pasukan cepat kita di Tarakan (Kalimantan). Terus saya pantau, terus baik mulai latihan, mulai simulasi, kalau diperlukan. Tapi untuk masuk ke negara lain harus ada izin. Dan memang kesulitannya kemarin dilaporkan dari Menlu yang juga selalu saya kontak, harus ada izinnya," urai Jokowi.

Jokowi menegaskan, Menlu sudah diutus untuk menemui pemerintah Filipina dan berbicara soal pembebasan 10 WNI yang disandera. "Kita sudah mengutus secara khusus menlu untuk bicara dengan pemerintah Filipina. Dan kita harus tahu bahwa itu masuk wilayah Filipina sehingga nggak bisa ditawar, masuk seenaknya nggak bisa," tutup dia.

Sementara itu, kapal Anand 12 yang sempat dibajak bersama kapal Brahma 12 dan dikabarkan disandera pembajak, telah ditemukan. Kapal tongkang berisi batubara yang sempat dibawa kelompok Abu Sayyaf itu ditemukan dalam kondisi isi kapal utuh. Batubara di tongkang itu masih penuh.

Dalam data yang dirilis KJRI Tawau, Malaysia, Senin (4/4), kapal ditemukan pihak berwenang Malaysia, yakni pasukan Keselamatan Pantai Timur Sabah sekitar 15 mil dari Pulau Mataking. Tongkang itu ditemukan pada 3 April lalu. Menurut Acting KJRI Tawau, Abdul Fatah Zaenal, sudah dibentuk tim dari konsul untuk mengecek ke lokasi. "Temuan kapal ini dalam penanganan lebih lanjut," jelas Abdul Fatah. (Gresnews.com/Dimas Nurzaman/dtc)

BACA JUGA: