JAKARTA, GRESNEWS.COM - Petugas imigrasi Australia membayar ribuan dolar pada tiap kru kapal penyelundup manusia agar membawa kembali pengungsi dari Myanmar, Sri Lanka dan Bangladesh kembali ke Indonesia. Cara Australia ini perlu dikecam dunia internasional.

"Pemerintah Australia patut diprotes dan dikutuk atas cara mereka mendorong kapal-kapal pencari suaka dengan menggunakan uang," kata Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana kepada Gresnews.com, Senin (15/6).

Seperti keterangan yang diungkap pihak Kementerian Luar Negeri beberapa waktu lalu membenarkan adanya indikasi suap oleh petugas perbatasan Australia dengan cara memberikan uang senilai AUD$ 5.000 atau setara Rp 51 juta kepada kapten dan lima awak kapal yang membawa para pencari suaka.

Kini dikabarkan, 65 pencari suaka tersebut berada di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Bukti indikasi suap turut dibenarkan aparat setempat setelah Kepolisian Pulau Rote melakukan investigasi langsung kepada awak kapal. Dimana, dalam keterangannya mereka mengaku mendapat suap dari otoritas perbatasan Australia.

Terkait hal itu, Hikmahanto mengatakan, sikap Australia perlu dikecam antara lain karena terlibat aksi pemberian uang secara ilegal (suap) kepada para awak kapal yang membawa para pencari suaka. Menurutnya, secara nyata aksi tersebut bertentangan dengan kewajiban Australia sebagai negara peserta Konvensi Pengungsi 1951.

Kemudian, Hikmahanto menilai aksi suap Australia telah melanggar hukum internasional sebab secara tidak tanggung jawab mengusir para pencari suaka.

Selanjutnya, Hikmahanto mengaku khawatir soal aksi Australia sebab akan berdampak negatif pada para nelayan Indonesia. Menurutnya, jika kebiasaan suap diteruskan maka secara tidak langsung banyak nelayan Indnesia terdorong untuk memfasilitasi pencari suaka dengan harapan mendapatkan uang yang cukup besar.

Merespon persoalan tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengaku prihatin dan telah menyampaikan sejumlah pesan kepada Pemerintah Australia melalui perundingan dengan Dubes Australia untuk Indonesia Paul Grigson beberapa waktu lalu di Jakarta.

"Saya sudah menyampaikan persoalan ini kepada Dubes Australia di Indonesia," kata Marsudi.

Namun, Retno mengatakan, kini pemerintah masih menunggu respon lebih lanjut dari hasil tindaklanjut yang dilakukan Paul dengan Pemerintah Australia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga menilai tindakan Australia itu tidak beretika. "Namanya kan menyogok kan artinya kan. Orang saja menyogok salah apalagi negara menyogok, tentu tidak sesuai dengan etika-etika yang benar daripada hubungan bernegara," ujar JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin (15/6).

"Ya kan baru muncul dipermukaan kan. Indonesia mempertanyakan itu," tambahnya.

JK mengatakan pihak TNI AL dan keamanan akan terus berupaya untuk melakukan penjagaan perbatasan di Australia. "Itu jangan lupa luas Australia-Indonesia luas sekali, dia punya perbatasan. Luas sekali sepanjang Hindia itu, bagaimana caranya?" kata JK.

Pada kesempatan itu, JK menilai pihak Australia masuk dalam ketegori human traficking soal pengungsi dan peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). "PBB kan punya aturan tentang pengungsi dan itu Australia termasuk yang tandatangan di konvensi itu, Indonesia malah tidak," terangnya.

Sebelumnya diberitakan Australia membayar kru kapal penyelundup manusia dari Indonesia. Australia membayar ribuan dolar pada perahu tujuan Selandia Baru itu agar itu kembali ke Indonesia. Perdana Menteri Tony Abbott tidak membantah laporan yang menyebutkan bahwa sebuah kapal Angkatan Laut Australia membayar awak perahu pengangkut migran yang menuju Australia untuk kembali ke Indonesia.

Dalam wawancara dengan stasiun radio 3AW pada Jumat (12/06) pagi waktu setempat, Abbott tidak menepis ketika ditanya soal pembayaran kepada awak perahu untuk memutar balik ke Indonesia.

Dia justru mengatakan personel imigrasi telah mengembangkan strategi kreatif untuk menghentikan kedatangan perahu-perahu pengangkut migran. "Kami telah menghentikan perdagangan (manusia) dan kami akan melakukan apa yang bisa dilakukan untuk memastikan itu tetap berhenti," kata Abbott. (dtc)

BACA JUGA: