JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah diminta bersikap tegas terhadap tragedi kekerasan yang dialami etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Pemerintah Indonesia menyiapkan satu Pulau untuk menampung pengungsi Rohingya.

"Melihat penindasan tersebut dengan ini MUI memberikan sikap, salah satunya meminta pemerintah Indonesia bila memungkinkan, untuk menyiapkan satu Pulau khusus untuk menampung pengungsi Rohingya," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Amirsyah Tambunan dalam keterangan tertulis, Jumat (1/9).

Selain itu, MUI juga mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menangani tragedi secara sungguh-sungguh, bila perlu mengambil alih permasalahan tersebut. "Sudah terbukti secara meyakinkan Pemerintah Myanmar belum bersedia menghentikan praktik genosida terhadap etnis Rohingya," ucapnya.

Lebih lanjut, MUI meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi kembali diplomasi sunyi (non megaphone diplomacy) yang diterapkan Myanmar. Pemerintah Bangladesh juga diharapkan membuka wilayah Rakhine agar bantuan dari seluruh negara bisa sampai ke sana. "Sehingga mereka bisa menyelamatkan diri dari persekusi pemerintah Myanmar," kata Amirsyah.

MUI mendesak Komite Hadiah Nobel untuk mencabut penghargaan Nobel Perdamaian Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi. Amirsyah juga menuntut semua pelaku pelanggaran HAM dihukum berat melalui Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court (ICC)). "Hal ini untuk mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas praktik genosida terhadap etnis Rohingya di Myanmar," tegasnya.

Terakhir, MUI mendesak ASEAN untuk menekan Myanmar menghentikan aksi tersebut. Juga untuk mempertimbangkan pembekuan keanggotaan negara Myanmar di ASEAN. "Bila dalam waktu yang dipandang cukup hal tersebut tidak dilakukan oleh Myanmar, maka wajar bagi ASEAN untuk pertimbangkan keanggotaannya," tutup Amirsyah.

Sebelumnya, Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) membuat suatu program yang bertujuan untuk membantu masyarakat di Rakhine State. Program bernama Humanitarian Assistance for Sustainable Community (HASCO) untuk Myanmar ini diluncurkan langsung oleh Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta (31/8).

Program HASCO bertujuan untuk memberikan bantuan bagi rakyat Myanmar, khususnya di Rakhine State, dalam bidang peningkatan kapasitas, pengiriman tenaga ahli, livelihood, dan pemulihan.​ Program yang merupakan komitmen dari sebelas organisasi sosial kemasyarakatan ini akan dilaksanakan selama dua tahun. Bantuan senilai US$2 juta tersebut didapat dari donasi masyarakat indonesia yang telah terkumpul melalui lembaga anggota AKIM.

"Tujuan utama program kami adalah terpenuhinya kebutuhan dasar bagi masyarakat di Rakhine State terkait dengan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan kebutuhan lainnya," kata Ketua Pelaksana AKIM, Ali Yusuf.

Sementara itu, Menlu Retno Marsudi menyampaikan dalam sambutannya, program HASCO menunjukkan adanya sinergi yang baik antara Pemerintah dan organisasi sosial kemasyarakatan dalam menjalankan komitmen untuk mendukung negara-negara sahabat yang membutuhkan bantuan. Apresiasi diberikan oleh Retno terhadap komitmen Mer-C, PMI, Walubi, dan PKPU untuk berkontribusi bagi pendirian rumah sakit/health center di Rakhine State. Rumah sakit dibangun untuk membantu proses rekonsiliasi dan pemulihan di daerah tersebut.

Bantuan ke Rakhine State ini merupakan model bantuan internasional yang partisipatif dan inklusif. Hal ini sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Advisory Commission on Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan.

Retno juga menegaskan kembali komitmen Indonesia yang tinggi untuk mendukung upaya Myanmar dalam mewujudkan reformasi, rekonsiliasi, dan pembangunan inklusif di Myanmar. Indonesia juga senantiasa mendorong untuk memperkuat proses demokrasi di Myanmar. "Indonesia sangat prihatin terhadap situasi keamanan dan menyesalkan jatuhnya korban jiwa di Rakhine State," ujar Retno, seperti dikutip kemlu.go.id.

Menyikapi kejadian di Rakhine State pekan lalu, Indonesia terus melakukan kerja sama intensif dengan Pemerintah Myanmar. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas keamanan dan mendorong semua pihak untuk menghentikan aksi kekerasan, utamanya di Rakhine State.

Sikap Indonesia mengundang apresiasi dari berbagai pihak, salah satunya dari Kofi Annan. "Beliau (Kofi Annan) mendukung pemerintah Indonesia yang sangat aktif dalam melakukan constructive engagement untuk membantu pemerintah Myanmar dalam menangani situasi di Rakhine State," ujar Retno.

SUU KYI MEMALUKAN - Sementara itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Izha Mahendra mengutuk keras tragedi penyiksaan yang dialami etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar. Yusril mendesak Pemerintah Indonesia mengambil langkah diplomatik untuk menekan Myanmar.

"Kami juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah diplomatik untuk menekan Myanmar. Indonesia dapat menggalang negara-negara ASEAN lainnya untuk mengambil langkah nyata mendesak Pemerintah Myanmar menghentikan pembantaian atas Muslim Rohingya," ujar Yusril dalam keterangan tertulisnya, Jumat (1/9).

Yusril juga akan mengambil langkah politik untuk membantu etnis Rohingya. Ia menuturkan keteribatan militer Myanmar dalam tragedi ini wajib dihukum oleh dunia internasional sebab masuk dalam kejahatan kemanusiaan atau ´crime against humanity´.

"Pembantaian yang dilakukan tentara Myanmar itu sengaja dibiarkan oleh Pemerintahnya sehingga kejahatan ini menjadi kejahatan sistematis dan meluas yang bertujuan melenyapkan sebuah entitas etnis atau "etnic cleansing" di negara itu," jelas Yusril.

Yusri mengaku kecewa terhadap Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi. Sebab, Pemimpin Myanmar tersebut memegang Hadiah Nobel Perdamaian tetapi membiarkan kekerasan terjadi di negaranya. "Sebagai pemegang Hadiah Nobel Perdamaian, sikap Aung San Suu Kyi yang membiarkan kekejaman di Myanmar adalah sikap yang memalukan," tegas Yusril.

"Kami juga mengajak Umat Islam Indonesia untuk bersatu membantu Muslim Rohingya. Solidaritas sebagai sesama Muslim harus kita tunjukkan di saat penderitaan saudara-saudara kita di Myanmar sudah demikian seriusnya," ucapnya.

Pernyataan keras juga dikeluarkan Wasekjen PKB Daniel Johan. Dia mengatakan, PKB mengutuk keras tindakan militer Myanmar terhadap warga etnis Rohingya dan meminta pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk segera menyelesaikan permasalahan di negaranya.

"PKB mengecam keras setiap tindakan kekerasan yang terjadi, kekerasan tidak akan pernah jadi solusi, segera hentikan tindakan melawan kemanusiaan di Myamar," ujar Daniel Johan.

Menurut Daniel, Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) akan melakukan safari untuk menemui para ulama Buddha. PKB ingin menggalang solidaritas untuk membantu warga etnis Rohingya.

"Cak Imin akan keliling menemui ulama Buddha untuk memahami fakta sesungguhnya, sekaligus menggalang solidaritas untuk warga Rohingya dan menyampaikan aspirasi para kiai atas masalah ini," kata Daniel.

"Selain menemui ulama Buddha, Cak Imin juga akan ke ASEAN dan Dubes Myanmar bersama tokoh lintas agama untuk mendorong tindakan tegas guna mewujudkan keadilan dan pedamaian bagi Rohingya," imbuhnya.

Daniel menyatakan, persoalan di Myanmar itu sudah masuk pada isu politik dan militer. Masalah etnis Rohingya ini menurutnya sudah bukan masalah agama lagi. "Pemerintahan Myanmar di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi harus segera bertindak cepat untuk menuntaskan persoalan ini sampai ke akarnya," jelas Daniel.

PKB menyatakan miris dengan kondisi di Myanmar. Padahal Suu Kyi, kata Daniel, merupakan salah satu tokoh dunia yang mendapat nobel perdamaian dunia namun tidak mampu menyelesaikan konflik perdamaian di negaranya,

"Jika Suu Kyi tidak dapat segera memutuskan langkah-langkah penyelesaian konflik secara komprehensif, maka saya mengusulkan pencabutan hadiah Nobel Perdamaian karena ia gagal menyelesaikan krisis kemanusiaan di negerinya," tukas Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.

Selain itu Daniel juga berharap pemerintah Myanmar segera dan secara serius memulihkan keamanan dan menjaga kedamaian bagi semua pihak tanpa diskriminasi. PKB juga menagih komitmen Myanmar terhadap hak asasi manusia (HAM). "Hentikan adu domba antar masyarakat dengan menggunakan isu agama, dan adili semua pelaku kekerasan secara tegas tanpa pandang bulu," kata Daniel. (dtc)

BACA JUGA: