JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pernyataan keras Presiden Joko Widodo di forum Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) beberapa waktu lalu, sempat mengundang decak kagum berbagai kalangan. Maklum, ketika itu, Jokowi mengeluarkan penyataan keras agar negara-negara OKI memboikot produk-produk Israel.

"Penguatan tekanan kepada Israel termasuk boikot terhadap produk Israel yang dihasilkan di wilayah pendudukan. Seluruh negara menyatakan kembali komitmen untuk melindungi al-Quds al-Sharif, antara lain dengan bantuan finansial bagi al-Quds," tutur Jokowi dalam jumpa pers usai penutupan KTT LB OKI.

Sayangnya, kemudian ucapan itu diralat oleh Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi. Johan mengatakan, pemboikotan hanya dilakukan dari sisi kebijakan Israel saja. "Yang dimaksud itu bukan produk, bukan barang. Yang saya lihat dimaknai sebagai produk barangnya Israel diboikotkan, sebenarnya bukan," kata Johan.

Boikot itu dimaksudkan pada dukungan kemerdekaan Palestina dari Indonesia. "Jadi, bukan boikot produk kayak makanan gitu, bukan. Konteksnya kan boikot kebijakan, larangan Israel di Palestina," ujar Johan.

Belakangan pernyataan Johan diralat lagi oleh Kementerian Luar Negeri. Pihak Kemlu mengatakan, berdasarkan butir ke-16 Deklarasi Jakarta yang dihasilkan KTT Luar Biasa OKI negara-negara OKI termasuk Indonesia memboikot produk Israel, bukan kebijakan Israel.

"Butir 16 pada Deklarasi Jakarta hasil KTT Luar Biasa OKI di Jakarta tanggal 6-7 Maret 2016, menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mendukung boikot terhadap produk-produk yang dihasilkan di dalam atau oleh wilayah permukiman ilegal Israel," kata Kemlu dalam siaran persnya.

Ada informasi yang saling bertentangan soal kebijakan boikot produk Israel ini disayangkan Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay. Dia mengatakan, dalam mendukung Palestina merdeka dan menyelesaikan konflik di negara islam lainnya, maka negara-negara yang tergabung dalam KTT OKI harus memiliki sikap berani dan satu visi.

Khususnya Indonesia yang dijadikan tuan rumah yang diharapkan dapat menjadi pelopor. Karena itu simpang siur pendapat soal boikot produk Israel di antara elemen pemerintahan sendiri dinilai akan menurunkan wibawa Indonesia. "Sekali pernyataan dikeluarkan, sulit untuk menarik kembali," kata Saleh saat dihubungi gresnews.com, Sabtu (12/3).

Apalagi pernyataan tersebut dipublikasi di internet, sehingga sampai sekarang, orang pun masih tetap bisa mendengar pernyataan tersebut. Karena itu, Saleh "menantang" Jokowi untuk berani menegaskan sikap bahwa memang yang dimaksud adalah boikot terhadap produk-produk Israel. "Saya buka lagi dan dengar pernyataannya. Dan betul, pernyataan itu secara eksplisit menyebut boikot produk Israel. Bukan boikot kebijakan di tanah pendudukan," katanya.

Saleh menyatakan keheranannya mengapa pernyataan resmi dalam pertemuan internsional seperti itu diralat. "Apakah ada tekanan dari pihak-pihak tertentu?" tanya Saleh.

Untuk itu, ia meminta penjelasan yang tepat dari Presiden Jokowi agar masyarakat dapat memahaminya. Apalagi, setelah mengeluarkan pernyataan pemboikotan produk Israel, Jokowi tengah mendapat pujian dahsyat. "Tapi tiba-tiba ada ralat," katanya.

Jika yang dimaksud benar-benar hanya pemboikotan sebatas kebijakan, Saleh mengaku sangat kecewa kepada Jokowi. Dia menilai selama ini wacana boikot kebijakan pendudukan semacam itu sudah dilakukan dan berlangsung lama. Bahkan tak hanya dilakukan oleh Indonesia saja, namun tak memberi dampak apa-apa bagi Palestina. "Boikot pendudukan juga dilakukan negara-negara lain. Buktinya, tetap saja seperti itu," katanya.

Sementara itu, pengamat politik luar negeri Rahmat Bagja menyatakan, klarifikasi Jokowi lewat Johan Budi sudah menurunkan prestise yang ditelah dibentuk Jokowi dalam KTT OKI. "Berarti kebijakan spontan yang dinyatakan oleh pak Jokowi hanya merupakan kebijakan semu yang tidak dipikirkan secara matang," katanya kepada gresnews.com, Sabtu (12/3).

Pernyataan kontradiktif yang diluncurkan dengan tenggat waktu yang tak begitu lama membuat Jokowi terlihat sangat nyata melakukan pencitraan. Apalagi, boikot produk diklarifikasi menjadi boikot kebijakan dinilai Rahmat tak signifikan untuk menyelesaikan perdamaian Palestina. "Kalau Pak SBY terkenal pencitraannya demikian pula Jokowi," kata dia.

DAPAT DUKUNGAN LUAS - Pernyataan keras Jokowi dalam KTT Luar Biasa OKI terkait pemboikotan terhadap produk Israel sebelumnya memang mendapat dukungan luas. Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris bahkan meminta agar Jokowi dapat mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres).

"Seruan boikot produk Israel oleh Presiden Jokowi harus ditindaklanjuti dan dilembagakan melalui Keputusan Presiden yang diikuti dengan keputusan menteri terkait, terutama yang terkait dengan perdagangan," ujar Fahira di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/3).

Dia menegaskan, meski Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dan perdagangan langsung dengan Israel namun Kementerian Perdagangan harus segera melakukan pengecekan ke pasar. Hal ini dinilainya perlu agar dapat diketahui dengan jelas ada atau tidaknya produk Israel yang beredar.

Setelah turun ke lapangan, pemerintah bisa mengumumkan kepada masyarakat agar tidak membeli produk-produk tersebut. Menurut Fahira, sebenarnya gerakan boikot Israel sudah mulai bergulir sejak 2005 di seluruh dunia yang dikenal dengan sebutan Boycotts Divestment and Sanction (BDS) atau Boikot Divestasi dan Investasi Israel.

Gerakan itu merupakan sebuah kampanye tanpa kekerasan dan protes yang dilakukan terhadap Israel yang melakukan penindasan terhadap Palestina. Gerakan tersebut juga cukup memukul perekonomian mereka.

"Di Afsel, pemerintahnya bahkan sampai membuat undang-undang agar semua produk yang berasal dari Wilayah Pendudukan Israel diberi label agar warga Afsel tidak membelinya. Pada Oktober 2015 lalu, kita juga saksikan 300-an akademisi dari berbagai universitas di Inggris menyatakan memboikot institusi pendidikan asal Israel," terangnya.

Oleh karenanya, Fahira menyebut penting kiranya boikot produk Israel oleh Presiden Jokowi ditindaklanjuti dengan aksi nyata sehingga isu boikot produk, budaya dan akademik Israel oleh pemerintah dan masyarakah Indonesia tidak hanya menguat saat terjadi kekerasan di Palestina.

Dukungan serupa juga disampaikan Wakil Ketua MPR Mahyudin. Seruan ini dinilainya sebagai dukungan terhadap kemerdekaan negara Palestina. "Bagus saya kira, karena kita kan selama ini tidak punya diplomasi dengan Israel. Imbauan Jokowi bagus boikot produk Israel. Bahwa kita, Indonesia dukung kemerdekaan Palestina," ujarnya.

Sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia menurutnya harus bisa berperan aktif dalam persoalan Palestina. Partisipasi Indonesia mesti bisa terus disuarakan. "Paling tidak negara Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia. Suara Indonesia bisa lebih didengar," tutur pria yang sudah mendeklarasikan diri jadi bakal caketum Golkar ini.

Mahyudin menjelaskan sejauh ini Indonesia juga tak menjalin diplomasi dengan Israel. Dengan seruan Presiden Jokowi, dia yakin tak ada produk Israel yang masuk ke Indonesia. "Yang dimaksudkan produk Israel di daerah pendudukannya, yaitu hasil industri seperti di Palestina yang didudukin," sebutnya.

DUNIA USAHA MENUNGGU - Terkait seruan boikot ini, pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mengharapkan pemerintah merumuskannya dalam sebuah kebijakan yang jelas. "Sebaiknya dituangkan dalam ranah yang lebih teknis. Kami tunggu kebijakan. Kalau mengenai boikot sudah menjadi instruksi pemerintah, kami ikuti," ujar Ketua umum Ginsi, Rofiek Natahadibrata, Rabu (9/3).

Kebijakan dari pemerintah mengenai boikot tersebut sangat penting agar tak menimbulkan kebingungan di kalangan importir. Pasalnya, importir masih bertanya-tanya tentang rekomendasi boikot itu. "Ini arah boikotnya lebih ke boikot produk-produk Israel, atau kebijakan yang dihasilkan Israel di daerah pendudukan Palestina. Apakah original barang Israel atau bisnis yang punya orang Israel. Kami tunggu kebijakan," tutur Rofiek.

Namun, Rofiek mengaku tak bisa memastikan apakah selama ini ada pengusaha yang mengimpor produk-produk dari Israel. Termasuk, produk-produk apa saja yang diimpor dari Israel.

Penyelengaraan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerjasama Islam (KTT LB OKI) ke-5 menghasilkan dua dokumen penting. Para peserta KTT mendukung rekonsiliasi Palestina melalui Resolusi untuk Palestina dan Al-Quds Al-Sharif serta Deklarasi Jakarta.

Dalam berkas Deklarasi Jakarta yang diterima, Senin (7/3/2016), sedikitnya ada 23 poin yang disepakati dalam Deklarasi Jakarta. Para peserta konferensi sepakat mendukung kemerdekaan Palestina.

Mayoritas negara-negara OKI mengutuk keras penjajahan Israel di tanah Palestina, termasuk Al-Quds Al-Sharif sejak tahun 1967. Untuk mendukung itu semua perlu adanya pembahasan lebih lanjut tentang penguatan penuh masyarakat Palestina agar mendapatkan kembali hak politik, diplomatis, dan hukum secara penuh.

Sementara itu, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana mengatakan, untuk merealisasikan kebijakan boikot produk Israel, negara-negara OKI harus melakukan penguatan terhadap sekjen atau utusan khusus dari suatu negara yang mewakili OKI. "Fungsinya untuk melakukan pemantauan negara-negara OKI apakah sudah melaksanakan apa yang sudah diputuskan, atau melihat tanggapan negara lain terhadap hasil deklarasi," ujarnya.

Hikmahanto kemudian menyebut utusan khusus yang mewakili Organisasi Kerja sama Islam harus bisa bergerak timbal balik atau Shuttle Diplomacy. Ketika negara perwakilan OKI melalui perwakilan khususnya dapat memfasilitasi Palestina di negara-negara barat.

"Sebagai spesial envoy atau utusan khusus yang mewakili OKI dan memberitahukan ke negara-negara barat kalau Palestina sudah merdeka atau bagaimana Palestina sendiri dapat memfasilitasi dua kubu yang berada disana yaitu Hamas dan Fatah untuk bisa bersatu. Kalau tidak tentu meski telah merdeka Palestina masih harus berdampingan dengan Israel," tutur Hikmahanto.

Hikmahanto menekankan, fungsi dan prinsip utusan khusus OKI dapat memberitahukan kepada masyarakat internasional bahwa Palestina telah merdeka. Sehingga bila masih terjadi serangan dari Israel ke Palestina tentunya itu akan menjadi perhatian dunia.

"Prinsipnya meski Palestina merdeka, mereka masih harus bisa berdampingan dengan Israel. Kalau pun ada kekerasan di dalam negara Palestina karena adanya dua kubu yang berbeda itu akan menjadi permasalahan intern. Tapi kalau ada serangan dari Israel tentu itu akan menjadi perhatian masyarakat internasional," pungkas Hikmahanto. (Gresnews.com/Dimas Nurzaman/dtc)

BACA JUGA: