JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kudeta yang dilakukan militer pada Jumat dinihari, 15 Juli 2016, waktu Turki telah gagal. Presiden Recep Tayyip Erdogan mulai melakukan pembersihan "pengkhianat" dalam tubuh militer dan pemerintahannya. Namun ada pula yang menyebutkan kudeta ini sekadar sinetron untuk menaikkan pamor sang presiden yang kian redup diterpa berbagai kasus dari soal korupsi hingga hubungannya dengan negara Islam Irak Syiria (ISIS). Apa yang sebenarnya terjadi?

Proses pembersihan terjadi sehari setelah aksi kudeta yang gagal dilancarkan militer. Pembersihan di internal militer dan menyeret para serdadu bahkan para hakim yang dianggap terlibat dalam upaya penggulingan pemerintah sehari seusai percobaan kudeta .

Pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan menahan 2.839 personel militer. "Jumlahnya kemungkinan bertambah," kata Perdana Menteri Binali Yildirim, seperti dilaporkan Al Jazeera, Ahad, 17 Juli 2016.

Binali mengumumkan sebanyak 161 warga sipil menjadi martir, 1.440 cedera, lebih dari 2000 prajurit pelaku kudeta, termasuk sejumlah perwira senior, terbunuh dalam upaya penggulingan pemerintah yang sah, namun gagal. Sebanyak 5 jenderal dan 29 kolonel dibebastugaskan.

Adapun pejabat senior lain yang juga tidak bersedia diungkapkan jati dirinya menuturkan kepada Al Jazeera, seorang jenderal juga ditahan karena diduga terlibat dalam upaya makar menggulingkan pemerintah yang sah. "Jenderal Erdal Ozturk, Komandan Pasukan Ketiga, telah ditahan," ucapnya.

Menurutnya mereka telah mempersiapkan junta militer selama beberapa waktu. Para pemberontak ini juga telah menyiapkan sejumlah pejabat militer untuk menduduki jabatan sebagai gubernur, kepala badan pemerintahan.

"Ozturk merupakan salah satu otak kudeta," kata seorang pejabat lain kepada kantor berita Associated Press.

Secara terpisah, sebanyak 182 personel militer dari berbagai jenjang kepangkatan, termasuk sejumlah komandan senior juga ditangkap di bagian tenggara Provinsi Diyarbakir.

Di antara yang ditangkap terdapat Mayjen Metin Akkaya, Komandan Garnisun di wilayah Isparta Mayjen Mustafa Kurutmaz, dan Komandan Pasukan II Turki Jenderal Adem Huduti yang berbasis di Malatya dan bertanggung jawab melindungi perbatasan dengan Suriah, Irak dan Iran.

Selain militer pemerintah juga menangkapi para penegak hukum dari lembaga kehakiman. Bukan hanya hakim biasa para hakim tinggi pun tak luput dari penangkapan ini. "Lembaga pengadilan tinggi Turki, Hakimler ve Savcılar Yuksek Kurulu (HSYK), juga memecat 2.745 hakim pada Sabtu kemarin," lapor kantor berita Turki, Anadolu, Ahad ini.

Seorang pejabat senior Turki yang tak bersedia disebutkan namanya mengatakan kepada Al Jazeera, sedikitnya dua hakim Mahkamah Konstitusi Turki dan sepuluh hakim HSYK telah dipecat. Para hakim tersebut ditahan berdasarkan bukti transaksi keuangan dan komunikasi dengan beberapa orang.

Informasi lainnya menyebutkan juga terdapat 5 orang anggota lembaga tinggi HSYK ikut dipecat. Sebanyak 140 anggota Mahkamah Agung masih diperiksa.

HSYK menggelar pertemuan untuk mengambil keputusan apakah sejumlah hakim yang menurut Presiden Erdogan adalah pengikut tokoh spiritual Fethullah Gulen, bisa tetap dalam posisi untuk menjalankan fungsinya. Erdogan menduga Gulen berada di belakang aksi kudeta.

SOSOK GULEN - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan pemerintahannya sudah dalam kendali setelah adanya upaya kudeta militer. Meski demikian, dia menuntut Amerika Serikat (AS) untuk segera menangkap atau memulangkan Fethullah Gulen ke Turki. Gulen adalah seorang ulama asal Turki yang kini mengasingkan diri di Pennsylvania, AS.

"Saya menyerukan kepada Amerika Serikat dan Presiden Barack Obama untuk sebaiknya menangkap Fethullah Gulen atau mengembalikannya ke Turki. Jika kita adalah mitra strategis atau mitra model, maka lakukan apa yang diperlukan," kata Erdogan dilansir CNN.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu telah berkomunikasi dengan Menlu AS John Kerry dan menyampaikan Gulen berada di balik upaya kudeta tersebut. "Topik ekstradisi tidak datang langsung dalam percakapan kita kemarin. Namun, saya mengatakan sekali lagi bahwa ini merupakan upaya Gulen, yang berada di negara mereka, dan strukturnya dalam militer," kata Mevlut Cavusoglu di sebuah wawancara di Ankara, yang dilansir oleh Reuters, Minggu (17/7).

Fethullah Gulen sebelumnya sudah membantah mendalangi percobaan kudeta militer itu. "Sebagai orang yang menderita di bawah sejumlah kudeta militer selama lima dekade terakhir, ini merupakan penghinaan karena dituduh terlibat upaya tersebut. Saya dengan tegas membantah tuduhan seperti itu," tegas Gulen.

"Saya mengutuk, dengan sekeras-kerasnya, percobaan kudeta militer di Turki," imbuh Gulen dalam pernyataan singkat tersebut.

Ia menegaskan pemerintah harus menang lewat proses pemilihan yang adil dan bebas. "Bukan dengan kekerasan," ujar ulama berumur 75 tahun itu, dulunya merupakan sekutu erat Erdogan.

Gulen pindah ke AS pada 1999, sebelum dia dikenai dakwaan pengkhianatan di Turki. Sebelumnya Gulen dan Erdogan adalah sahabat seiring namun keduanya berseteru dalam beberapa tahun terakhir seiring Erdogan mencurigai gerakan Hizmet yang dipimpin Gulen. Keberadaan gerakan tersebut belakangan ini menonjol di masyarakat Turki, termasuk media, kepolisian dan pengadilan.

SINETRON KUDETA? - Pengamat politik muda Ahmad Zainul Muttaqin yang aktif menulis tentang geo politik di Timur Tengah dalam akun facebooknya menyebutkan kudeta tersebut hanyalah sebuah sinetron. Tentu saja dagelan kudeta militer tersebut pada akhirnya untuk meningkatkan kekuatan politik dari Erdogan. Berikut ini ulasannya.

KUDETA (PALSU) TURKI AKAN JADI BUMERANG BAGI ERDOGAN

Sungguh menyakitkan ketika kemarin saya baca di media The Independent bahwa para Tentara yang melakukan "kudeta" militer kemarin ternyata tidak menyadari bahwa mereka adalah bagian dari aksi kudeta. Dari hasil interogasi terungkap keterangan bahwa mereka tidak menahu dengan kudeta, yang mereka tahu bahwa mereka hanya diperintahkan para komandannya untuk melakukan "manuver militer" di perkotaan sebagai bagian dari latihan. Apa yang anda pelajari dari pengakuan ini?

Melihat fakta ini rasanya sangat menyakitkan bahwa keluguan para tentara muda berpangkat rendah yang tidak tahu menahu soal politik ini sedang dimanfaatkan untuk bidak-bidak catur untuk melakukan "kudeta" sporadis tak terkonsolidasi oleh kalangan elite yang coba menaikkan popularitas seorang Erdogan untuk memberinya alasan untuk melakukan pembersihan terhadap faksi-faksi militer yang tak sejalan dengannya.

Operasi false flag, ya sejauh ini saya sudah 75% percaya bahwa ini adalah operasi false flag seperti yang dilakukan Adolf Hitler pada era 1940-an. Mungkin anda berpikir operasi tipu-tipu kok sampai menghancurkan gedung Parlemen sendiri dan menewaskan ratusan orang? Kalau anda lihat sejarahnya Hitler juga dulu menghancurkan gedung Parlemennya sendiri, bahkan tragedi WTC yang terindikasi kuat false flag pun dilakukan walau menjadikan ribuan nyawa warganya sebagai tumbal.

Ya, Semua demi pretext untuk aksi yang lebih besar. Jika USA dulu melakukan false flag demi alasan untuk menginvasi Timur Tengah, maka tidak mustahil Turki hari ini melakukannya sebagai alasan untuk menaikkan reputasi Erdogan yang redup di dalam negerinya sendiri, sebagaimana yang disampaikan jurnalis senior Turki Selim Caglayan semalam di TV One bahwa reputasi Erdogan di dalam negeri itu redup karena kasus korupsi, isu kemitraan bisnis dengan ISIS, pembredelan pers, sampai isu ijazah palsu yang menimpanya. Belum lagi tentang pemulihan hubungan rezimnya dengan Israel dan politik kotornya di Suriah. Walau belum sampai pada kesimpulan akhir, indikasi ini memang sangat kuat.

Ya, jika memang terbukti bahwa kudeta kemarin hanyalah "false flag" dari rezimnya, setidaknya itu sudah berhasil karena sejak kejadian kemarin popularitas Erdogan melonjak, permainan "playing victim" yang dilakukannya sukses mendatangkan simpati padanya, simpati dari negara-negara luar berdatangan.

Obama langsung melakukan pernyataan pers mengutuk kudeta dan mengajak seluruh pihak di Turki untuk bersatu mendukung Erdogan, bahkan dua kekuatan regional yang saling berseteru yaitu Israel dan Iran menyampaikan penolakan yang sama pada aksi kudeta kemarin. Termasuk tokoh oposisi Erdogan seperti Fethullah Gulen yang ia tuduh mendalangi kudeta tersebut juga turut mengecam aksi kudeta sporadis itu. Tujuan skenario "kudeta" tampaknya sukses. Dan satu lagi, ia sekarang punya alasan kuat untuk bersikap tangan besi dengan melakukan pembersihan besar-besaran pada seluruh stakeholder di Turki yang berseberangan darinya. Dan sekarang tidak ada yang mampu menghentikannya untuk mendapatkan lebih banyak power di negara prakarsa Mustafa Kemal Ataturk tersebut, selain Tuhan.

Saya masih teringat dulu saat Erdogan terpilih pada pemilu 2014 kemarin dengan perolehan suara 52%, ia langsung berpidato, "Saya tidak hanya akan menjadi Presiden bagi 52% pemilih saya, tapi saya akan menjadi Presiden bagi seluruh 77 juta rakyat Turki." Dan kita lihat hari ini ternyata semua itu tak lebih dari sekedar ungkapan pencitraan. Dalam beberapa bulan saja Erdogan telah melakukan "pembersihan" terhadap para oposisinya, 2000 warga telah ditangkap karena dianggap menghina dirinya baik itu yang sekedar membuat status mengkritiknya di medsos sampai yang membuat meme lucu-lucuan menyamakannya dengan Gollum.

Dan hasil tangkapan besar di "kudeta" kemarin, ia menjebloskan 2.893 Tentara yang dituduh terlibat kudeta dan memburu 2.745 hakim di seluruh Turki yang tak berpihak pada Rezimnya. Inilah perang sipil yang sebenarnya, dan ini belum akan berakhir.

Sangat demokratis bukan? Jangan lupa semua yang ia bersihkan itu semua adalah warga Turki asli. Jangan anda bandingkan dengan Presiden Suriah Bashar al Assad yang memerangi puluhan ribu pemberontak yang mayoritasnya militan asing yang "berjihad" di Suriah dengan disponsori dan dipersenjatai negara-negara Barat dan Teluk. Sekarang perhatikan, walau hanya menghadapi jumlah pemberontakan yang jauh lebih sedikit dan jauh lebih lemah dibanding para misionaris yang melawan Assad, Erdogan sudah melakukan pembersihan kepada para oposisinya sendiri yang notabene warganya sendiri dengan membabi-buta.

Kudeta militer “jadi-jadian” telah gagal, namun jika Erdogan merespon moment bersejarah ini dengan cara yang salah, jangan kaget bila ini justru akan menghasilkan kudeta demokratis yang sebenarnya dalam waktu dekat.

Jangan lupakan juga fakta bahwa Erdogan pada pemilu 2014 kemarin hanya meraih 52% suara. Artinya suara rakyat tidak mutlak memilihnya, ada hampir setengah Turki yang tidak menjatuhkan pilihan padanya. Beda dengan Assad di Suriah yang meraih suara mutlak 88.7% suara rakyat. Bila ia terus bertangan besi dan bermain kotor di kawasan, jangan salahkan bila kemenangannya yang sedikit itu tak akan banyak menolong.

 

BACA JUGA: