JAKARTA, GRESNEWS.COM - Di tengah ramai kisah heroik Indonesia yang menyerukan boikot atas produk Israel dan kemudian insiden pelarangan terhadap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk masuk ke Palestina untuk melantik Konsul Kehormatan RI di Palestina, sebuah kabar sedap soal hubungan RI-Israel menyeruak. Menlu Retno Marsudi dikabarkan melakukan pertemuan rahasia dengan pejabat senior Israel tekait pelantikan dan pembukaan Konsul Kehormatan RI di Ramallah itu.

Kabar ini ramai setelah Deputi Menlu Israel Tzipi Hotovely memberikan pernyataan terkait larangan terhadap delegasi Indonesia yang ingin melantik konsul kehormatan di Ramallah. Tzipi Hotovely mengatakan, Indonesia mempunyai hubungan diplomatik rahasia dengan Israel terkait masalah pembukaan konsul di Ramallah.

Pelarangan over flight terjadi karena Menlu RI menolak pertemuan dengan pejabat senior Israel yang sebelumnya sudah menjadi kesepakatan antara RI dan Israel dalam sebuah pertemuan rahasia sebelumnya. Jika kabar ini benar tentu akan menjadi pukulan telak bagi Indonesia, karena pembentukan Konsul kehormatan Indonesia di Palestina, justru merupakan sebuah bentuk penegasan dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan negara Palestina yang saat ini dijajah Israel.

Kabar adanya pertemuan rahasia tersebut segera menuai protes dari banyak kalangan. Namun kabar adanya hubungan rahasia RI-Israel bisa jad ada benarnya. "Sebenarnya ada kontak, tapi tidak melalui saluran diplomatik yang resmi," ujar pengamat politik internasional Pipip A Rifai Hasan, kepada gresnews.com, Senin (28/3).

Pipip mengatakan, jika pernyataan Hovotely benar, maka pertemuan rahasia itu menjadi isu yang sagat sensitif dan bisa dianggap sebagai langkah kompromi terkait dukungan terhadap Palestina. "Walaupun sebetulnya setiap negara saling membutuhkan satu sama lain akan tetapi prinsip pemerintah Indonesia sudah jelas untuk mendukung kemerdekaan palestina," katanya.

Karena itu, kata dia, Indonesia tidak perlu takut melakukan langkah konkret seperti boikot terhadap produk Israel. "Kita tidak usah takut dibilang negara anti Yahudi, berbeda kita boikot Israel sebagai negara penjajah dengan Yahudi sebagai agama," tegas Pipip.

Isu pertemuan rahasia itu sendiri terungkap dari pemberitaan ketika Tzipi Hotovely dicecar anggota Knesset (parlemen Israel) dari Partai Arab Ahmad Tibi, soal kebijakan menolak Menlu Retno memasuki Ramallah, pada Rabu (16/3). Terkait desakan itu, Hotovely kemudian mengungkapkan beberapa hal. Salah satunya soal hubungan rahasia Indonesia-Israel.

Hotovely mengemukakan bahwa meski Indonesia-Israel tak punya hubungan diplomatik, namun Deputi Dirjen Menlu Israel untuk Asia Pasifik, Mark Sofer sebelumnya telah berkunjung ke Jakarta. Dalam pertemuan itu, kata Hotovely, pejabat Israel dan Indonesia sampai pada kesepahaman bahwa Retno akan bertemu pejabat senior Israel di Yerusalem saat Retno berkunjung ke Palestina untuk melantik Konhor.

Ini sebagai prosedur bagi semua pejabat asing yang akan mengunjungi Yerusalem dan Ramallah, dan Indonesia tak masuk dalam pengecualian. Hotovely lantas mengungkapkan bahwa Israel selama ini memiliki ´hubungan rahasia´ dengan Indonesia.

"Hal terhormat yang harus dilakukan ketika ada hubungan rahasia, seperti yang ada antara Israel dan Indonesia, adalah untuk menghormati kode. Ketika Anda melanggarnya, jangan heran bahwa Anda mencegah diri dari mengunjungi Palestina," papar Hotovely.

Pihak Kemenlu pun dengan tegas membantah pernyataan Hotovely itu. Kemlu juga menyangkal adanya diplomat Israel yang datang ke Indonesia beberapa hari sebelum kunjungan Menlu Retno Marsudi ke Ramallah yang kemudian dilarang Israel.

"Tidak pernah ada pertemuan antara Kemlu RI dengan Israel terkait kunjungan Menlu ke Ramallah. Tidak pernah ada pembahasan apalagi kesepakatan dengan Menlu RI mengenai kunjungan ke Yerusalem," jelas juru bicara Kemenlu RI Arrmanatha Nasir, Kamis (17/3).

Selain itu,  tak pernah ada perwakilan Israel ke Jakarta bertemu Menlu Retno. "Tidak ada orang Israel yang ke Kemlu untuk ketemu Menlu," lanjut dia.

Pengaturan yang dilakukan melalui jalur diplomatik resmi sejak akhir Desember 2015 oleh Dubes RI untuk Palestina di KBRI Amman dengan pihak Palestina dan Yordania adalah untuk Menlu RI menggunakan helikopter dari Amman (Yordania) ke Ramallah. "Tidak lewat checkpoint daratan Israel," tegas diplomat yang akrab disapa Tata tersebut.

Tujuan utama Menlu RI adalah ke Yordania dan Ramallah untuk melakukan pertemuan bilateral dan melantik konsul kehormatan RI di Palestina, dan itu semua sudah tercapai. "Tidak pernah ada tujuan ke tempat lain," ujar Tata.

Tata mengungkapkan, sejak awal sudah disiapkan dua skenario untuk pelantikan Konsul Kehormatan RI di Palestina, Maha Abou Shusheh. Skenario pertama, melantik Konhor di Amman, skenario kedua melantik Konhor di Ramallah. "Bahkan kita juga siapkan skenario ketiga. Semua ini disiapkan agar apa pun ulah Israel, rencana melantik Konhor tetap tercapai," ungkap dia.

Dikonfirmasi mengenai "hubungan rahasia" Indonesia-Israel selama ini, Tata dengan tegas mengatakan, "Tidak ada yang rahasia". Tata mengaku tidak tahu motivasi Israel menyebut adanya hubungan rahasia maupun menyebut adanya kunjungan diplomat Israel ke Jakarta.  "Kami tidak tahu motivasinya. Intinya, kami hanya fokus kepada misi ke Amman dan itu sudah tercapai," tandasnya.

HUBUNGAN DAGANG MESRA - Indonesia memang secara resmi tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri, Indonesia dalam beberapa bidang memang punya hubungan yang lumayan erat, salah satunya adalah urusan perdagangan. Hubungan dagang antara Indonesia dengan Israel bisa dibilang cukup mesra.

Menurut data dari Kementerian Perdagangan, impor Indonesia terhadap Israel meningkat sebanyak 459 persen dari tahun 2014 ke 2015, dengan nominal senilai US$13,89 juta menjadi USS77,7 juta. Sedangkan untuk eksspor nilainya menyentuh US$116,9 juta per tahunnya, sehingga sikap tegas Indonesia dalam mendukung Palestina hanya terlihat di ranah politik.

Akan tetapi di wilayah perdagangan hubungan Indonesia dan Israel bisa dibilang cukup baik. Salah satu produk eksspor yang paling tinggi kepada Israel adalah produk olahan kelapa sawit (CPO). Peneliti Indef Bhima Yudistira mengatakan, tingginya eksspor CPO ke Israel terjadi karena pasar CPO global sedang mengalami penurunan sehingga banyak pengusaha kelapa sawit yang menjadikan Israel sebagai negara alternatif. "Israel itu sangat menyukai produk CPO kita," ujar Bhima kepada gresnews, Senin (28/3).

Jika pemerintah serius ingin menjalankan boikot terhadap Israel, seharusnya pemerintah juga mencari negara tujuan ekspor produk CPO yang menjadi alternatif para pengusaha CPO agar tidak menderita kerugian. "Untuk itu langkah konkret pemerintah sangat dibutuhkan," ujarnya.

Sejauh ini, segala hal yang menyangkut hubungan dengan Israel seolah tabu dibicarakan, sementara perdagangan terus berlangsung dengan baik. Kemungkinan hubungan yang lebih serius tidak pernah dijajaki secara terbuka. "Belum ada usaha sungguh-sungguh untuk membicarakan untung-rugi jika hubungan diplomatik dibuka," kata Bhima.

Soal adanya hubungan dagang dengan Israel juga diakui Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman. "Tapi dalam praktiknya di lapangan, kita nggak pernah menemukan ada produk mamin (makanan dan minuman) yang ada tulisannya made in Israel. Karena memang secara hubungan perdagangan tidak begitu berarti Indonesia dan Israel," katanya.

Menurutnya, dari catatan GAPMMI selama ini tidak pernah ada catatan makanan dan minuman yang berasal dari Israel. Jadi tidak terlalu memberi pengaruh ke industri makanan dan minuman di Indonesia. "Kalau pun ada mungkin itu dari negara ketiga. Kita tidak pernah ada yang langsung dari Israel ke Indonesia," ujarnya.

PASANG SURUT INDONESIA-ISRAEL - Hubungan antara Indonesia dan Israel memang bukan isu yang baru. Isu hubungan Indonesia-Israel mempunyai sejarah panjang yang terentang setidaknya sejak era Orde Lama.

Menurut Pipip A Rifai, di era Orde Lama, hubungan Indonesia-Israel cenderung tegang. Ini karena ideologi Presiden RI ketika itu Bung Karno yang ingin seluruh bangsa di Asia dan Afrika merdeka.

Sikap ini menjadikan Israel sebagai negara penjajah di mata Indonesia. "Soekarno pernah mengatakan selama Palestina belum merdeka Indonesia akan terus menentang penjajahan oleh Israel," kata Pipip.

Sementara, pada masa Orde Baru, Indonesia mulai membuka hubungan dengan Israel terutama di sektor persenjataan militer. Dikarenakan Israel sebagai salah satu negara yang memliki kekuatan militer terbesar di dunia. Akan tetapi hal ini tidak mengubah prinsip Indonesia terhadap Israel dan tetap tidak melakukan hubungan diplomatik.

Perubahan dilakukan pada zaman presiden Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Ketika itu, Gus Dur berusaha melakukan hubungan perdagangan secara resmi, yang sebelumnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan ketika itu, menandatangani Surat Keputusan Menperindag No.23/MPP/01/2001 yang melegalkan hubungan dagang antara RI dan Israel. "Hal ini menyebabkan protes besar-besaran terhadap Pemerintahan Gus Dur," kata Pipip.

Hubungan mesra pun berlanjut pada era Susilo Bambang Yudhoyono, tidak seperti Gus Dur yang melakukan hubungan secara terbuka. SBY lebih memilih menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi. Pada 13 September 2005, misalnya, Menteri Luar Negeri Hassan Wirayudha bertemu Menlu Israel Silvan Shalom, di New York, AS.

Hal ini pun ramai diperbincangkan dan Presiden SBY, ketika itu, segera membantah hal tersebut dan menegaskan bahwa Indonesia tetap pada prinsipnya yaitu mendorong kemerdekaan Palestina, tetapi pada masa itu hubungan dagang Indonesia dan Israel meningkat.

Pada masa kampanye 2014, Presiden Jokowi dengan tegas mendukung Palestina dan pada Konferensi OKI 2016 menyatakan mendorong pemboikotan terhadap Israel. Akan tetapi di bawah meja, hubungan perdagangan dengan Israel masih berlanjut. (Gresnews.com/Dimas Nurzama/dtc)

BACA JUGA: