JAKARTA, GRESNEWS.COM - Aksi teror berupa penembakan brutal terjadi di gedung parlemen di Ottawa, Kanada. Perdana Menteri Stephen Harper tengah berada di gedung tersebut dan selamat dari aksi yang diduga dilakukan oleh  seorang warga negara Kanada bernama Michael Zehaf-Bibeau yang tewas tertembak.

Seperti dilansir Reuters, Kamis (23/10), peristiwa itu terjadi Rabu (22/10) waktu setempat. Seorang pria bersenjata membuka pintu ruang parlemen dan menembakkan peluru ke ruangan tempat Harper menggelar pertemuan yang membahas hal strategis dengan anggota parlemen. Harper berhasil diselamatkan namun para anggota parlemen terjebak dalam ruangan tersebut.

Seorang saksi mata mengatakan setidaknya ada 30 tembakan yang dimuntahkan dari senjata pelaku. "PM (Harper) saat itu sedang berbicara kaukus ketika sebuah ledakan besar terjadi. Kami langsung menyebar dan penembakan itu terjadi tepat di luar ruangan kami maka ledakan besar, diikuti dengan rentetan tembakan. Kita semua tersebar. Itu jelas tepat di luar pintu kaukus kami," kata Menteri Badan Keuangan Tony Clement.

Juru bicara Harper mengatakan saat ini masih mengumpulkan bukti-bukti mengenai kejadian tersebut. Namun dipastikan Harper mengutuk penyerangan tersebut.  Peristiwa tersebut menewaskan dua orang. Satu orang merupakan personel militer Kanada yang dilaporkan ditembak orang tak dikenal, saat menjaga National War Memorial. Korban tewas lainnya merupakan pelaku penembakan di dalam gedung parlemen. "Diduga penembak itu sudah ditembak mati dalam gedung palemen," kata seorang polisi Ottawa.

Pelaku masuk hingga mendekati ruang kaukus yang sedang digunakan untuk rapat PM Harper dan anggota parlemen. Selain tentara tersebut, seorang penjaga di gedung parlemen dan tiga orang lainnya mengalami luka tembak dalam serangan brutal tersebut. Saat ini petugas tersebut sudah dievakuasi ke rumah sakit untuk diambil tindakan medis.

"Belasungkawa kepada keluarga prajurit yang tewas dan doa untuk penjaga Parlemen Kanada," kata Kabinet Menteri Jason Kenney.

Seperti dilansir CBC dan dikutip Reuters, polisi saat ini tengah menganalisa apakah pelaku penembakan tunggal atau berkelompok. "Kami secara aktif mencari tersangka, kami tidak tahu apakah itu adalah tersangka satu atau tersangka jamak," ujar petugas kepolisian Marc Soucy.

Dengan bantuan Amerika Serikat (AS), kepolisian Kanada mulai menemukan titik terang pelaku penembakan di gedung parlemen Kanada. Pelaku diduga seorang warga negara Kanada bernama Michael Zehaf-Bibeau. Dua pejabat AS mengatakan bahwa badan-badan AS memberi masukan informasi bahwa pelaku penembakan itu adalah seorang muallaf berwarga negara Kanada dan lahir pada tahun 1982. Seorang petugas mengatakan Michael berasal dari negara bagian Kanada yakni Quebec.

Dari berbagai sumber diketahui pihak kepolisian Kanada sudah memberikan nama Michael ke penegak hukum Amerika dan telah meminta FBI membantu melacak kegiatan sehari-hari pelaku. Penegak hukum hingga saat ini masih menyelidiki apakah ada hubungan penyerangan ini dan tindak teroris di Kanada.

Pasca insiden penembakan di gedung parlemen, Harper menegaskan tidak akan terintimidasi. Otoritas setempat bersumpah akan melakukan yang terbaik demi menangkal ancaman bagi negara ini. "Biar tidak ada kesalahpahaman. Kami tidak akan terintimidasi. Kanada tidak akan pernah terintimidasi," tegas PM Harper dalam pernyataannya kepada publik, seperti dilansir Reuters, Kamis (23/10).

"Faktanya, insiden ini malah akan semakin memperkuat dan melipatgandakan upaya kami - dan lembaga keamanan nasional kami - untuk mengambil seluruh langkah yang diperlukan dalam mengidentifikasi dan menangkal ancaman yang muncul dan menjaga Kanada tetap aman," imbuhnya.

PM Harper menegaskan, insiden yang menimpa parlemen akan semakin jelas dalam beberapa hari ke depan. Terutama soal pelaku yang diidentifikasi bernama Michael Zehaf-Bibeau, apakah dia beraksi seorang diri atau memiliki komplotan. Menurutnya insiden yang terjadi pekan ini menjadi pengingat bahwa Kanada tidak kebal terhadap serangan teror semacam itu.

"Serangan terhadap personel keamanan kita dan institusi pemerintahan kita, pada dasarnya merupakan serangan bagi negara, norma, masyarakat kita dan kepada kita, warga Kanada," ungkapnya.

BACA JUGA: