JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perjuangan Direktur PT Dwi Mas Andalan Bali Handoko Putra (43) mencari keadilan untuk sementara terbayar. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Denpasar membebaskan Handoko dari pidana penjara selama 2 tahun dalam kasus pemailitan apartemen mewah Bali Kuta Residance.

Kasus pemailitan Bali Kuta Residence ini sendiri bermula ketika seseorang bernama Susanti Agustina membeli dua unit apartemen tersebut pada Mei 2009. Setelah melihat lokasi, ia tertarik membeli karena unitnya sudah siap huni.

Susanti lalu membeli unit nomor 233 seharga Rp504 juta dan unit nomor 127 seharga Rp560 juta, masing-masing atas nama Susanti Agustina dan satunya lagi atas nama Suriyati Fitriyani. Pembayaran itu dicicil beberapa tahap dan lunas pada November 2009.

Di sisi lain, Handoko ternyata menjaminkan tanah dan bangunan tersebut ke bank pada 2007. Belakangan, PT Dwi Mas Andalan Bali divonis pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 11 Agustus 2011 dan berdampak kepada kepemilikam apartemen tersebut. Susanti tidak terima dan memidanakan Handoko.

Pada 26 Januari 2015, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Handoko. Vonis ini satu tahun lebih rendah dibanding dari tuntutan jaksa. Tidak terima, Handoko lalu mengajukan banding dan dikabulkan.

"Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," demikian putus majelis banding sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (19/5).

Duduk sebagai ketua majelis I Ketut Gede dengan anggota Nyoman Dedy Triparsada dan Sudaryadi. Menurut ketiganya, hubungan antara Susanti Agustina dan Suriyati Fitriyani dengan Handoko adalah perikatan jual beli yang tertuang dalam Perjanjian Pengikatan dan Jual Beli (PPJB). Sehingga hubungan hukum kesepakatan antara keduanya telah memenuhi syarat sahnya subjek hukum dalam perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

"Sehingga UU tersebut menjadi UU bagi para pihak dan tidak bisa dibatalkan kecuali atas persetujuan para pihak," ucap majelis banding dengan suara bulat.

Kasus pemailitan Bali Kuta Residence itu sendiri sempat ramai diperbincangkan pada medio 2013 lalu. Pihak Komite Anti Mafia Peradilan Niaga menuding ada permainan mafia kepailitan dalam perkara ini.

Komite Anti Mafia Peradilan Niaga pun meminta KPK turun tangan mengusut masalah ini. Mereka meminta kepada KPK agar melakukan penyelidikan terhadap Hakim Niaga Surabaya Darno SH,MH atas penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana, karena telah mempailitkan Bali Kuta Resort (BKR) dengan memperkaya diri sendiri, orang lain atas korporasi.

Kedua memohon agar melakukan penyelidikan terhadap Direktur BNI 46 Bali, Wardah Nazamudin dan Iwan Johanes atas penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana, karena BNI 46 Bali sebagai kreditur yang baru 1,5 tahun dari 8 tahun kredit dan patut diduga terlibat untuk mempailitkan BKR guna memperkaya diri sendiri, orang lain atas korporasi.

Tuntutan ketiga memohon agar melakukan penyelidikan terhadap Soedeson Tandra SH sebagai kurator pailit sekaligus merangkap sebagai kuasa hukum kurator pailit BKR. Hal ini jelas-jelas merupakan suatu perbuatan melawan hukum.

Sementara terkait kasus pidana atas Handoko, dia sempat ditahan penyidik Polda Bali medio 2013 silam. Handoko dilaporkan  memiliki kondotel BKR, dengan sangkaan melakukan penipuan dan penggelapan sebagaimana diatur dalam pasal 378 dan 372 KUHP.
 
Kasus yang menyeret Handoko terkait hotel miliknya yang oleh Pengadilan Niaga Surabaya diputus pailit. Putusan itu berasal dari pengaduan beberapa kreditur fiktif. Putusan pailit ini diduga kuat kuasa hukum Handoko, merupakan hasil konspirasi antara oknum kepolisian, perbankan, kurator, hakim dan beberapa oknum pengusaha. (dtc)
 

BACA JUGA: