JAKARTA, GRESNEWS.COM - Aturan batas minimum kepemilikan pesawat bagi perusahaan penerbangan lokal dianggap bukan bentuk mematikan industri penerbangan. Sebab dengan aturan tersebut, persoalan penelantaran penumpang akibat terbatasnya jumlah pesawat tidak akan terjadi. Sehingga dengan pelayanan yang baik, perusahaan penerbangan Indonesia akan bisa bersaing dengan maskapai asing.

Pandangan ini diungkapkan pemerintah dalam agenda pemberian keterangan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (UU Penerbangan). Sebelumnya Pasal 118 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU Penerbangan digugat seorang pegawai negeri sipil (PNS) dari kementerian perhubungan, Sigit Sudarmaji.

Sigit menggugat pasal berisi aturan minimum kepemilikan 5 pesawat dan 5 penguasaan pesawat udara. Sebab aturan batas minimal kepemilikan pesawat itu dinilai diskriminatif. Karena hanya pelaku bisnis penerbangan bermodal besar saja yang bisa masuk ke bisnis penerbangan. Aturan ini dituding bisa mematikan pelaku bisnis angkutan udara bermodal kecil.

Menanggapi hal ini, dalam agenda pemberian keterangan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Komisi V DPR Abdul Hakim mengatakan transportasi penerbangan berkenaan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Sehingga pembinaannya langsung dilakukan oleh pemerintah meliputi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.

"Untuk itu bisnis di sektor penerbangan lebih baik sedikit tapi kuat bersaing pada tataran nasional, regional, dan global serta mampu menunjang pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Abdul dalam sidang pengujian UU Penerbangan di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (4/5).

Ia dalam keterangannya menambahkan, salah satu persyaratan dalam industri penerbangan yang mengatur pembatasan minimum kepemilikan pesawan dalam Pasal 118 ayat (1) huruf b dan ayat (2) UU Penerbangan bertujuan memperkuat industri penerbangan. Sehingga dengan batasan tersebut diharapkan bisa tercapai mekanisme usaha yang transparan dan akuntabel dalam dunia penerbangan dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional, kesejahteraan umum, dan memberikan rangsangan bagi pemerintah untuk meningkatkan kegiatan ekonominya.

Menurutnya, selain tujuan di atas, tujuan dari pasal yang digugat ditujukan untuk memberikan pelayanan yang baik pada konsumen. Sehingga mampu bersaing dengan maskapai lain di tingkat nasional dan internasional. Sebab dengan aturan batasan minimum kepemilikan pesawat secara tidak langsung menunjukkan adanya ketersediaan armada yang selalu siap melayani penumpang.

Pada saat perumusan aturan ini dibuat oleh para pembuat UU, banyak terjadi perusahaan penerbangan menelantarkan penumpang karena pesawat mengalami gangguan atau kerusakan. Sementara itu, perusahaan penerbangan malah tidak mampu mengantisipasi keterlambatan keberangkatan dan gangguan pesawat.

Atas penjelasan tersebut, DPR berpendapat untuk memperkuat perusahaan penerbangan, perusahaan bersangkutan harus memiliki minimal 5 pesawat dan menguasai 5 pesawat. Sehingga kasus keterlambatan yang berakibat pada penelantaran korban tidak akan terjadi dan perusahaan penerbangan semakin kuat melayani masyarakat dan bersaing dengan maskapai internasional.

Dalil pemohon yang menilai aturan batas minimal kepemilikan pesawat berdampak pada tidak berkembangnya bisnis perusahaan penerbangan lokal menurutnya tidak tepat. Sebab pembatasan hak tiap orang dalam UU Penerbangan ditujukan untuk melindungi kepastian dan hak konsumen penerbangan.

Adapun perusahaan penerbangan asing yang tidak dikenakan ketentuan jumlah minimum kepemilikan pesawat karena perusahaan yang melakukan kegiatan usaha penerbangan terikat dengan perjanjian bilateral antara pemerintah dengan negara bersangkutan. Sehingga tetap memperhatikan prinsip keadilan dan timbal balik dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional.

Terkait hal ini, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi menjelaskan filosofi UU Penerbangan. Menurutnya  lebih baik memiliki sedikit perusahaan penerbangan tapi kuat bersaing pada tataran nasional hingga global daripada banyak perusahaan tapi lemah dan tidak mampu bersaing. Sehingga melalui perusahaan penerbangan yang jumlahnya sedikit diharapkan mampu menciptakan jaminan keselamatan dan keamanan yang optimal.

"Jadi tidak dilandasi pada kepentingan individu dan jangka pendek guna mendapatkan keuntungan semata," ujar Mualimin dalam keterangannya dalam pengujian UU Penerbangan di gedung Mahkamah Konstitusi.

BACA JUGA: