JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masyarakat tentu masih ingat dengan polemik yang terjadi ketika Anggodo Widjojo, terpidana kasus korupsi proyek sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) kehutanan, diusulkan mendapat pembebasan bersyarat oleh Kementerian Hukum dan Hak asasi Manusia (Kemenkumham). Rencana ini menimbulkan reaksi keras berupa penolakan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aktivis antikorupsi.

Alasan pembebasan Anggodo karena sakit itu dinilai tidak tepat. Padahal, saat disebut tengah sakit pun, Anggodo masih melanjutkan kebiasaannya merokok. Selain itu, Anggodo juga dianggap mendapatkan remisi (pengurangan masa hukuman) yang tidak masuk akal, yaitu lebih dari 20 bulan.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Marselina Budiningsih pun buka kartu terkait masalah ini. Dia bercerita mengenai sakit yang diderita Anggodo sehingga dianggap layak mendapat remisi dan pembebasan bersyarat. Marselina mengatakan sakit yang diderita oleh Anggodo sudah cukup parah dan memang pantas mendapat pengurangan hukuman karena sakit yang berkepanjangan.

"Saya ingat pada malam tahun baru (2015), Anggodo tergeletak tidak sadarkan diri. Kita langsung membawanya ke rumah sakit," kata Marselina kepada Gresnews.com, Minggu (5/4), di Bandung.

Menurut Marselina, akibat parahnya sakit tersebut, bisa saja ketika tidak sadarkan diri, adik Anggoro Widjojo itu kehilangan nyawanya. "Bukan mendahului Tuhan tapi kan bisa saja kalau tidak segera ditolong itu meninggal. Kalau begitu gimana? nanti kita yang disalahkan," ucap Kepala Lapas wanita pertama di Sukamiskin itu.

Selain itu, menurut Marselina, selama menjalani masa hukuman di Sukamiskin, Anggodo telah berubah sikap menjadi pribadi yang baik. Ia tidak pernah membuat pelanggaran seperti keributan ataupun memasukkan barang-barang terlarang di dalam penjara.

Untuk itulah, menurutnya, Anggodo ketika itu dianggap pantas mendapat remisi dan juga diajukan pembebasan bersyarat. "Dia sakit berkepanjangan, kelakuannya juga baik, makanya kita anggap sudah memenuhi kriteria untuk diberi remisi," tutur Marselina.

Pembebasan bersyarat kepada Anggodo memang telah resmi dibatalkan. Hal tersebut menyusul dicabutnya pengurangan masa hukuman (remisi) dengan alasan kesehatan atas Anggodo yang dinilai tidak memenuhi persyaratan.

"Sudan diumumkan bahwa remisi kesehatannya dicabut," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Handoyo Sudrajat, Rabu 22 Oktober 2014. Menurutnya, dengan pencabutan remisi itu, usulan pembebasan bersyarat juga ditolak.

Pencabutan remisi tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober 2014. Pencabutan remisi sakit berkepanjangan tersebut didasarkan pada kebiasaan dan keseharian Anggodo yang masih menjadi perokok aktif sehingga dinilai tidak peduli dengan kesehatannya.

Anggodo juga tidak menunjukkan perubahan perilaku kehidupan sehari-hari untuk pemeliharaan kesehatannya. Hal tersebut bertentangan dengan dasar pertimbangan dan tujuan pemberian remisi sakit berkepanjangan.

Berdasarkan pemeriksaan Rumah Sakit Pusat Jantung Harapan Kita Jakarta, Anggodo didiagnosis mengidap angina equivocal dan diabetes melitus. Demikian pula Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta mendiagnosis Anggodo dengan hasil Dizzines, Cervical Spur, dan HNP Lumbal. Sementara itu, dokter Lapas Sukamiskin mendiagnosis Anggodo menderita TBC paru dengan infeksi sekunder.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Lapas Sukamiskin mengusulkan remisi sakit berkepanjangan Anggodo dan disetujui berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI15 Tahun 2014 tanggal 15 Juli 2014 tentang Pemberian Remisi Sakit Berkepanjangan.

Anggodo diusulkan oleh Lapas Sukamiskin Bandung mendapatkan pembebasan bersyarat pada September 2014. Menurut Kabid Pembinaan Lapas Kelas IA Sukamiskin Ahmad Hardi, Anggodo diajukan mendapatkan pembebasan bersyarat karena telah memenuhi persyaratan.

Persyaratan tersebut diantaranya telah menjalani 2/3 masa pidana dan telah lunas membayar denda yang diputuskan oleh pengadilan. KPK menyatakan penolakan atas usulan pembebasan saat itu.

Jika remisi kesehatan tak dibatalkan, pembebasan bersyarat tersebut bisa memenuhi persyaratan secara waktu. Dengan pencabutan remisi berkepanjangan, pembebasan bersyarat atas Anggodo juga tak bisa dikabulkan. "Berarti belum memenuhi syarat pembebasan bersyaratnya," kata Handoyo Sudrajat ketika itu.

Anggodo divonis bersalah dan diganjar hukuman penjara selama 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan pada 2010. la dinilai hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terbukti melakukan upaya menyuap pimpinan dan penyidik KPK sejumlah Rp5,15 miliar terkait kasus SKRT yang disidik KPK.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas pun ketika itu memberikan apresiasi bagi pejabat di Kemenkumham yang tidak melanjutkan pemberian remisi kepada Anggodo. "Tentu itu berita menarik dari pemerintah, terutama dirjen lapas yang peka terhadap aspirasi masyarakat dan responsif atas surat KPK," kata Busyro. Menurutnya, perlu ada sikap tegas pemerintah tidak memberikan pembebasan bersyarat pada koruptor.

BACA JUGA: